"Mohon maaf, Insyaa-Allah keluarga Anda tidak bisa ke Mekkah, karena sepertinya tertahan di Filipina," begitu inti isi pesan singkat atau SMS yang diterima Masduki Zakaria, kakak Maslikhah, salah seorang calon haji yang berangkat melalui Filipina dan akhirnya gagal berangkat terkendala masalah paspor.

Mendengarnya, ia langsung terdiam, terperanjat setengah tidak percaya dengan SMS yang diterimanya dari nomor tak dikenal, sehari setelah pemberangkatan Maslikhah dari rumahnya menuju Tanah Suci, 16 Agustus 2016.

Ia hanya menceritakan kepada istrinya, tidak ke saudara dan keluarga lainnya karena berpikir ini SMS dari orang iseng.

Namun, dini hari keesokannya, SMS yang inti bunyinya sama kembali diterima, lantas ia memberanikan diri mengabari sanak saudaranya. Terlebih, Maslikhah yang berangkat bersama suaminya, Joni Faruk Matari, tak bisa dihubungi sama sekali.

"Mereka hanya bisa telepon sekali, tidak lama setelah berangkat dari titik kumpul di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Arafah di Pandaan," ucapnya.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai mekanik bengkel tersebut mengaku bingung, resah dan khawatir menjadi satu. Dua adiknya yang berniat berangkat menunaikan ibadah haji melalui program haji plus dari tawaran sebuah KBIH, gagal berangkat, justru ditahan di Negeri orang.

Kekhawatirannya semakin menjadi saat mengetahui dari media massa, bahwa nama dua adiknya berada dalam daftar 177 orang warga negara Indonesia bermasalah karena paspor diduga palsu.

"Semua tidak bisa makan, tidak bisa tidur. Kami bingung harus kemana, dihubungi tidak bisa, begitu juga pihak KBIH yang sulit ditelepon. Keluarga banyak yang menangis karena khawatir," katanya.

Sampai saat ini, maslikhah Mustakim Rakhmad dan suaminya yang tinggal di Desa Bulu Kandang, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, masih berada di Filipina bersama seluruh rombongan untuk dimintai keterangan.

Perasaan yang sama dirasakan keluarga besar Nurul Huda, warga Desa Klatakan, Prigen, karena ibunya Sumiati Katiran Ali juga menjadi satu di antara 177 WNI calon haji bermasalah di Filipina.

Kebahagiaannya bersama keluarga karena memberangkatkan ibunya berhaji sirna karena ulah pihak tak bertanggung jawab yang justru memberikan masalah hingga ibunya belum bisa melaksanakan Rukun Islam yang kelima.

"Terus terang kami tak menyangka ada musibah seperti ini. Kasihan ibu saya, beliau sudah tua, tapi sekarang menghadapi masalah di Filipina," katanya.

Sang Ibu Sumiati, saat ini berusia 72 tahun. Ia berangkat seorang diri setelah anak-anaknya sepakat memberangkatkan haji tahun ini.

"Kalau daftar reguler menunggunya lama. Kemudian ada tawaran haji plus dan kami sepakat setuju. Pikiran saya memang biaya sebanyak itu karena langsung berangkat, ternyata malah tertipu," katanya.

Ia tak bisa tenang dengan informasi yang didapat saat mengetahui orang tuanya tertahan di Filipina dan gagal berangkat ke Arab Saudi.

"Keluarga tahunya dari berita di televisi kalau calon haji yang berangkat ke Filipina tak bisa berangkat. Semua keluarga tidak bisa makan, minum, dan tak bisa aktivitas apapun karena khawatir dengan ibu," katanya.


Curigai Kejanggalan
Sebelum berangkat ke Tanah Suci, keluarga korban calon haji merasa ada yang aneh saat program manasik haji harus dilaksanakan di Filipina.

Saiful Anam, anak bungsu Sumiati Katiran, bahkan mengaku kaget mendengar informasi bahwa ibunya akan berangkat ke Filipina hanya untuk manasik.

"Inikan aneh? Masak, manasik haji sampai ke Filipina? Sebenarnya kan cukup di Pasuruan karena semua sudah disediakan, seperti calon haji pada umumnya," katanya.

Awalnya, ia keberatan di usia sang ibu yang sudah lanjut harus ke Filipina hanya untuk manasik, tapi karena dipikirnya sudah menjadi program maka kekhawatiran dan kecurigaan dihilangkannya.

"Apalagi namanya anak, ingin sekali melihat ibu menunaikan ibadah haji tahun ini. Keluarga pun oke ibu ke Filipina untuk manasik haji," katannya.

Program manasik haji tersebut dilaksanakan Mei 2016 selama 10 hari, atau tidak lama menjelang bulan suci Ramadhan 1437 Hijriah. Tidak hanya Sumiati, Maslikhah dan suaminya juga berangkat ke Filipina mengikuti manasik haji.

Sepulang dari manasik haji, ia dan keluarga tak menaruh curiga dan menganggap semuanya berjalan normal, hingga akhirnya ada penjelasan bahwa calon jamaah haji berangkat 16 Agustus 2016.

Tidak hanya manasik haji di Filipina. Kejanggalan lainnya adalah surat pernyataan yang diterbitkan pihak mengatasnamakan KBIH yang berisi sejumlah kesepakatan.

Inti dari isi surat pernyataan yakni KBIH selaku pihak pertama siap mengembalikan dana yang sudah dibayarkan kepada keluarga calon haji selaku pihak kedua jika tidak jadi berangkat.

Berikutnya, pihak pertama dan kedua sepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dan tak mempermasalahkan apabila ada pihak lain yang mempersoalkan pemberangkatan haji.

Surat pernyataan selembar itu juga terdapat tanda tangan di atas materai dari pihak kedua, kemudian tanda tangan pihak pertama, serta tanda tangan seorang saksi.

Menurut keluarga korban, surat pernyataan seperti itu dianggapnya wajar karena disangka tak akan terjadi permasalahan apapun di kemudian hari.


Jaminan Pemerintah
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf yang mendengar informasi adanya 14 orang calon jamaah haji asal Jatim terkendala pemberangkatan karena melalui Filipina langsung bergerak.

Bersama Bupati Pasuruan M. Irsyad Yusuf, orang nomor dua di Pemprov Jatim itu mengumpulkan perangkat desa setempat, mulai Kecamatan, Kapolsek, serta keluarga korban untuk diajak bicara, sekaligus memberikan dukungan dan ketenangan agar tak terlalu khawatir.

Gus Ipul, sapaan akrabnya, juga memberi jaminan bahwa korban di Filipina saat ini di bawah perlindungan Pemerintah karena merupakan amanat undang-undang dan kewajibannya.

"Ada perwakilan Negara di Filipina. Keluarga anda tidak sendirian karena Pemerintah Indonesia mendampingi, termasuk menjaga kondisi kesehatan dan pendampingan saat dimintai keterangan," katanya.

Salah seorang Ketua PBNU itu juga mengingatkan bahwa KBIH tidak memiliki fungsi melaksanakan pendaftaran jamaah dan pengaturan kloter serta pemondokan.

KBIH, kata dia, sudah jelas fungsinya dalam penyelenggaraan ibadah haji ialah menyiapkan jamaah haji agar mandiri secara ilmu dalam melaksanakan ibadah di Tanah Suci.

"Ini yang perlu diketahui banyak orang, bahwa KBIH tidak berhak melaksanakan pendaftaran ibadah haji karena tugasnya membimbing jamaah, menyiapkan agar jamaah melaksanakan rangkaian ibadah sesuai syariat. Tidak ada lagi peran KBIH di luar itu," katanya.

Jaminan dari pemerintah membuat keluarga korban sedikit bisa tenang dan berharap perhatian serius agar bisa kembali ke Tanah Air secepatnya.

"Kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan pihak terkait lainnya. Keluarga semoga bisa tenang dan pasti kami kabari setiap perkembangannya," kata Bupati Pasuruan M. Irsyad Yusuf.

Gus Irsyad yang juga adik kanding Gus Ipul itupun memberikan nomor telepon pribadinya agar pihak keluarga bisa sewaktu-waktu menghubungi jika terdapat perkembangan sedikitpun, karena hal itu sangat penting dan berharga.

Di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi juga telah menyampaikan para calon jamaah haji melalui Filipina itu merupakan korban dari kejahatan teroganisir.

Pihaknya telah menghubungi pihak Kementerian Luar Negeri Filipina untuk memberi perhatian dan penanganan khusus untuk 177 calon haji WNI tersebut dengan menekankan bahwa mereka merupakan korban kejahatan.

Menurut dia, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pemerintah Filipina, penggunaan paspor Filipina oleh WNI dengan maksud memanfaatkan kuota haji di Filipina karena keterbatasan kuota di Indonesia  merupakan peristiwa yang cukup sering terjadi.

Selanjutnya Menlu RI juga mengatakan Kemlu terus melakukan koordinasi erat dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, dan Kepolisian RI untuk mengupayakan pemulangan seluruh WNI tersebut.

Berdasarkan data diterima, dari 177 calon haji Indonesia yang bermasalah di Filipina, terdapat 14 calon haji asal Jatim yang gagal berangkat, masing-masing 12 asal Pasuruan dan dua orang lainnya asal Sidoarjo.

Rinciannya, asal Pasuruan yaitu Nurul Mahmudah (Pandaan), Sumiati Katiran Ali, Joni Faruk Matari, Maslikhah Mustakim Rakhmad, Sumiati Juari Samawi (Prigen), Satruki Sakiman Sulaiman, Urifah Wakidin Rasito, Satruki, Uripah (Rembang), Yono Noto Sumo, Kasudatin Delan Karjani, Nuriyah Wiji Seno (Purwosari).

Sedangkan, dua orang lainnya asal Sidoarjo adalah Atmaji Sutrisno Sulaiman dan Sukanti Supandi Atmaji. 


Sikap KBIH
Pimpinan KBIH Arafah, Nurul Huda, mengaku pasrah dan menerima sanksi apapun terkait permasalahan yang terjadi akibat gagalnya keberangkatan para calon haji melalui Filipina.

"Saya ridho dan ikhlas apapun sanksinya yang diberikan untuk KBIH ini, termasuk pencabutan izin," ujarnya ketika ditemui di kantor sekaligus kediamannya di Jalan Dr Sutomo, Sumbergedang, Kabupaten Pasuruan.

KBIH Arafah tersebut merupakan satu di antara sejumlah biro perjalanan haji yang menjadi pihak pemberangkatan jamaah calon haji asal Jatim, namun tertahan di Filipina karena paspornya bermasalah.

Gus Huda, sapaan akrabnya, juga meminta maaf karena permasalahan yang terjadi ini dan mengaku tidak memiliki niat untuk menipu para jamaah calon haji karena juga dijanjikan rekannya kemudahan pemberangkatan.

Terlebih, lanjut dia, saat ini istrinya yang bernama Nurul Mahmudah, juga menjadi satu dari 14 korban calon haji asal Jatim dan sekarang masih berurusan dengan pihak imigrasi Filipina.

"Saya tidak akan pernah berhenti meminta maaf kepada keluarga dan masyarakat. Saya tidak memiliki maksud tertentu," ucapnya.

Ia mengaku mendapat jalan dari rekannya bernama Andi asal Jambi, yang memiliki biro perjalanan di Jakarta, serta seorang syekh di Filipina.

"Rabu malam Andi masih bisa saya telepon, tapi sekarang sudah tidak aktif ponselnya," katanya sembari mencoba menghubungi Andi, namun tidak bisa. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016