Kediri (Antara Jatim) - Produksi gula pasir pada musim giling 2016 di PTPN X diprediksi akan turun, yang salah satunya dipengaruhi perubahan cuaca La Nina.
     
"Saat ini produksi gula 310 ribu ton, ini diperkirakan turun sekitar 10 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 460 ribu ton," kata Direktur Operasional PTPN X Tarsisius Sutaryanto ditemui di Kediri, Jawa Timur, Rabu.
     
Tarsisius yang ditemui di sela-sela pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTRI yang ada di lingkungan PTPN X, di Insumo Hotel, Kediri  mengatakan, saat ini iklim sangat luar biasa memengaruhi produksi tebu petani. 
    
"Iklimnya sangat luar biasa, terutama hujan sejak awal giling sampai sekarang masih hujan. Ini istilahnya La Nina," ujarnya.  
     
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APTRI Abdul Wachid menambahkan biaya yang dipikul petani pada panen tahun ini memang lebih besar, yang dimulai dari kebun. 
     
Biaya yang mahal tersebut, tidak serta merta diikuti dengan rendemen yang bisa maksimal. Rendemen saat ini yang dihasilkan dari tebu sekitar 6,5 persen hingga 7 persen. Sementara, di atas 7 persen saat ini sangat berat.
     
Pihaknya mengatakan, produksi gula memang dimungkinkan akan turun. Pada 2015, produksi gula di Indonesia bisa mencapai 2,6 juta ton, namun saat ini diprediksi hanya sekitar 2,3 juta ton, sehingga untuk memenuhi konsumsi rumah tangga masih kurang.
     
"Kalau tahun ini tidak ada badai (badai La Nina), bisa diselesaikan 2,7 juta ton (produksi gula pasir)," katanya.
     
Pihaknya memang sadar jika kebutuhan gula pasir diprediksi akan kurang, namun ia meminta agar pemerintah tidak buru-buru melakukan impor. Pemerintah diminta untuk lebih bijak dalam melakukan kebijakan tersebut.
     
Sejumlah perusahaan diberi keleluasaan untuk impor, dengan nilai yang cukup besar mulai 200 ribu ton bahkan hingga 650 ribu ton. Ironisnya lagi, impor bukan dalam bentuk gula putih melainkan "Sugar rush" yang nantinya diolah menjadi gula rafinasi. 
     
Pihaknya menyebut, saat ini harga gula masih standar, yaitu sekitar Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per kilogram. Dari nominal itu, petani masih bisa mendapatkan untung, namun jika sudah di bawah harga tersebut, petani akan semakin rugi.
     
"Harapan kami impor di-stop, tata ulang lagi yang mendapatkan izin impor. Selain itu, kami juga minta neraca perdagangan, neraca gula yang kami butuhkan, sehingga kami ikut tentukan boleh impor atau tidak. Jangan sampai impor terus, karena ganggu produksi 2017," jelas Abdul. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016