Banyuwangi (Antara Jatim) - Aktivis lingkungan dari berbagai organisasi membuat petisi penutupan tambang emas di hutan lindung Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Petisi itu dibuat oleh LSM Banyuwangi Forum ForEnvironmental Learning (BaFFEL), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Pusat Studi Hukum HAM Fakuktas Hukum Unair, Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Korda Jawa Timur, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
"Kami membuat petisi itu, agar Presiden Joko Widodo menutup tambang emas di Tumpang Pitu dan mengembalikan fungsinya sebagai hutan lindung," kata Koordinator BaFFEL yang juga pembuat petisi, Rosdi Bachtiar Martadi saat dihubungi di Banyuwangi, Selasa.
Menurutnya, peledakan perdana di hutan lindung Tumpang Pitu telah dilakukan PT Bumi Suksesindo (BSI) pada tanggal 27 April 2016 dan tanpa menunggu lama, dampak dari peledakan telah muncul, sehingga selang waktu empat bulan yakni pada tanggal 13 Agustus 2016 telah terjadi banjir lumpur.
"Banjir lumpur itu tak hanya berpengaruh buruk terhadap denyut pariwisata pantai Pulau Merah, tetapi juga berdampak pada sektor pertanian yakni sekitar 300 hektare ladang jagung mengalami gagal panen," tuturnya.
Pada petisi itu juga dijelaskan, Gunung Tumpang Pitu adalah hutan yang sekaligus masuk kategori kawasan rawan bencana karena pada 3 Juni 1994, kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah diterjang tsunami yang mengakibatkan banyak korban meninggal dunia.
"Gunung Tumpang Pitu juga memiliki nilai penting bagi masyarakat karena berfungsi sebagai benteng alami dari terjangan tsunami dan daya rusak musim angin barat, sehingga keberadaan lahan eksploitasi tambang emas itu memiliki korelasi dengan aspek keselamatan warga," katanya.
Menurut dia, munculnya bencana ekologis berupa banjir lumpur di Gunung Tumpang Pitu adalah tanda dini dari bencana ekologis lainnya yang bisa muncul di masa mendatang, bahkan banjir lumpur itu ada indikator bahwa ada kebijakan yang salah di Tumpang Pitu.
"Terutama kebijakan yang memberi peluang bagi masuknya tambang emas di Tumpang Pitu dan bencana lumpur itu sebagai sebuah alarm ekologis," ujarnya.
Dalam petisi itu, aktivis meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan instruksi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembalikan fungsi Tumpang Pitu dari hutan produksi menjadi hutan lindung.
Kemudian menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut surat Izin Prinsip Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Nomor 18/1/IPPKH/PMDN/2016 tanggal 29 Februari 2016.
"Kami juga berharap Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut penetapan Tumpang Pitu sebagai Objek Vital Nasional dengan cara menncabut SK Menteri KESDM No 631k/30/MEM/2016 tanggal 16 Februari 2016," katanya.
Sebelumnya banjir lumpur menggenangi Pantai Pulau Merah hingga ke permukiman warga di sekitar kawasan pertambangan, sehingga air laut menjadi keruh dan terjadi sedimentasi di sungai hingga muara di Pulau Merah.
Penyebab banjir lumpur tersebut diduga karena pembukaan lahan di gunung Tumpang Pitu yang dibangun untuk kawasan pertambangan emas.
Sejak dibuat pada Senin (22/8) hingga Selasa pukul 14.50 WIB, petisi itu sudah mendapat dukungan sebanyak 652 orang dari berbagai daerah, terutama para aktivis lingkungan yang menolak adanya pertambangan di kawasan Tumpang Pitu Banyuwangi.
Sebelumnya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengantar sendiri surat teguran tertulis kepada PT Bumi Suksesindo (BSI) selaku pemegang izin pertambangan emas di Bukit Tumpang Pitu pada Senin (22/8).
"Ini pertama kalinya saya kirim sendiri surat teguran, sejak saya menjabat sebagai bupati. Biasanya surat teguran diantar staf terkait kepada pihak lain yang tidak mematuhi aturan," kata Bupati Anas di Banyuwangi.
Surat teguran tertulis itu terkait belum selesainya pembangunan enam dam yang disanggupi BSI sesuai dengan dokumen amdal yang mengakibatkan lumpur mengalir ke Sungai Katak dan bermuara di Pulau Merah.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016