Surabaya (Antara Jatim) - Beberapa guru besar Universitas Airlangga (Unair) menyatakan keberatan akan rencana Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir untuk mendatangkan guru besar asing pada tahun 2017.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Prof Hotman Siahaan, menyatakan meski baru sebatas wacana, kebijakan itu tentu akan meresahkan para guru besar.
 
"Penelitian dari periset Indonesia secara kualitas cukup mumpuni. Sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan pendanaan yang besar. Dikira riset itu murah? Tolong hargai periset kita dulu,” katanya saat ditemui usai acara Gelar Inovasi Guru Besar di Kampus C Unair, Rabu.

Hotman mengatakan, biaya riset yang disediakan pemerintah jarang diambil peneliti dalam negeri karena nilainya cukup kecil. Hal itu tidak sebanding dengan riset yang dilakukan.

“Ada yang diberi Rp 3 juta untuk sekali riset, tapi biaya pelaporannya jauh lebih mahal dari angka itu,” ungkapnya.

Dengan mengimpor guru besar asing, maka terjadi ketidakadilan. Di satu sisi peneliti dalam negeri dibiayai murah, sementara mendatangkan guru besar asing membutuhkan biaya besar.
“Saya kira Unair sebagai perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH) punya kapasitas untuk menawar dan menolak kebijakan itu,” terangnya.

Sementara itu, Rektor Unair Prof Moh. Nasih mengaku bakal menerima kebijakan Kemenristekdikti itu dengan catatan. Pertama, guru besar asing tersebut tidak menjadi guru besar tetap di Unair. Catatan berikutnya, PTN tidak dibebani penggajian guru besar asing, dan tidak mengganggu proses penggurubesaran di Unair.

“Jangan sampai dengan membuka keran impor guru besar, malah menghambat proses percepatan guru besar yang dilakukan Kemenristekdikti Selain itu, guru besar asing yang masuk Unair diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Seperti untuk Fakultas Kesehatan, farmasi dan life science, Unair sudah bagus," katanya.

Nasih menjelaskan, tradisi riset yang masih perlu dikembangkan di Unair antara lain bidang humaniora, hukum, manajemen dan bisnis. Diakuinya, tradisi akademik dalam negeri masih perlu diperbaiki. Pasalnya, banyak dosen dan guru besar terfokus pada pengajaran saja. Sementara untuk risetnya masih lemah.

“Guru besar asing ini semoga dapat mendorong perubahan tradisi akademik, dari yang fokus pengajaran saja dapat terstimulus ke dunia riset,” jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) berencana mengimpor guru besar mulai tahun 2017 mendatang. Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Jerman, pun tengah bersiap mengirimkan guru besarnya ke Indonesia.

Guru besar asing ini rencananya ditempatkan ke perguruan tinggi untuk mendorong tradisi riset sekaligus mampu mengangkat perguruan tinggi Indonesia masuk peringkat dunia.(*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016