Surabaya (Antara Jatim) - Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara di Departemen Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menciptakan
sebuah alat pemantau kualitas udara yang diklaim memiliki harga lebih
murah.


Kepala Laboratorium Arie Dipareza Syafei di Surabaya, Rabu,
menjelaskan berdasarkan data yang diberikan lima stasiun pemantau udara
di Kota Surabaya, kondisi udara di Surabaya kerap melebihi baku mutu.


Keadaan tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan warga
Surabaya. "Namun, data dari stasiun pemantau kerap kali hilang
dikarenakan adanya kerusakan pada alat," ujar Arie.


Dikatakan Arie, harga alat pengukur kualitas udara saat ini berada
pada kisaran Rp2 milliar. Selain itu, biaya pembenahannya juga masih
dianggap mahal. Sehingga pemerintah kota tak bisa berbuat banyak saat
alat tersebut tidak bekerja dengan baik.


Hal tersebut yang menjadi dasar bagi Arie dan tim untuk menciptakan alat pemantau udara dengan harga miring.


Bersama seluruh laboran dan dua mahasiswanya, yaitu Titing Fahriza
dan Qory Constantya, Arie akan terus melakukan pengembangan alat. Ia dan
tim akan memasang harga Rp 80 juta hingga Rp 100 juta saat alat ini
telah dipatenkan nantinya.


�Meskipun harganya jauh lebih murah, alat kami memiliki akurasi hingga 90 persen,� tutur Arie meyakinkan.


Berbeda dengan alat pantau udara yang menggunakan sistem gas
analyzer, alat pantau milik ITS ini menggunakan sensor. Penggunaan
sensor inilah yang menyebabkan perbedaan harga dengan alat-alat yang
tersedia saat ini.


"Dengan sensor electrochemical, alat ini sudah mampu membedakan
polutan dalam dua jenis gas. Alat ini dapat diakses melalui situs via
perangkat masyarakat," papar doktor lulusan Hiroshima University, Jepang
ini.


Memasuki prototype yang ketiga, Arie mengaku tidak mendapat kendala
berarti dalam merancang alat ini. Ia dan timnya juga mendapat dukungan
penuh dari ITS dengan adanya dana lokal. Karena alat ini merupakan
rangkaian elektronika, mereka tahu bahwa alat ini masih terus butuh
pengembangan berkali-kali.


Alat ini merupakan bentuk kontribusi ITS terhadap pemerintah dan
masyarakat. Harganya bisa dibilang lebih terjangkau dibandingkan alat
yang saat ini beredar.


"Harapannya, alat pengukur kualitas udara ini dapat dipasang di seluruh daerah di Indonesia nantinya," pungkas Arie. (*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017