Banyuwangi (Antara Jatim) - Banyuwangi kembali akan menggelar pertunjukan tari kolosal, Gandrung Sewu yang kali ini mengangkat tema "Seblang Lukinto",  dengan melibatkan 1.000 lebih penari gandrung di tepi Pantai Boom, Sabtu, 17 September 2016.
     
Bupati Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Rabu mengemukakan Gandrung sewu merupakan event budaya yang digelar setiap tahun dalam rangkaian Banyuwangi Festival. Pertunjukan tari kolosal ini telah menjadi salah satu ajang budaya daerah yang paling ditunggu-tunggu oleh para wisatawan.
     
"Pada awalnya Gandrung Sewu kami gelar untuk mengenalkan kemegahan budaya Banyuwangi ke khalayak luas. Kini kami bersyukur, Gandrung Sewu telah menjelma menjadi salah satu ikon pariwisata favorit Banyuwangi yang sangat dinanti oleh semua orang," katanya.
     
Tahun ini merupakan perhelatan kali kelima.
     
Event Gandrung Sewu, sambung Anas, selama ini telah memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta persaingan pariwisata di Indonesia. ”Pantai menjadi salah satu destinasi wisata alam andalan di Banyuwangi. Lewat event ini, kami menjual event budaya sekaligus destinasi alam. Gandrung  Sewu terbukti telah menjadi daya tarik pariwisata Banyuwangi," ujarnya.
     
Sementara Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Pariwisata Pemkab Banyuwangi M Y. Bramuda mengatakan tema Seblang Lukinto akan menyuguhkan tarian Gandrung yang mengisahkan perjuangan rakyat Blambangan melawan penjajah Belanda pada masa 1776-1810.
     
Tema ini, merupakan kelanjutan dari pertunjukkan Gandrung Sewu tahun lalu yang mengangkat tema “Podo Nonton”. Tema “Podo Nonton” menyajikan teatrikal tentang perjuangan rakyat Banyuwangi yang dipimpin Rempeg Jogopati dalam melawan penjajahan VOC. Saat itu, tarian diakhiri dengan kisah perlawanan para pejuang hingga titik akhirnya.
     
"Seblang Lukinto ini kelanjutan dari kisah tahun lalu. Bila tahun lalu mengisahkan kekalahan prajurit Blambangan, namun tahun ini berbeda. Tema ini akan mengisahkan kebangkitan sisa-sisa prajurit  Rempeg Jogopati untuk kembali mengangkat senjata melawan penjajah," kata Bramuda.
     
Jika dilihat definisi nama Seblang Lukinto, tutur Bramuda, seb artinya meneng (diam), dan lang diambil dari kata langgeng artinya selawase  atau selamanya. Sedangkan  Lukinto merupakan kata dari bahasa Sansekerta yang artinya “dirahasiakan”. Jika keduanya digabungkan maknanya menjadi rencana yang harus dirahasiakan selamanya.
     
"Pada saat tokoh penggerak perlawanan terhadap penjajah, Rempeg Jogopati jatuh, prajuritnya tercerai berai di beberapa wilayah di Banyuwangi. Sehingga upaya mereka untuk melawan VOC terhenti. Untuk mengumpulkan kembali pasukan yang terpisah-pisah itu, orang-orang yang merupakan bekas prajurit Rempeg Jogopati membentuk kelompok seni. Mereka menyanyikan tembang Seblang Lukinto secara berkeliling atau mengamen," tutur Bramuda.
     
Saat mengamen itulah para pejuang mengumpulkan kembali rekan-rekan seperjuangannya. Agar tak dikenali oleh mata-mata yang saat itu sengaja disebar VOC, mereka pun menggunakan tembang Seblang Lukinto yang syairnya berisi ajakan untuk melawan kembali. Tembang ini akhirnya menjadi semacam kode rahasia antarpejuang untuk bergerak kembali.
     
Pertunjukan ini akan terasa berbeda dari perhelatan Gandrung Sewu sebelumnya yang banyak menyuguhkan fragmen teatrikal. Di Gandrung Sewu "Seblang Lukinto"  lebih banyak bermain formasi gerakan penari yang dinamis.
     
Di awal pertunjukkan nanti, lanjut Bramuda, seluruh penari akan membentuk formasi khusus. Kemudian secara bersama-sama, mereka akan menyanyikan gending Seblang Lukinto sebagai wujud perintah untuk mulai bersatu melawan penjajah.
     
"Setelahnya, mereka menyanyikan gending Kembang Abang secara bersama-sama yang menyiratkan mulai dilaksanakannya gerilya. Di akhir nanti, ribuan penari gandrung tersebut akan menyanyikan bersama penggalan lagu Umbul-Umbul Blambangan," kata Bramuda. (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016