"Goedemorgen...," sapa pesepeda ke para wisatawan, dan mempersilakannya melintas di jalur penyeberangan.

Pagi itu, cuaca Amsterdam sangat cerah, hangatnya mentari membuat dinginnya kota yang dijuluki surga pesepeda itu terasa sejuk.
 
Suhu pada Oktober di kota yang juga mendapat julukan kota kanal ini berkisar 9 derajat hingga 12 derajat celcius. Ya, saat itu, Amsterdam berada musim peralihan dari musim gugur ke musim dingin, jadi tak heran jika warga di sana berpakaian tebal dengan sepatu both.

Bagi para wisatawan yang  berasal dari benua Asia, Amerika, Afrika, Australia atau negara yang berada di Eropa, Amsterdam merupakan salah satu kota yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.

Pada musim ini, wisatawan dapat menikmati kemuning daun berguguran, hamparan sinar mentari di antara gedung yang mirip dadu serta kanal-kanal yang bersih dari sampah.

"Amsterdam sangat nyaman, semoga Jakarta bisa seperti ini, khususnya sungainya," harap Ardi, salah seorang wisatawan asal Jakarta, Indonesia.

Salah satu ikon Amsterdam yang ramai dikunjungi adalah tulisan 'I Amsterdam'. Ikon tersebut mirip dengan tulisan ikon yang ada di Kota Surabaya, Jatim maupun Makassar, Sulawesi Selatan.

Tulisan berbahan metal cukup besar dan terlihat menyolok "Surabaya", berada di tengah taman jalan kitaran Budaran Waru, saat kita memasuki Kota Pahlawan dari arah bandara Juanda di Sidoarjo.

"Ini (Amsterdam latter) juga mirip tulisan 'Pantai Losari' di Makassar, Indonesia tidak kalah dengan Belanda," ujar Dede sembari berfoto diri dengan latar Amsterdam Latter.

Selain ikon itu, ada beberapa tempat lainnya yang wajib dikunjungi jika ke kota paling bebas di dunia ini, seperti Museum Square, Rijkmuseum, Dam Square dan menyusuri kanal Amsterdam.

Berwisata kota terbesar di  Belanda tersebut seakan-akan berwisata di Kota Tua, Jakarta, beberapa bangunan atau pun tata letaknya menyerupai tatanan yang ada di Amsterdam.

Salah satu sudut kota "kawasan lampu merah" betebaran tempat hiburan malam atau "dugem" menyajikan berbagai seni pertunjukan, khususnya bagi orang dewasa. Di mana "Londo" yang memasarkan tempat hiburannya selalu menyapa dengan Bahasa Indonesia dengan logat rada cadel bila melihat orang Indonesia, "mau nonton tari bugil".

Jangan kaget bila ada warga setempat yang menyapa kita dengan Bahasa Jawa lama, mereka umumnya orang Suriname turunan Jawa yang sudah menjadi warga dan menetap di Belanda. Beragam barang kebutuhan asal Indonesia, seperti rokok, mi instan, produk makanan hingga kerajinan cukup mudah didapat di gerai-gerai atau toko yang beterbaran di kota yang menjadi markas klub sepak bola Ajax ini.

Kalau kita mau "balas dendam" kunjungi mal atau pusat perbelanjaan, di sana akan ditemui tukang semir sepatu yang pasti Londo. Kita duduk di kursi besar berukiran seperti kursi atau singasana ratu atau raja, sementara si Londo duduk bersimpuh di bawah menyemir sepatu kita.

Tak heran jika warga Belanda sangat menghargai wisawatan yang berasal dari Indonesia. Ibarat bertemu "saudara". (*)

Pewarta: Zabur Karuru

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016