Jember (Antarajatim) - Bupati Jember Faida tidak menghadiri rapat paripurna dengan agenda interpelasi anggota DPRD Jember yang digelar di ruang sidang utama DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.

Bupati Faida menunjuk Asisten Administrasi Pemkab Jember Joko Santoso yang mewakili untuk membacakan pernyataannya terkait dengan polemik mutasi Sekretaris DPRD Jember menjadi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja tanpa persetujuan anggota dewan setempat.

"Pemberhentian M. Faruq dari jabatan Sekretaris DPRD Jember adalah keputusan diskresi atau pengecualian karena ketidakjelasan peraturan," kata Joko Santoso dalam sidang paripurna tersebut.

Dalam penjelasannya, Joko menyampaikan ada beberapa aturan yang mengatur pemindahan pejabat yakni UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang disebutkan Pasal 204 ayat 2 bahwa pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris DPRD dilakukan Bupati atas persetujuan pimpinan DPRD.

"Namun dalam UU nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dijelaskan seseorang menjabat sebagai Sekretaris DPRD selama 5 tahun maka seharusnya berhenti sendirinya. Farouq sendiri sudah menjabat sebagai sekretaris dewan sejak 1 Januari 2012, sehingga seharusnya sudah berhenti dengan sendirinya pada 3 Januari 2017," tuturnya.

Bupati melalui Joko mengatakan penggunaan hak interpelasi itu seharusnya tidak perlu ditempuh oleh DPRD Jember dan sesuai UU Pemerintah Daerah pasal 159 ayat 2 bahwa hak interpelasi memiliki batasan dan tidak bebas dilakukan oleh legislatif.

"Hak tersebut hanya dapat digunakan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika kebijakan (Bupati) itu hanya ditujukan pada satu orang dan kemudian berdampak pada sekelompok orang, maka hak interpelasi tersebut tidak memenuhi syarat," tuturnya.

Tidak hanya itu, Bupati juga menyayangkan penggunaan hak interpelasi DPRD Jember karena kebijakan yang diambil memiliki dasar hukum, maka Bupati menyarankan agar DPRD menempuh jalur hukum, bukan jalur politis.

"Kebijakan yang diambil memiliki dasar hukum, maka Bupati menyarankan agar DPRD menempuh jalur hukum, bukan jalur politis seperti hak interpelasi ini. Anggota dewan bisa mengajukan keberatan, banding dengan ajukan gugatan ke pengadilan," katanya.

Usai pernyataan Bupati itu disampaikan oleh Asisten 3 Pemkab Jember, Ketua Komis C DPRD Jember Siswono yang mendapatkan giliran pertama bertanya pun langsung mengungkapkan kekesalannya.

"Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Bupati mengenai perundang-undangan itu. Tetapi kami ini lembaga politik, sehingga penyelesaian juga bisa lewat komunikasi politik," ucapnya dengan keras.

Legislator dari Partai Gerindra Jember sempat menggebrak meja dan menunjuk Joko yang masih berada di podium karena berbicara dengan intonasi tinggi yang dinilai sebagai pelecehan terhadap anggota dewan, sehingga suasana semakin memanas dalam rapat paripurna interpelasi tersebut.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017