Sampang (Antara Jatim) - Ulama Madura yang tergabung dalam organisasi Aliansi Ulama Madura (AUMA) menolak rencana standardisasi khatib atau tukang hotbah pada shalat Jumat.

"Kami menolak tegas tentang standardisasi dan sertifikasi khatib Jumat, karena menurut hemat kami lebih banyak negatifnya dibanding dampak positifnya," kata Sekretaris AUMA KH Fudholi Mohammad Ruham.

Dalam keterangan persnya yang disampaikan sesuai pertemuan dengan pada ulama se-Madura di Pondok Pesantren Darul Ulum Sampang, Selasa, Fudholi menjelaskan, penolakan itu juga atas kesepakatan dengan para ulama perwakilan pondok pesantren.

"Selain itu, yang menjadi dasar kami adalah ketentuan dalam kitab fiqih," katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fufhala, asal Kelurahan Barurambat, Pamekasan itu lebih lanjut menjelaskan, dalam kitab fiqih sudah ditentukan ketentuan dan syarat-syarat hotib.

"Sudah jelas apa yang harus disampaikan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh oleh seorang hotib. Jadi tidak perlu ada sertifikasi segala," katanya.

Menurut dia, sebenarnya yang harus dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenang) RI, bukan standardisasi pada hotibnya, akan tetapi pada lembaga pendidikan yang mengajarkan siswa-siswinya.

"Para ulama, dan ustat selama ini sudah mengurusi umat, sehingga tidak perlu perlu meragukan mereka," katanya.

Terkait dengan penolakan para ulama ini, Fudholi menyatakan, akan mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial ditembuskan kepada Presiden RI Joko Widodo agar aturan tentang stadarisasi hotib dihapus.

Selain menyoroti dengan standarisasi hotib, pertemuan ulama se-Madura yang digelar AUMA di Sampang, Selasa itu, juga menyoroti kasus dugaan penghinaan yang dilakukan terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amin.

Ulama Madura mengecam tindakan Ahok karena dinilai telah menodai etika moral sebagai calon pemimpin. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017