Tulungagung, (Antara Jatim) - Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur berencana merasionalisasi tenaga guru bantu atau sukarelawan yang mengajar tersebar di ratusan SD daerah tersebut, karena alasan penyesuaian kebutuhan serta proyeksi pemberian tunjangan yang bersumber dari APBD setempat.

"Saya (putuskan) melakukan rasionalisasi. Rasionalisasi artinya yang sesuai kebutuhan, karena kami sedang ditugasi bupati untuk mendata guru yang riil bekerja, yang belum PNS untuk diusulkan mendapat honor dari daerah," kata Kepala Dindik Tulungagung Suharno di Tulungagung, Selasa.

Ia tidak menampik pemanggilan ratusan kepala SD negeri se-Tulungagung hari itu berkaitan juga dengan unjuk rasa besar-besaran GTT/PTT serta guru bantu se-Tulungagung pada Senin (27/2).

Namun, Suharno mengatakan kebijakan rasionalisasi tidak memiliki relevansi langsung dengan demo guru bantu dan GTT yang menurutnya ilegal, karena tidak ada pemberitahuan ke kepala sekolah masing-masing.

"Hla saya ini kan (dulu) juga tukang demo. Saya tahu etikanya unjuk rasa itu bagi guru, terutama di lingkungan PGRI, harus tetap menyampaikan pemberitahuan terlebih dulu pimpinan, dalam hal ini kepala sekolah lalu diteruskan ke dinas pendidikan," ujarnya.

Suharno menjelaskan, konteks rasionalisasi berarti akan dilakukan penilaian oleh setiap kepala sekolah terhadap seluruh guru bantu yang ada di masing-masing sekolah, serta penyesuaian kebutuhan.

Ia mencontohkan satu SD yang hanya memiliki tenaga guru kelas tiga orang berstatus PNS, sementara jumlah kelas ada enam, maka kebutuhan guru bantu seharusnya maksimal hanya tiga orang.

"Kalau lebih ya harus dirasionalisasi. Bisa dikurangi bisa dipindah ke sekolah lain yang masih kurang," ucap Suharno.

Masalahnya, kata dia, ada 100 lebih lembaga SD yang saat ini kelebihan tenaga guru bantu. Jumlah itu menurut Suharno tidak ideal dan bisa berdampak pemborosan anggaran sekolah mengingat guru bantu digaji menggunakan uang kas sekolah.

"Kalau tidak mau (dirasionalisasi) ya sudah. Pemerintah daerah tidak ada kewajiban. Demikian juga jika dampak rasionalisasi GTT atau guru bantu itu dipindah ke sekolah lain dan sekolah yang dituju tidak punya jam, maka itu sudah menjadi risiko. Tinggal kebijakan kepala sekolah bagaimana," tutur Suharno.

Ia mengatakan, sesuai komitmen pemerintah daerah setiap guru bantu atau GTT ke depan akan diberi insentif mengajar yang dibiayai APBD dengan nominal per guru bantu antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu.

Suharno berulangkali menegaskan ikatan guru batu atau GTT atau guru sukarelawan tersebut, hanya di tingkatan lembaga sekolah dan tidak berhubungan langsung dengan dinas pendidikan ataupun pemerintah daerah.

Sehingga menurut Suharno, pemberian insentif mengajar saat ini lebih pada kebijakan daerah setelah terlebih dulu mendapat payung hukum.

Suharno menolak kebijakan tersebut dikaitkan dengan unjuk rasa GTT/PTT/guru bantu di depan gedung DPRD dan pendopo Kabupaten Tulungagung, Senin (27/2), namun berulangkali mengecam tindakan para guru bantu tersebut yang disebutnya tidak masuk akal karena hanya berstatus sukarelawan sekolah, namun membolos mengajar tanpa izin pimpinan.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017