Banyuwangi (Antara Jatim) - Petani di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi salah satu pemasok jeruk jenis siam untuk kebutuhan nasional di Pulau Jawa dan Bali.
Agus Ali Maksum, pengusaha hortikultura asal Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, di Banyuwangi, Minggu menjelaskan di sejumlah pasar moderen di Jakarta dan Bali, jeruk siam asal Banyuwangi yang rasanya manis segar serta banyak airnya itu bersanding dengan buah-buah impor.
Ia mengatakan, dirinya secara rutin memasok jeruk siam Banyuwangi ke sejumlah distributor dan pasar modern di berbagai kota besar di Jawa dan Bali. Mulai dari jaringan Hero Supermarket hingga Tiara Dewata di Bali.
"Setiap hari, saya bisa kirim minimal 5 ton jeruk ke Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Semarang secara bergantian. Karena memang permintaan luar daerah akan jeruk siam Banyuwangi ini tinggi," katanya.
Jeruk siam itu didapatkan Agus dari sejumlah petani di sentra jeruk di Banyuwangi. seperti Kecamatan Purwoharjo, Bangorejo dan Pesanggaran. Menurut dia, tiga kecamatan tersebut merupakan penghasil jeruk yang kualitasnya di atas rata-rata.
"Saat membeli dari petani, saya hanya memilih yang kualitasnya bagus dan sesuai dengan kriteria supermarket. Misalnya ukurannya besar, satu kilogram berisi tujuh buah, dan kulit jeruk bersih. Perkara rasa, jeruk Banyuwangi sudah dikenal manis," ujarnya.
Agus mengaku, harga yang dipatok kepada konsumennya antara Rp10.000 hingga Rp12.500 per kilogramnya. Namun harga tersebut bisa sewaktu-waktu berubah, tergantung harga di pasaran. "Harganya fluktuatif, jadi bisa naik-turun kapan saja. Tergantung musim dan panennya," kata Agus.
Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Pemkab Banyuwangi Ikrori Hudanto mengatakan jeruk merupakan produk hortikultura Banyuwangi yang paling tinggi produksinya. Pada 2015, Banyuwangi menghasilkan 354.685 ton jeruk dengan luas panen 12.804 hektare. Produksi itu meningkat dibandingkan tahun 2014 yang sebanyak 333.767 ton dengan luas lahan panen 12.137 ha.
Untuk sentra kawasan jeruk sendiri, tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, dan Siliragung. Juga bisa ditemui di Kecamatan Cluring, Gambiran, Tegalsari dan Muncar.
Ikrori menambahkan, pihaknya terus mendorong petani jeruk di Banyuwangi untuk menjaga kualitas jeruknya. Pemkab, lanjut dia, juga telah memberi bekal menyelenggaraan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) sesuai standar pemerintah good sgricultural practices (GAP) bagi petani.
"GAP adalah panduan budi daya buah dan sayur yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability)," kata Ikrori.
Ia menjelaskan petani juga dibekali wawasan tentang good handling process (GHP), yakni bagaimana penanganan pascapanen yang tepat. Mulai dari proses pemetikan buah, penyortiran, pencucian hingga grading.
"Kami mengajari mereka bagaimana pascapanennya agar hasilnya maksimal. Salah satunya, kapan saat buah harus dipetik. Ini yang harus mereka ketahui. Selain itu, menunjang pengembangan sentra kawasan jeruk, pemkab juga memberikan bantuan seperti gunting dan keranjang panen," lanjutnya.
Tak hanya itu, pemkab juga telah membangun "packing house" (bangsal kemas) untuk petani jeruk karena selama ini petani tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan hasil panen.
"Yang kami bantu tidak hanya petani jeruk, tetapi juga untuk buah naga dan produk hortikultura lainnya. Sampai saat ini, sudah ada lima packing house yang kami bangun, yakni di daerah Bangorejo, Muncar dan Siliragung," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Agus Ali Maksum, pengusaha hortikultura asal Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, di Banyuwangi, Minggu menjelaskan di sejumlah pasar moderen di Jakarta dan Bali, jeruk siam asal Banyuwangi yang rasanya manis segar serta banyak airnya itu bersanding dengan buah-buah impor.
Ia mengatakan, dirinya secara rutin memasok jeruk siam Banyuwangi ke sejumlah distributor dan pasar modern di berbagai kota besar di Jawa dan Bali. Mulai dari jaringan Hero Supermarket hingga Tiara Dewata di Bali.
"Setiap hari, saya bisa kirim minimal 5 ton jeruk ke Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Semarang secara bergantian. Karena memang permintaan luar daerah akan jeruk siam Banyuwangi ini tinggi," katanya.
Jeruk siam itu didapatkan Agus dari sejumlah petani di sentra jeruk di Banyuwangi. seperti Kecamatan Purwoharjo, Bangorejo dan Pesanggaran. Menurut dia, tiga kecamatan tersebut merupakan penghasil jeruk yang kualitasnya di atas rata-rata.
"Saat membeli dari petani, saya hanya memilih yang kualitasnya bagus dan sesuai dengan kriteria supermarket. Misalnya ukurannya besar, satu kilogram berisi tujuh buah, dan kulit jeruk bersih. Perkara rasa, jeruk Banyuwangi sudah dikenal manis," ujarnya.
Agus mengaku, harga yang dipatok kepada konsumennya antara Rp10.000 hingga Rp12.500 per kilogramnya. Namun harga tersebut bisa sewaktu-waktu berubah, tergantung harga di pasaran. "Harganya fluktuatif, jadi bisa naik-turun kapan saja. Tergantung musim dan panennya," kata Agus.
Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Pemkab Banyuwangi Ikrori Hudanto mengatakan jeruk merupakan produk hortikultura Banyuwangi yang paling tinggi produksinya. Pada 2015, Banyuwangi menghasilkan 354.685 ton jeruk dengan luas panen 12.804 hektare. Produksi itu meningkat dibandingkan tahun 2014 yang sebanyak 333.767 ton dengan luas lahan panen 12.137 ha.
Untuk sentra kawasan jeruk sendiri, tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, dan Siliragung. Juga bisa ditemui di Kecamatan Cluring, Gambiran, Tegalsari dan Muncar.
Ikrori menambahkan, pihaknya terus mendorong petani jeruk di Banyuwangi untuk menjaga kualitas jeruknya. Pemkab, lanjut dia, juga telah memberi bekal menyelenggaraan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) sesuai standar pemerintah good sgricultural practices (GAP) bagi petani.
"GAP adalah panduan budi daya buah dan sayur yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability)," kata Ikrori.
Ia menjelaskan petani juga dibekali wawasan tentang good handling process (GHP), yakni bagaimana penanganan pascapanen yang tepat. Mulai dari proses pemetikan buah, penyortiran, pencucian hingga grading.
"Kami mengajari mereka bagaimana pascapanennya agar hasilnya maksimal. Salah satunya, kapan saat buah harus dipetik. Ini yang harus mereka ketahui. Selain itu, menunjang pengembangan sentra kawasan jeruk, pemkab juga memberikan bantuan seperti gunting dan keranjang panen," lanjutnya.
Tak hanya itu, pemkab juga telah membangun "packing house" (bangsal kemas) untuk petani jeruk karena selama ini petani tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan hasil panen.
"Yang kami bantu tidak hanya petani jeruk, tetapi juga untuk buah naga dan produk hortikultura lainnya. Sampai saat ini, sudah ada lima packing house yang kami bangun, yakni di daerah Bangorejo, Muncar dan Siliragung," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016