Tulungagung (Antara Jatim) - Ratusan siswa dan alumni MTS Assyafi'iyah, Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa berunjuk rasa di halaman sekolahnya memprotes kebijakan kepala sekolah dan yayasan yang dinilai tidak transparan dan cenderung sewenang-wenang dalam hal penyelenggaraan pendidikan.
Antara di Tulungagung melaporkan, unjuk rasa diawali dari pergerakan sekelompok alumni yang merangseng masuk ke MTS Assyafi'iyah, Gondang sembari membawa satu pikap alat pengeras suara (sound system) dan langsung berorasi mengecam kebijakan kepala sekolah dan yayasan.
Aksi para alumni yang sebagian besar telah duduk di bangku kuliah itu kemudian memancing perhatian siswa-siswi MTS Assyafi'iyah yang ada di dalam kelas untuk keluar menuju sumber suara.
Tidak sekedar menonton, para siswa spontan menyambut yel-yel para seniornya itu dan lalu bergabung dalam aksi unjuk rasa di tengah halaman sekolah.
"Unjuk rasa ini kami lakukan karena suasana belajar-mengajar di sekolah kami ini sudah tidak kondusif. Kebijakan kepala sekolah juga intimidatif," kata Mohammad Hadi Kanani, koordinator unjuk rasa dari forum alumni MTS Assyafi'iyah, Gondang.
Sempat berorasi dan menyampaikan sejumlah kecamatan dan tuntutan melalui pengeras suara, Kanani Cs yang membawa aneka poster berisi kecaman akhirnya diterima perwakilan guru untuk berdialog di ruang kepala sekolah.
Namun sesampainya di dalam ruang, Kanani dan beberapa perwakilan pengunjuk rasa justru diberi wejangan oleh guru dan aparat soal prosedur penyelenggaraan unjuk rasa yang menurut mereka harus mengantongi izin ke aparat kepolisian setempat.
"Ya, itu yang mereka omongkan. Bukan menanggapi tuntutan kami. Mereka yang tidak faham bahwa aksi penyampaian pendapat di tempat umum hanya berkewajiban menyampaikan pemberitahuan ke polisi, bukan izin. Kami sudah sampaikan itu (pemberitahuan) ke polsek sebelum berangkat demo tadi," katanya.
Kendati tidak banyak mendapat respons yang diharapkan, Kanani mengaku tetap menuntut aspirasi mereka dipenuhi, di antaranya pengembalian guru sejarah yang dipecat sepihak oleh kepala sekolah, pengembalian MTS Assyafi'iyah ke Yayasan Maarif NU, pendidikan murah, serta pencopotan kepala sekolah.
"Kami akan datang lagi untuk berunjuk rasa dengan massa lebih besar jika tuntutan tidak dipenuhi," katanya.
Dikonfirmasi terkait aksi kelompok alumni dan siswa, Kepala MTS Assyafi'iyah, Sutarkim kembali mengungkit soal unjuk rasa para alumni sekolahnya yang tanpa pemberitahuan terlebih dulu ke kepolisian maupun lembaga pendidikan MTS Assyafi'iyah.
"Seharusnya kan ya ada surat pemberitahuan. Terus yang dipermasalahkan juga apa, harusnya yang bersangkutan berkoordinasi dengan yang punya sekolahan, yaitu Yayasan Mardi Utomo," katanya.
Terkait keterlibatan ratusan siswa dalam unjuk rasa, Sutarkim beralasan hal itu terjadi karena spontanitas.
"Mereka tidak tahu apa yang dimaksud (demo), hanya ikut-ikutan saja sehingga kami akan lakukan pembinaan secara periodik," katanya.
Sutarkim berjanji, sebagai kepala sekolah dirinya akan meningkatkan koordinasi dengan jajaran guru untuk membangun situasi kerja yang kondusif dan tidak ada gejolak," ujarnya.
Soal adanya beberapa guru yang dipecat, Sutarkim berdalih guru tersebut telah lalai dan meninggalkan tugas tanpa alasan sehingga dikenai sanksi bertahap hingga terakhir ke pemecatan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Antara di Tulungagung melaporkan, unjuk rasa diawali dari pergerakan sekelompok alumni yang merangseng masuk ke MTS Assyafi'iyah, Gondang sembari membawa satu pikap alat pengeras suara (sound system) dan langsung berorasi mengecam kebijakan kepala sekolah dan yayasan.
Aksi para alumni yang sebagian besar telah duduk di bangku kuliah itu kemudian memancing perhatian siswa-siswi MTS Assyafi'iyah yang ada di dalam kelas untuk keluar menuju sumber suara.
Tidak sekedar menonton, para siswa spontan menyambut yel-yel para seniornya itu dan lalu bergabung dalam aksi unjuk rasa di tengah halaman sekolah.
"Unjuk rasa ini kami lakukan karena suasana belajar-mengajar di sekolah kami ini sudah tidak kondusif. Kebijakan kepala sekolah juga intimidatif," kata Mohammad Hadi Kanani, koordinator unjuk rasa dari forum alumni MTS Assyafi'iyah, Gondang.
Sempat berorasi dan menyampaikan sejumlah kecamatan dan tuntutan melalui pengeras suara, Kanani Cs yang membawa aneka poster berisi kecaman akhirnya diterima perwakilan guru untuk berdialog di ruang kepala sekolah.
Namun sesampainya di dalam ruang, Kanani dan beberapa perwakilan pengunjuk rasa justru diberi wejangan oleh guru dan aparat soal prosedur penyelenggaraan unjuk rasa yang menurut mereka harus mengantongi izin ke aparat kepolisian setempat.
"Ya, itu yang mereka omongkan. Bukan menanggapi tuntutan kami. Mereka yang tidak faham bahwa aksi penyampaian pendapat di tempat umum hanya berkewajiban menyampaikan pemberitahuan ke polisi, bukan izin. Kami sudah sampaikan itu (pemberitahuan) ke polsek sebelum berangkat demo tadi," katanya.
Kendati tidak banyak mendapat respons yang diharapkan, Kanani mengaku tetap menuntut aspirasi mereka dipenuhi, di antaranya pengembalian guru sejarah yang dipecat sepihak oleh kepala sekolah, pengembalian MTS Assyafi'iyah ke Yayasan Maarif NU, pendidikan murah, serta pencopotan kepala sekolah.
"Kami akan datang lagi untuk berunjuk rasa dengan massa lebih besar jika tuntutan tidak dipenuhi," katanya.
Dikonfirmasi terkait aksi kelompok alumni dan siswa, Kepala MTS Assyafi'iyah, Sutarkim kembali mengungkit soal unjuk rasa para alumni sekolahnya yang tanpa pemberitahuan terlebih dulu ke kepolisian maupun lembaga pendidikan MTS Assyafi'iyah.
"Seharusnya kan ya ada surat pemberitahuan. Terus yang dipermasalahkan juga apa, harusnya yang bersangkutan berkoordinasi dengan yang punya sekolahan, yaitu Yayasan Mardi Utomo," katanya.
Terkait keterlibatan ratusan siswa dalam unjuk rasa, Sutarkim beralasan hal itu terjadi karena spontanitas.
"Mereka tidak tahu apa yang dimaksud (demo), hanya ikut-ikutan saja sehingga kami akan lakukan pembinaan secara periodik," katanya.
Sutarkim berjanji, sebagai kepala sekolah dirinya akan meningkatkan koordinasi dengan jajaran guru untuk membangun situasi kerja yang kondusif dan tidak ada gejolak," ujarnya.
Soal adanya beberapa guru yang dipecat, Sutarkim berdalih guru tersebut telah lalai dan meninggalkan tugas tanpa alasan sehingga dikenai sanksi bertahap hingga terakhir ke pemecatan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016