Surabaya, (Antara Jatim) - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X mulai menjual listrik ke PT PLN dari hasil ampas tebu yang diproses melalui pembangkit dengan tenaga Biomassa (PLTBm) di wilayah Kediri, Jawa Timur.
     
Direktur Utama PTPN X Subiyono, dalam keterangan persnya di Surabaya, Kamis mengatakan mulainnya penjualan listrik ini adalah tahapan penting dalam upaya melakukan hilirisasi produk. 
     
"Kami bersyukur sudah menempuh satu langkah kemajuan untuk memaksimalkan diversifikasi produk non-gula, sebab kami sudah menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PLN. Penjualan listrik dari pabrik gula ini merupakan yang pertama di Indonesia sejak berdirinya industri gula di Tanah Air ratusan tahun silam," ucap Subiyono.
      
Ia mengatakan, penjualan listrik itu dilakukan oleh Pabrik Gula (PG) Pesantren Baru yang mempunyai kelebihan listrik (excess power) dengan kapasitas 3 MW. 
     
"Listrik itu akan disambungkan dengan fasilitas interkoneksi sistem kelistrikan milik PLN, dan infrastruktur penyambungannya sedang dibangun. September 2016 interkoneksinya ke jaringan PLN selesai dan sudah resmi jual listrik ke PLN," ucapnya.
      
Subiyono mengaku, juga sedang menyiapkan produksi listrik dari ampas tebu dengan program cogeneration di sejumlah PG lainnya, di antaranya PG Ngadiredjo (Kediri) sebesar 20 MW, PG Tjoekir (Jombang) 10 MW, dan PG Gempolkrep (Mojokerto) 20 MW.
      
Produksi listrik, kata Subiyono, adalah bagian dari perwujudan industri berbasis tebu (sugarcane based industry) yang terintegrasi dan sebagai bagian dari diversifikasi produk, terutama bioetanol berbahan baku tetes tebu dan produksi listrik berbasis ampas tebu. 
      
"Sebagaimana di negara-negara produsen gula utama dunia, pabrik gula yang ada telah menjual bioetanol dan listrik, ini karena tebu sejatinya adalah sumber pangan dan energi," katanya.
     
Ia mencontohkan di negara produsen utama gula seperti Brasil, Thailand dan India, diversifikasi produk telah lama dilakukan. Saat harga gula dunia rendah, industri gula di sana bisa tetap stabil karena mengandalkan pendapatan dari listrik, bioetanol dan produk turunan lain.
     
"Di Brazil, pabrik gula (PG) yang ada bisa menghasilkan listrik lebih dari 3.000 MW. Sekitar 20 persen kebutuhan energi Brasil ditopang energi baru terbarukan berbasis tebu, terutama bioetanol. PG-PG India telah mampu memproduksi listrik sedikitnya 2.200 MW, dengan daya yang dikomersialkan 1.400 MW," katanya.
     
Oleh karena, Subiyono mengaku akan secara bertahap melakukan hal itu, dengan merintis produksi bioetanol di PG Gempolkrep untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) sebagai bagian kontribusi untuk mengurangi impor minyak dan menghemat devisa negara.
      
Subiyono optimistis, ke depan upaya diversifikasi produk non-gula bakal semakin berkembang, sebab pemerintah saat ini sedang fokus mendorong penggunaan energi baru terbarukan.
     
Subiyono mengatakan diversifikasi produk adalah keharusan jika industri gula di Indonesia masih ingin berkembang, karena jika mengandalkan pendapatan dari gula tentu akan sangat terbatas, mengingat gula adalah komoditas yang pergerakan harganya selalu diintervensi pemerintah, apalagi biaya produksi semakin meningkat. 
     
"Perlu ditekankan bahwa upaya diversifikasi produk ini tidak mengganggu peningkatan produksi gula untuk mengejar swasembada. Justru dengan diversifikasi produk, sistem kerja dan mesin dituntut lebih andal. Sehingga pararel dengan upaya peningkatan produksi gula," katanya.
      
Subiyono mengaku, keberhasilan diversifikasi produk merupakan indikator kesuksesan revitalisasi pabrik gula, karena pabrik gula yang bagus mesti bisa menghasilkan ampas tebu dalam jumlah cukup sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin.
      
"Kelebihan ampas itu pula yang bisa diolah menjadi listrik untuk kemudian dijual ke PLN. Maka, pabrik gula yang belum bisa diversifikasi berarti belum ideal operasionalnya," katanya. (*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016