Jombang (Antara Jatim) - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengajak kalangan pesantren untuk menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang saat ini sudah masuk di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016-2019.
"RUU ini hanya akan melindungi kepentingan perusahaan rokok dan mengancam masa depan bangsa, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi," kata Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo dalam diskusi Menolak RUU Pertembakauan di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis.
Pihaknya meminta pembahasan RUU Pertembakauan dihentikan dengan mempertimbangkan berbagam macam aspek. RUU Pertambakauan itu tidak hanya produk politik yang memanfaatkan petani sebagai alasan kemunculannya, namun juga mengancam pengendalian tembakau sebagai usaha melindungi rakyat yang sudah ada.
Selain itu, keberadaannya juga dinilai tidak mewakili kepentingan nasional dan tidak sesuai dengan prioritas kebijakan pemerintah saat ini. Bahkan, kemunculan RUU Pertembakauan dinilai juga cacat hukum dan arahnya hanya menguntungkan segelintir pengusaha saja.
Pihaknya mengakui, jika saat ini Indonesia terancam oleh epidemi masalah konsumsi rokok yang tidak terbendung. Bahkan, belanja rokok saat ini semakin tinggi. Rokok pun dikonsumsi masyarakat dengan beragam usia, termasuk anak-anak. Fakta yang terungkap, lebih dari 50 persen penduduk miskin ternyata terjebak candu rokok.
"Uang yang dibelanjakan masyarakat untuk membeli rokok jauh melebihi belanja untuk kesehatan dan pendidikan," ujarnya.
Mengutip data Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Prijo menyebut rokok menempati peringkat kedua konsumsi rumah tangga termiskin setelah padi-padian.
"Belanja rokok juga senilai 14 kali lipat belanja daging, 11 kali biaya kesehatan dan 7 kali lipat biaya pendidikan," tegas Prijo.
Sementara itu, pegiat "Social Movement Institute" (SMI) Eko Prasetyo menilai adanya RUU Pertembakauan itu merupakan ancaman serius bagi Indonesia dalam upaya meraih bonus demografi. RUU tersebut juga dinilai hanya menguntungkan segelintir pemilik industri rokok dan merugikan kesehatan masyarakat.
"Salah satu indikasinya, daftar 10 orang terkaya di Indonesia ternyata didominasi oleh pengusaha rokok," katanya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, KH Salahuddin Wahid mengatakan pondok pesantren yang dipimpinnya akan proaktif mengampanyekan bahaya rokok.
"Sejak saya masuk ke Tebuireng pada 2006, larangan merokok itu sudah ada. Saat ini, larangan tersebut juga telah berlaku bagi kalangan guru," ujar Gus Sholah, sapaan akrabnya.
Gus Sholah mengaku prihatin melihat tingginya tingkat konsumsi rokok yang ternyata jauh melebihi belanja kesehatan dan pendidikan. Pihaknya merasa tergerak untuk ikut sosialisasi terkait dengan bahaya merokok tersebut, sebagai upaya menyelematkan generasi muda.
"Tugas kita bersama untuk menyiapkan generasi masa depan, yang kita sebut generasi emas. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi," harap Gus Sholah.
Dalam kegiatan tersebut, seluruh tokoh ikut menandatangani pernyataan bersama menolak RUU Pertembakauan. Pernyataan tersebut berisi 10 poin tuntutan, di antaranya mendorong pemerintah dan DPR RI untuk menarik dan membatalkan RUU Pertembakauan dari Prolegnas 2016-2019 demi melindungi bangsa dari keterpurukan multisektor akibat konsumsi rokok.
Selain Gus Sholah, Prijo Sidipratomo dan Eko Prasetyo, pernyataan bersama itu juga ditandatangani oleh budayawan D. Zawawi Imron dan guru besar antropologi hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Djawahir Tantowi. Mudir Pesantren Tebuireng Luqman Hakim dan beberapa tamu undangan lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016