Anda pernah melihat rumah adat dari bambu yang berusia seabad (100 tahun) atau lebih ?! Biasanya, wisatawan datang ke Bali untuk menyasar objek wisata dengan sajian fenomena matahari terbit atau terbenam.

Nah, Desa Penglipuran yang terletak di Kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, yang berjarak 45 kilometer dari Kota Denpasar ke arah timur menuju Bukit/Pantai Kintamani itu mempunyai sajian berbeda yakni ratusan rumah adat yang berjajar dan sebagian di antaranya terbuat dari bambu.

"Desa kami memang berada di kawasan hutan bambu, karena itu kakek saya mewariskan rumah bambu kepada bapak, lalu diwariskan ke saya lagi," ucap Nanglibat (76), warga Penglipuran, saat menceritakan 'desa bambu' yang sepertiga dari 112 hektare luas desa itu merupakan hutan bambu.

Saat itu, ayahnya menyebut usia rumah bambu itu sudah 90 tahun, sehingga kalau dihitung dari kakeknya hingga ayahnya, tentu berusia lebih dari satu abad, tapi kakek dan ayahnya memang pandai merawat warisan turun temurun itu, sehingga terlihat masih bagus.

"Ada dua rumah bambu di rumah saya dan salah satunya sudah saya ganti atapnya dari ilalang menjadi genteng, karena lapuk," tutur bapak dari dua anak yang bekerja sebagai petani di desa seberang, Desa Kubu.

Ia juga membangun dua rumah lagi untuk anaknya yang terbuat dari batu bata dan kayu. "Saya sendiri yang membangun untuk anak-anak saya, tapi satunya saya tempati, karena satu anak saya ikut suaminya di Jawa," paparnya.

Ya, deretan rumah adat di Desa Adat Penglipuran memang tidak semuanya terbuat dari bambu, bahkan mayoritas sudah terbuat dari batu bata dan kayu, tapi setiap rumpun rumah untuk satu keluarga itu ada 1-2 rumah di antara 6-7 rumah yang ada itu terbuat dari bambu.

Untuk memasuki setiap rumpun rumah itu, wisatawan harus melewati "angkul-angkul" (pintu gerbang khas Bali). Desa adat yang dirancang khusus untuk wisata itu diresmikan sebagai desa wisata sejak tahun 1995 oleh Menteri Pariwisata saat itu, Soesilo Soedarman.

Selain angkul-angkul, juga ada bangunan suci (merajan), dapur, tempat tidur (bale), ruangan tamu, lumbung (tempat menyimpan padi) dan kamar mandi.

Hal yang mungkin baru adalah ruangan tamu atau "Bale Delod" yang disulap menjadi toko untuk tempat memajangkan aneka jenis cindera mata hasil karya warga setempat yang sebagian sudah tidak hanya bertani. Cindera mata yang dipajang antara lain kain tenunan tradisional.

Ya, Anda dapat keluar-masuk ke ratusan rumah adat berbahan baku bambu dari hutan bambu yang diperkirakan sudah ada sejak abad XI itu dengan leluasa. Perkiraan dari abad XI itu dibuktikan dengan adanya bangunan suci (pelinggih) "Ratu Sakti Mas Pahit" di sekitar Desa Penglipuran.

Menarik bukan? Anda cukup merogoh kocek Rp10.000 per orang untuk menikmati suasana "masa lalu" dari Pulau Dewata yang takkan terlupakan hingga kembali ke kota Anda sendiri. (*)

Video oleh : Edy M Yakub

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017