Probolinggo (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, menyediakan rumah tunggu kelahiran untuk menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian balita (AKB) di kabupaten setempat.

"Kami melakukan pendekatan pelayanan pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan cara penyediaan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) di rumah sakit maupun puskesmas, sehingga tidak ada alasan masyarakat terlambat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan," kata Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo Sutilah di Probolinggo, Sabtu.

Untuk itu, lanjut dia, Dinkes Probolinggo menggelar sosialisasi rumah tunggu kelahiran dengan mengundang perwakilan 24 kecamatan di Probolinggo, kepala puskesmas, kasi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, perencanaan, bidan koordinator, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, RSUD Tongas, dan RSUD Waluyo Jati Kraksaan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB.

"Sosialisasi ini bertujuan agar rumah tunggu kelahiran bisa berfungsi maksimal dalam mendukung penurunan jumlah kematian ibu dan bayi di Kabupaten Probolinggo. Setidaknya masyarakat mengetahui manfaat rumah tunggu kelahiran, sekaligus menginformasikan kepada masyarakat, sehingga ibu yang mau bersalin bisa memanfaatkan hal itu," tuturnya.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Probolinggo dr Moch. Asjroel Sjakrie mengatakan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri agar pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

"Dalam pelaksanaanya, pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan azas perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, serta adil dan merata dengan mengutamakan aspek manfaat, utamanya bagi kelompok rentan seperti ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga tidak mampu," tuturnya.

Ia mengatakan AKI tahun 2014 di Kabupaten Probolinggo sebesar 130,51 per 100.000 KH (24 ibu) dan tahun 2015 AKI sebesar 140,62 per 100.000 KH (26 ibu), sedangkan untuk AKB juga mengalami peningkatan yakni tahun 2014 sebesar 12,78 per 1.000 KH (235 bayi) dan tahun 2015 sebesar 13,08 per 1.000 KH (242 bayi).

"Penyebab kematian ibu terbanyak adalah Pre Eklamsia/Eklamsia sebesar 50 persen, sedangkan untuk kematian bayi penyebab terbanyak adalah berat bayi lahir rendah (BBLR) tercatat 82 bayi. Tahun 2015 tercatat 987 bayi meninggal akibat kasus BBLR," katanya.

Menurutnya kasus BBLR mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan ibu hamil anemia tahun 2015 sebanyak 1.536 orang (8,37 persen), meskipun kematian ibu dan bayi mengalami penurunan di tahun 2016 yakni 20 orang dan 223 bayi, tetapi harus tetap menjadi perhatian khusus.

Asjroel menjelaskan faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung kematian ibu yakni faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus.

"Sedangkan faktor penyebab tidak langsung yakni faktor yang memperberat keadaan ibu hamil dan yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas, seperti terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat penanganan kegawatdaruratan," ujarnya.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017