Trenggalek (Antara Jatim) - Sejumlah nelayan di pesisir selatan Kabupaten Trenggalek dan Pacitan, Jawa Timur berharap bisa segera keluar dari krisis atau paceklik ikan dampak cuaca ekstrem gelombang "la nina" yang menyebabkan mereka tidak bisa melaut.
    
"Ada tanda-tanda musim ikan segera datang setelah satu kru nelayan berhasil membawa pulang tangkapan hingga 15 ton, beberapa hari lalu. Semoga ini menjadi awal baik baik kami," kata Bambang Supiyat, Wakil Paguyupan Nelayan Prigi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Trenggalek, Senin.
    
Ia mengungkapkan, mayoritas nelayan di Prigi maupun daerah pesisir lain di Jawa maupun luar Jawa, mengalami krisis tangkapan ikan sejak akhir November 2015.
    
Menurut penjelasan Bambang, musim hujan yang berkepanjangan tahun ini membuat gelombang laut tinggi dan berisiko bagi aktivitas kapal nelayan.
    
Dampak lanjutannya, kata dia, mayoritas nelayan menghentikan aktivitas melaut sejak akhir 2015 hingga Agustus ini.
    
Sebagai nelayan, Bambang bahkan mengaku belum memulai aktivitas melaut dan mencari ikan karena alasan yang sama, yakni gelombang tinggi dan risiko tangkapan minim.
    
"Semua nelayan merasakannya. Situasi krisis ini pula yang membuat ritual Larung Sembonyo kemarin (Minggu, 28/8) kami gelar sederhana, tanpa hiburan dan aneka kegiatan tambahan," ujarnya.
    
Di Prigi, jumlah nelayan yang beraktivitas melaut saat musim ikan biasanya mencapai ribuan, terdiri dari 116 kapal jenis porsen (purse seine) kapasitas per kapal maksimal 25 ABK (anak buah kapal) dan 700-an kapal pancing kapasitas per kapal antara 3-5 ABK.
    
Keluhan fenomena gelombang pasang yang berdampak situasi paceklik ikan berkepanjangan juga disampaikan beberapa nelayan andon di Pelabuhan Watukarung, Pacitan.
    
Syarif (50), nelayan andon asal Pelabuhan Ratu, Jawa Barat mengatakan, kondisi cuaca buruk dia perkirakan masih akan terjadi hingga satu atau dua pekan sehingga membuat mereka nyaris tak mendapat penghasilan.
    
"Mau bertahan juga menganggur. Kalau kondisi masih tidak menentu ya terpaksa pulang dulu. Lebih baik kumpul keluarga daripada di sini tapi tidak melakukan apa-apa," kata Syarif.
    
Menurut dia, ketinggian ombak saat ini bisa mencapai antara 2-3 meter dan itu sangat membahayakan nelayan andon maupun lokal yang rata-rata hanya menggunakan jenis kapal pancing berukuran panjang enam meter dan lebar kurangd ari satu meter.
    
"Ombak yang ideal untuk melaut itu ya rata-rata satu meter ke bawah. Di atas itu sudah berisiko karena air akan terus masuk dan gulungan ombak bisa membuat kapal terbalik," katanya sembari berharap cuaca segera membaik.
    
Jumlah nelayan andon yang menjadi buruh kapal seperti Syarif di Pacitan cukup banyak.
    
Di Pelabuhan Watukarung saja, jumlahnya tercatat ada sekitar 100 nelayan andon. Sementara di Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan lebih banyak lagi, antara 600-1.000 orang.
    
"Idealnya musim ikan sudah mulai sejak Juni lalu. Tapi karena cuaca ekstrem, katanya faktor gelombang la nina, sampai sekarang ikan belum muncul," kata Bambang Supiyat.
    
Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak dalam kesempatan sebelumnya memotivasi nelayan untuk tetap "survive", berjuang dan bertahan meski dalam situasi sepi tangkapan ikan (paceklik).
    
"Sejak zaman dahulu kala nelayan kita terbukti tangguh dan selalu bisa bertahan menghadapi situasi apapun sehingga tetap eksis hingga sekarang. Semua itu tidak lepas dari kemampuan mereka beradaptasi dengan alam melalui pengembangan teknologi pelayaran maupun teknik tangkapan," kata Emil.
    
Ia berharap, spirit yang sama menginspirasi para nelayan di sekitar Pelabuhan Prigi maupun kawasan pesisir lain untuk terus bertahan dan berinovasi setiap menghadapi masa krisis ikan seperti sekarang.
    
"Pemerintah tentu akan memfasilitasi dan membantu penerapan tenologi tepar guna di sektor kelautan yang bermanfaat bagi nelayan," ujarnya.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016