(1) Bangkit melawan ketidakmungkinan.
Belum pernah saya merasa bangga dan berharubiru yang sedahsyat ini. Hanya beberapa hari lepas, saya mendapat laporan tentang terbakarnya mobil Sapuangin XI yang baru saja tiba di London untuk mengikuti Shell Eco Marathon (SEM) The World Drivers Championship yang baru pertama kali diadakan untuk mempertemukan juara-juara lomba mobil hemat bahan bakar se-dunia di Inggris.
Dalam hal ini Tim Sapuangin ITS berstatus sebagai juara Asia Pasific, sehingga datang disana tidak hanya sekedar mewakili Indonesia. Betapa remuk redam perasaan Tim mahasiswa ITS yang tiba di lokasi lomba dihadapkan pada kenyataan bahwa mobil lomba kebanggaan mereka telah hangus menjadi abu hampir disemua bagiannya.
Beberapa anggota Tim langsung tidak mampu menahan tangisnya, sebagian hanya terbelalak tak percaya, betapa bayangan cita-cita yang tinggal selangkah lagi, dibawa sejak dari Surabaya musnah begitu saja. Seakan ada kekuatan besar yang merengut harapan bangsa kita ini untuk berjaya. Ya Allah cobaan apalagi yang harus mereka hadapi dalam keadaan berpuasa tak kurang dari 19 jam di Inggris sana.
Kabar dari panitia, mobil terbakar yang masih ada dalam peti kemasnya tidak boleh dibongkar karena masih dalam status penyelidikan. Hanya approval dari Fire Department-lah yang akan memberi clearance apakah mobil tersebut dapat dikeluarkan ataukah tidak.
Belum selesai sampai disitu, panitia lomba pun sudah menetapkan bahwa Tim ITS tidak dapat mengikuti lomba karena kerusakan parah yang dialami. Sirnalah sudah semua impian yang sudah dipelupuk mata mereka selama ini, berjuang dan berlatih sekian lama untuk sampai berada di tempat yang sangat bergengsi ini.
Hampir semua anggota Tim mengalami down saat menghadapi bencana itu. Entah apa penyebabnya, mengapa kendaraan yang sudah sedemikian hati-hatinya dikemas bisa terbakar, padahal mengirim mobil lomba ke LN sudah merupakan suatu hal yang biasa. Bahkan terakhir kali ketika mengirimkannya ke dan dari Manila, Philiphine, saat mengikuti Lomba SEM tingkat Asia Pasific, juga semua berjalan lancar adanya....
Disaat seolah semua harapan sudah terhapus, para anggota Tim berusaha bangkit untuk bisa melakukan sesuatu sehingga mereka tidak sekedar hanya jadi penonton di negara orang, melihat teman-temannya dari universitas lain, utusan dari Eropa dan Amerika berlomba. Beberapa anggota Tim yang berjumlah total delapan orang berusaha membangun kembali harapan, apalagi pak Wi, dosen pembimbing yang menyertai mereka, terus memberi semangat untuk tidak menyerah.
Faktanya kemudian adalah bahwa sesungguhnya Pak Wi sudah diberitahu panitia bahwa ITS sudah final tidak diperkenankan mengikuti lomba dengan alasan mobilnya rusak dan tidak mungkin diperbaiki lagi.
Mulailah Tim berusaha melakukan pendekatan dan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk para Petinggi Eco-Shell di Indonesia dan Asia. Sejauh ini mereka sangat mendukung untuk memberi kesempatan kepada Tim agar dapat membangun kembali mobil lomba dalam dua hari yang tersisa!.
Gagasan yang gila, namun apapun komentar orang, tidak mampu membendung semangat perjuangan arek-arek ITS yang di dalam darahnya terwarisi semangat perjuangan Pahlawan Sepuluh Nopember!
Namun kendalanya adalah Panitia SEM Eropa sebagai penyelenggara tidak mengizinkan Tim ITS untuk membongkar peti dan mengeluarkan mobilnya.
Lagipula mereka tidak yakin atas keselamatan bahan material terbakar yang digunakan sebelumnya, karena diduga mengandung bahan B3 sehingga dikhawatirkan akan membahayakan. Hanya inspeksi dari pejabat yang berwenanglah yang akan dapat memberikan pembenaran apakah peti dapat dibongkar dan mobil dapat dikeluarkan ataukah tidak.
Karena regulasi disana sangat ketat, mau tidak mau anggota Tim harus sabar menunggu. Namun yang membuat kagum adalah semangat mereka yang pantang menyerah. Alih-alih duduk diam, mereka mulai membuat desain konstruksi mobil baru dan mulai dari nol dengan membeli beberapa komponen baru seadanya serta menggunakan peralatan yang juga seadanya. Benar-benar kerajinan tangan, demikian Pak Wi berkomentar.
Harapan mereka, apabila mereka diizinkan membongkar mobil yang terbakar, mereka masih dapat memanfaatkan kembali mesin dan bagian belakang kendaraan yang nyaris masih utuh kecuali sistem pengkabelan yang hangus. Mulailah tim bekerja di tengah udara yang relatif masih dingin, dan terus bekerja tak kurang dari 17 jam. Mereka konsentrasi penuh, lupa kalau mereka sedang berpuasa, bahkan kemudian mereka 'dipaksa' harus berhenti pukul 23 malam karena paddock sudah dimatikan lampunya dan tentu saja tidak mungkin mereka bekerja dalam gelap.
Tim terpaksa harus istirahat sambil terus berdiskusi dan berpikir tentang bagaimana mengganti bagian-bagian yang diperkirakan sudah musnah termasuk ban yang meleleh seluruhnya. Adanya nomor punggung mobil di paddock Tim ITS yang diberikan panitia yaitu no.902 (artinya diunggulkan/seeded no. 2) membuat mimpi mereka untuk ikut bertarung tambah menggebu even at any cost they have to face....
Pak Wi sebagai pembimbing terus berusaha melobby sana sini termasuk mengontak ITS untuk meminta dibantu menghubungi KBRI London untuk dapat ikut meyakinkan panitia agar ITS diizinkan mengambil sebagian peralatan mobil Sapuangin yang masih tersisa dan diperbolehkan ikut kualifikasi menjadi peserta lomba kembali.
Belum ada respons positif sih dari KBRI namun anggota Tim tidak cengeng. Sementara sebagian anggota Tim Sapuangin terus bekerja marathon dan berusaha mengganti bagian depan mobil dengan alumunium. Seadanya memang, tidak streamline dan juga lebih berat bobotnya dari bahan semula yang berbahan karbon fiber, tapi apa boleh buat, tidak ada kayu rotanpun berguna, setidaknya akan memenuhi kriteria teknis agar dapat diijinkan untuk berlomba.
Pada akhirnya, melihat kegigihan anggota Tim yang militan luar biasa, panitia akhirnya membolehkan Tim untuk mengambil bagian-bagian yang masih bisa digunakan kembali termasuk blok mesinnya yang alhamdulillah tidak terbakar. Tim langsung sudah sangat-sangat lelah sebenarnya namun tidak dirasakan karena bayangan untuk meraih kesempatan berlomba jauh lebih menjanjikan. Lebih jauh juga, hanya beberapa jam saja tersisa untuk diperiksa oleh Race Inspector tentang kelayakan mobil untuk lolos mengikuti lomba.
Dari masukan pra inspeksi ternyata ada bagian yg masih harus dilengkapi dan juga ada bagian yang belum berfungi, diantaranya adalah wiper. Mencari beberapa komponen yang masih kurang, apalagi di negeri orang yang antah berantah sungguh merupakan suatu hal yg sangat menguras energi Tim sampai pada limit kesabaran yang mereka punyai.
Walaupun begitu, pertolongan selalu datang tepat pada waktunya, seorang alumni mesin ITS yang berdomisili di London lantas saja memberi bantuan untuk mengatasi hal ini, termasuk memberi ban baru untuk mobil Sapuangin.
Akhirnya mobil yang dibangun hanya dalam dua hari tegak berdiri, rasa haru menyeruak seluruh anggota Tim termasuk para civitas academica ITS dan alumni di tanah air yang terus berusaha memonitor perkembangan tiap detik dengan memberi dukungan moril maupun materil.
Walaupun begitu, perasaan harap-harap cemas masih menghantui Tim Sapuangin ITS. Pertanyaan besarnya adalah bisakah mobil dadakan ini lolos inspeksi sehingga diijinkan ikut lomba? Sungguh momen yang sangat menegangkan....
Waktu terasa berjalan sangat lambat ketika pantia inspeksi datang menghampiri mobil Sapuangin edisi baru ini. Dengan teliti satu persatu bagian mereka periksa, diamati dan ditest, sementara anggota Tim diam menunggu dan menahan napas... Alhamdulillah, dua stiker menempel di badan mobil, artinya lulus test.
Saat penulisan tribut ini, di Queen Park London, mobil Sapuangin kebanggaan Arek-arek ITS sudah berlari mengitari circuit dengan tingkat penghematan 183 km/l. Masih dibawah dari own recordnya yang 225 km/l. Tapi data ini masih cukup chalenging untuk menjadi juara.
Semoga Tim tetap fokus dan tetap tawadhu alias rendah hati, sebab segala sesuatu itu terjadi hanya karena atas izin dan kehendakNYA. Sertai terus perjuanganmu dengan doa, dan doa terbaik adalah doa ibu..seperti slogan yang tertempel di kaca depan dashboard mobil Sapuangin-mu.
Selamat berjuang.. Kalian sudah menjadi pahlawan bangsa!.
(2) Perjuangan Belum Selesai.
Pasca dinyatakan lolos technical inspection, Tim Sapuangin diperbolehkan mengikuti race awal dan berhasil melakukan run dua kali. Pada race pertama berhasil menembus 179 km/lt, walaupun catatan ini masih jauh dari record terbaiknya sendiri ketika menjadi juara Asia Pasific di Manila beberapa bulan sebelumnya, yaitu 249.8 km/l. Pada race kedua, catatannya membaik menjadi 183 km/l, dan keduanya dinyatakan statusnya sebagai valid race.
Alhamdulillah, walau dengan segala keterbatasan yang ada serta konstruksi mobil yang lebih berat akibat berganti materialnya menjadi aluminium, dan bentuk yang kurang optimal akibat pembuatannya murni menggunakan tangan bukan dicetak seperti sebelumnya, Tim berhasil mendekati angka untuk ikut lomba yang berdasarkan peraturan, capaiannya harus 90% dari catatan rekornya sendiri (yaitu 249.8 km/l), jadi sekitar 225 km/l.
Masih ada satu hari untuk melakukan penyempurnaan. Tim sangat optimis karena saat race awal ini, capaian Sapuangin adalah yang terbaik dalam kelasnya dibandingkan kompetitor dari negara lain.
Tim kembali bekerja memperbaiki beberapa bagian yang dianggap masih kurang. Tak heran, mereka nyaris hanya tahu kalau London itu hanyalah hotel tempat mereka menginap dan Olympic Park belaka, tidak lebih. Tidak ada Big Ben yang sudah lama jadi trademark kota London ataupun Kincir Millenium, atraksi kota yang relatif baru, sebab mimpi mereka hanya satu, dapat turut berlomba Minggu esok harinya.
Sayangnya, Sabtu sore harinya, datang berita sedih, Sapuangin harus mengakhiri perjuangannya karena panitia sudah membuat keputusan final kalau Sapuangin tidak qualified untuk ikut babak lomba Drivers World Championship. Mereka khawatir terhadap integritas mobil Sapuangin yang sebelumnya terekspos panas saat kebakaran terjadi, akan mengalami breakdown saat lomba sebenarnya berlangsung sehingga dikhawatirkan dapat mencelakai pengendara lain dalam lomba yang mengutamakan kecepatan. Wah, lemas lah sudah seluruh anggota Tim.
Alasan yang digunakan ini persis sama dengan alasan yang sempat mereka sampaikan ketika Tim tidak diperbolehkan membongkar peti pasca kebakaran yang lalu. Namun kemudian mereka memperbolehkannya setelah melihat anak-anak anggota Tim menunjukkan kegigihan dengan membuat prototype mobil baru. Boleh jadi sekedar basa-basi, toh waktu yang tersisa sudah sangat singkat sehingga hampir tidak mungkin membuat mobil baru.
Diluar perkiraan, ternyata Tim Sapuangin benar-benar mampu membangun kembali mobil baru dengan blok mesin yang lama dalam waktu dua hari. Hebatnya lagi, lolos inspeksi teknikal dan bahkan sudah bisa berlari dengan kecepatan yang berangsur mendekati kinerja semula dan valid!
Direktur pertandingan dari SEM Eropa yang melarang Sapuangin ITS, Norman Koch, adalah orang yang sama yang mempermasalahkan Sapuangin ITS saat mengikuti lomba sehingga nyaris tidak jadi Juara Asia Pasific di Manila beberapa bulan yang lalu. Saat itu, Tim dituduh menggunakan ban illegal sehingga capaian Sapuangin yang mendekati 300 km/l dinyatakan tidak sah.
Terus terang Tim Sapuangin hampir saja jatuh mental karena 'provokasi' ini (sebab tidak ada aturan tertulis tentang masalah ban ini sebelumnya). Karena itulah mereka lalu melakukan banding sehingga diperbolehkan mengulang lomba, dengan syarat harus mengganti keempat bannya dengan ban baru yang mereka anggap legal. Dengan dongkol Tim berusaha kesana-sini mencari ban pengganti, karena mereka hanya mempunyai 2 ban cadangan, itupun ban bekas ex Solar Car ITS yang diikutkan dalam lomba di Australia bulan sebelumnya.
Beruntung Tim ITB yang sudah gugur saat itu bersedia meminjamkan dua ban-nya sehingga genaplah keempat ban diganti.... Indahnya kebersamaan ya (mungkin inilah solidarity forever-nya anak-anak Mesin yang selalu digembar-gemborkan selama ini...(*smile*). Akhirnya seperti yang sudah diketahui, jadilah Sapuangin ITS meraih Juara Asia Pasific untuk Kelas Urban Diesel.
Yang patut dicatat juga adalah bahwa capaian rata-rata para juara benua yang tampil di DWC 2016 ini, ternyata semua masih dibawah Sapuangin. Misalnya dari Juara SEM Eropa yaitu 249.2 km/l, sedangkan juara Amerika rata-rata hanya 225 km/l, sementara Tim ITS sendiri rata-ratanya mampu mencapai 249.8 km/l.
Sehingga apakah potensi besar ini yang membuat Tim Eropa rese sehingga mereka terus mencari hal yang bisa menyisihkan Sapuangin? Wallahualam.
Bukan berprasangka, namun logika untuk menghentikan kiprah Sapuangin sangat aneh dalam lomba SEM DWC 2016 ini. Awalnya Tim diperbolehkan ikut inspeksi teknikal dan dinyatakan lolos, serta kemudian diperbolehkan mengikuti kualifikasi untuk menentukan apakah bisa mengikuti lomba apakah tidak, yang syaratnya adalah harus mampu menempuh 90% dari record capaian rata-ratanya saat dulu menjadi juara Asia-Pasific, yaitu 90% × 249.8 km/l = 225 km/l.
Saat dicoba sehari sebelumnya, tim Sapuangin sudah berhasil mencapai 183 km/l. Namun belum lagi dicoba untuk tahap akhir, langsung dikeluar vonis melarang ITS untuk ikutserta. Mungkin mereka khawatir juga ya membiarkan Tim 'Bonek' ini terus mencoba, jangan-jangan bisa benar-benar lolos ikut lomba..he...hee..
Yang tidak mereka perhitungkan kemudian adalah adanya kenyataan bahwa dari 5 Tim yang mewakili Asia (3 dari indonesia, yaitu ITS, UI dan UPI), serta masing-masing 1 Tim dari Philiphine dan Singapura untuk kelas yang berbeda), hanya Singapura saja satu-satunya tim yang dinyatakan lolos lomba.
Tim UI dan Philipine tidak punya valid race, jadi otomatis tidak dapat ijin lomba, sementara ITS dilarang. Karena itu, UPI yang sebenarnya tidak masuk kriteria 90 persen, akhirnya malah diijinkan ikut lomba, karena selain kepatutan Asia masa hanya diwakili satu tim saja, boleh jadi juga, mereka tidak menganggap UPI sebagai ancaman.
Perhitungan mereka ternyata kembali meleset, UPI ternyata mampu menjungkirbalikkan perkiraan banyak orang dengan menjadi Juara Dunia di Kelas Urban Listrik! Luar biasa, marwah bangsa Indonesia akhirnya tetap terjaga berkat prestasi ini, dan merah-putih pun berkibar di udara Inggris Raya. Bravo!
Sebagai catatan akhir, bagi kami, mengikutkan mahasiswa ITS dalam berbagai ajang lomba di berbagai belahan dunia, bukan sekedar mencari gelar juara belaka, tetapi yang lebih penting sebenarnya adalah proses pembelajaran diri mahasiswa, bagian dari proses pendidikan.
Kami ingin mereka terbentuk menjadi pribadi matang yang salah satunya adalah dengan mengukur kemampuannya terhadap koleganya di negeri manapun melalui berbagai perlombaan. Tahun ini saja disamping level nasiona, ITS telah mengirim tim ke berbagai negara untuk berkompetisi, selain di Inggris, juga di Belanda, Australia, Jepang dan USA. Semua adalah bagian dari investasi ITS untuk proses pendidikan mereka.
Karena itu, ketika terjadi sesuatu yang di luar logika pada mereka, maka wajib sifatnya bagi kami untuk menyelidikinya agar jelas duduk perkara masalahnya. Dengan begitu, para mahasiswa, termasuk para dosennya sendiri, bisa mengambil pelajaran dan menggunakan pengalaman ini untuk perbaikan ke depan.
Karena itu, saya selaku Rektor telah melayangkan surat kepada Panitya Shell Eco Marathon meminta penjelasan tentang alasan mengapa mereka memberhentikan Tim Sapuangin di tengah jalan, dengan mengabaikan hasil lolos uji dari Tim Inspeksi mereka sendiri. Ini semata-mata demi akuntabilitas ITS kepada publik, sebab walaupun biaya ke Inggris saat ini sepenuhnya ditanggung Shell sebagai bentuk dari reward atas keberhasilan Tim menjadi Juara Asia-Pasific, namun tetaplah ada sumbangan dan dukungan material lain yang juga diberikan oleh perorangan maupun lembaga. Mudah-mudahan panitia mau secara formal menjelaskan alasan yang diminta. Semoga.
Bagi Tim Sapuangin ITS sendiri, perjuangan belum selesai. Ada hal yang jauh lebih penting, yaitu berjuang menegakkan yang benar adalah benar, dan demikian pula sebaliknya. Tentang apapun hasil lombanya, itu tidak masalah, karena proses pencapaian sesuatulah yang akan menjadi kredit bagi pembentukan generasi unggul di masa yang akan datang. Kita semua perlu yakin bahwa kita mempunyai ahli waris yang benar-benar mampu untuk tegak mandiri, membawa dan mengawal Indonesia tercinta ke depan. VIVAT! (*).
---------------
*) Rektor ITS Surabaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Belum pernah saya merasa bangga dan berharubiru yang sedahsyat ini. Hanya beberapa hari lepas, saya mendapat laporan tentang terbakarnya mobil Sapuangin XI yang baru saja tiba di London untuk mengikuti Shell Eco Marathon (SEM) The World Drivers Championship yang baru pertama kali diadakan untuk mempertemukan juara-juara lomba mobil hemat bahan bakar se-dunia di Inggris.
Dalam hal ini Tim Sapuangin ITS berstatus sebagai juara Asia Pasific, sehingga datang disana tidak hanya sekedar mewakili Indonesia. Betapa remuk redam perasaan Tim mahasiswa ITS yang tiba di lokasi lomba dihadapkan pada kenyataan bahwa mobil lomba kebanggaan mereka telah hangus menjadi abu hampir disemua bagiannya.
Beberapa anggota Tim langsung tidak mampu menahan tangisnya, sebagian hanya terbelalak tak percaya, betapa bayangan cita-cita yang tinggal selangkah lagi, dibawa sejak dari Surabaya musnah begitu saja. Seakan ada kekuatan besar yang merengut harapan bangsa kita ini untuk berjaya. Ya Allah cobaan apalagi yang harus mereka hadapi dalam keadaan berpuasa tak kurang dari 19 jam di Inggris sana.
Kabar dari panitia, mobil terbakar yang masih ada dalam peti kemasnya tidak boleh dibongkar karena masih dalam status penyelidikan. Hanya approval dari Fire Department-lah yang akan memberi clearance apakah mobil tersebut dapat dikeluarkan ataukah tidak.
Belum selesai sampai disitu, panitia lomba pun sudah menetapkan bahwa Tim ITS tidak dapat mengikuti lomba karena kerusakan parah yang dialami. Sirnalah sudah semua impian yang sudah dipelupuk mata mereka selama ini, berjuang dan berlatih sekian lama untuk sampai berada di tempat yang sangat bergengsi ini.
Hampir semua anggota Tim mengalami down saat menghadapi bencana itu. Entah apa penyebabnya, mengapa kendaraan yang sudah sedemikian hati-hatinya dikemas bisa terbakar, padahal mengirim mobil lomba ke LN sudah merupakan suatu hal yang biasa. Bahkan terakhir kali ketika mengirimkannya ke dan dari Manila, Philiphine, saat mengikuti Lomba SEM tingkat Asia Pasific, juga semua berjalan lancar adanya....
Disaat seolah semua harapan sudah terhapus, para anggota Tim berusaha bangkit untuk bisa melakukan sesuatu sehingga mereka tidak sekedar hanya jadi penonton di negara orang, melihat teman-temannya dari universitas lain, utusan dari Eropa dan Amerika berlomba. Beberapa anggota Tim yang berjumlah total delapan orang berusaha membangun kembali harapan, apalagi pak Wi, dosen pembimbing yang menyertai mereka, terus memberi semangat untuk tidak menyerah.
Faktanya kemudian adalah bahwa sesungguhnya Pak Wi sudah diberitahu panitia bahwa ITS sudah final tidak diperkenankan mengikuti lomba dengan alasan mobilnya rusak dan tidak mungkin diperbaiki lagi.
Mulailah Tim berusaha melakukan pendekatan dan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk para Petinggi Eco-Shell di Indonesia dan Asia. Sejauh ini mereka sangat mendukung untuk memberi kesempatan kepada Tim agar dapat membangun kembali mobil lomba dalam dua hari yang tersisa!.
Gagasan yang gila, namun apapun komentar orang, tidak mampu membendung semangat perjuangan arek-arek ITS yang di dalam darahnya terwarisi semangat perjuangan Pahlawan Sepuluh Nopember!
Namun kendalanya adalah Panitia SEM Eropa sebagai penyelenggara tidak mengizinkan Tim ITS untuk membongkar peti dan mengeluarkan mobilnya.
Lagipula mereka tidak yakin atas keselamatan bahan material terbakar yang digunakan sebelumnya, karena diduga mengandung bahan B3 sehingga dikhawatirkan akan membahayakan. Hanya inspeksi dari pejabat yang berwenanglah yang akan dapat memberikan pembenaran apakah peti dapat dibongkar dan mobil dapat dikeluarkan ataukah tidak.
Karena regulasi disana sangat ketat, mau tidak mau anggota Tim harus sabar menunggu. Namun yang membuat kagum adalah semangat mereka yang pantang menyerah. Alih-alih duduk diam, mereka mulai membuat desain konstruksi mobil baru dan mulai dari nol dengan membeli beberapa komponen baru seadanya serta menggunakan peralatan yang juga seadanya. Benar-benar kerajinan tangan, demikian Pak Wi berkomentar.
Harapan mereka, apabila mereka diizinkan membongkar mobil yang terbakar, mereka masih dapat memanfaatkan kembali mesin dan bagian belakang kendaraan yang nyaris masih utuh kecuali sistem pengkabelan yang hangus. Mulailah tim bekerja di tengah udara yang relatif masih dingin, dan terus bekerja tak kurang dari 17 jam. Mereka konsentrasi penuh, lupa kalau mereka sedang berpuasa, bahkan kemudian mereka 'dipaksa' harus berhenti pukul 23 malam karena paddock sudah dimatikan lampunya dan tentu saja tidak mungkin mereka bekerja dalam gelap.
Tim terpaksa harus istirahat sambil terus berdiskusi dan berpikir tentang bagaimana mengganti bagian-bagian yang diperkirakan sudah musnah termasuk ban yang meleleh seluruhnya. Adanya nomor punggung mobil di paddock Tim ITS yang diberikan panitia yaitu no.902 (artinya diunggulkan/seeded no. 2) membuat mimpi mereka untuk ikut bertarung tambah menggebu even at any cost they have to face....
Pak Wi sebagai pembimbing terus berusaha melobby sana sini termasuk mengontak ITS untuk meminta dibantu menghubungi KBRI London untuk dapat ikut meyakinkan panitia agar ITS diizinkan mengambil sebagian peralatan mobil Sapuangin yang masih tersisa dan diperbolehkan ikut kualifikasi menjadi peserta lomba kembali.
Belum ada respons positif sih dari KBRI namun anggota Tim tidak cengeng. Sementara sebagian anggota Tim Sapuangin terus bekerja marathon dan berusaha mengganti bagian depan mobil dengan alumunium. Seadanya memang, tidak streamline dan juga lebih berat bobotnya dari bahan semula yang berbahan karbon fiber, tapi apa boleh buat, tidak ada kayu rotanpun berguna, setidaknya akan memenuhi kriteria teknis agar dapat diijinkan untuk berlomba.
Pada akhirnya, melihat kegigihan anggota Tim yang militan luar biasa, panitia akhirnya membolehkan Tim untuk mengambil bagian-bagian yang masih bisa digunakan kembali termasuk blok mesinnya yang alhamdulillah tidak terbakar. Tim langsung sudah sangat-sangat lelah sebenarnya namun tidak dirasakan karena bayangan untuk meraih kesempatan berlomba jauh lebih menjanjikan. Lebih jauh juga, hanya beberapa jam saja tersisa untuk diperiksa oleh Race Inspector tentang kelayakan mobil untuk lolos mengikuti lomba.
Dari masukan pra inspeksi ternyata ada bagian yg masih harus dilengkapi dan juga ada bagian yang belum berfungi, diantaranya adalah wiper. Mencari beberapa komponen yang masih kurang, apalagi di negeri orang yang antah berantah sungguh merupakan suatu hal yg sangat menguras energi Tim sampai pada limit kesabaran yang mereka punyai.
Walaupun begitu, pertolongan selalu datang tepat pada waktunya, seorang alumni mesin ITS yang berdomisili di London lantas saja memberi bantuan untuk mengatasi hal ini, termasuk memberi ban baru untuk mobil Sapuangin.
Akhirnya mobil yang dibangun hanya dalam dua hari tegak berdiri, rasa haru menyeruak seluruh anggota Tim termasuk para civitas academica ITS dan alumni di tanah air yang terus berusaha memonitor perkembangan tiap detik dengan memberi dukungan moril maupun materil.
Walaupun begitu, perasaan harap-harap cemas masih menghantui Tim Sapuangin ITS. Pertanyaan besarnya adalah bisakah mobil dadakan ini lolos inspeksi sehingga diijinkan ikut lomba? Sungguh momen yang sangat menegangkan....
Waktu terasa berjalan sangat lambat ketika pantia inspeksi datang menghampiri mobil Sapuangin edisi baru ini. Dengan teliti satu persatu bagian mereka periksa, diamati dan ditest, sementara anggota Tim diam menunggu dan menahan napas... Alhamdulillah, dua stiker menempel di badan mobil, artinya lulus test.
Saat penulisan tribut ini, di Queen Park London, mobil Sapuangin kebanggaan Arek-arek ITS sudah berlari mengitari circuit dengan tingkat penghematan 183 km/l. Masih dibawah dari own recordnya yang 225 km/l. Tapi data ini masih cukup chalenging untuk menjadi juara.
Semoga Tim tetap fokus dan tetap tawadhu alias rendah hati, sebab segala sesuatu itu terjadi hanya karena atas izin dan kehendakNYA. Sertai terus perjuanganmu dengan doa, dan doa terbaik adalah doa ibu..seperti slogan yang tertempel di kaca depan dashboard mobil Sapuangin-mu.
Selamat berjuang.. Kalian sudah menjadi pahlawan bangsa!.
(2) Perjuangan Belum Selesai.
Pasca dinyatakan lolos technical inspection, Tim Sapuangin diperbolehkan mengikuti race awal dan berhasil melakukan run dua kali. Pada race pertama berhasil menembus 179 km/lt, walaupun catatan ini masih jauh dari record terbaiknya sendiri ketika menjadi juara Asia Pasific di Manila beberapa bulan sebelumnya, yaitu 249.8 km/l. Pada race kedua, catatannya membaik menjadi 183 km/l, dan keduanya dinyatakan statusnya sebagai valid race.
Alhamdulillah, walau dengan segala keterbatasan yang ada serta konstruksi mobil yang lebih berat akibat berganti materialnya menjadi aluminium, dan bentuk yang kurang optimal akibat pembuatannya murni menggunakan tangan bukan dicetak seperti sebelumnya, Tim berhasil mendekati angka untuk ikut lomba yang berdasarkan peraturan, capaiannya harus 90% dari catatan rekornya sendiri (yaitu 249.8 km/l), jadi sekitar 225 km/l.
Masih ada satu hari untuk melakukan penyempurnaan. Tim sangat optimis karena saat race awal ini, capaian Sapuangin adalah yang terbaik dalam kelasnya dibandingkan kompetitor dari negara lain.
Tim kembali bekerja memperbaiki beberapa bagian yang dianggap masih kurang. Tak heran, mereka nyaris hanya tahu kalau London itu hanyalah hotel tempat mereka menginap dan Olympic Park belaka, tidak lebih. Tidak ada Big Ben yang sudah lama jadi trademark kota London ataupun Kincir Millenium, atraksi kota yang relatif baru, sebab mimpi mereka hanya satu, dapat turut berlomba Minggu esok harinya.
Sayangnya, Sabtu sore harinya, datang berita sedih, Sapuangin harus mengakhiri perjuangannya karena panitia sudah membuat keputusan final kalau Sapuangin tidak qualified untuk ikut babak lomba Drivers World Championship. Mereka khawatir terhadap integritas mobil Sapuangin yang sebelumnya terekspos panas saat kebakaran terjadi, akan mengalami breakdown saat lomba sebenarnya berlangsung sehingga dikhawatirkan dapat mencelakai pengendara lain dalam lomba yang mengutamakan kecepatan. Wah, lemas lah sudah seluruh anggota Tim.
Alasan yang digunakan ini persis sama dengan alasan yang sempat mereka sampaikan ketika Tim tidak diperbolehkan membongkar peti pasca kebakaran yang lalu. Namun kemudian mereka memperbolehkannya setelah melihat anak-anak anggota Tim menunjukkan kegigihan dengan membuat prototype mobil baru. Boleh jadi sekedar basa-basi, toh waktu yang tersisa sudah sangat singkat sehingga hampir tidak mungkin membuat mobil baru.
Diluar perkiraan, ternyata Tim Sapuangin benar-benar mampu membangun kembali mobil baru dengan blok mesin yang lama dalam waktu dua hari. Hebatnya lagi, lolos inspeksi teknikal dan bahkan sudah bisa berlari dengan kecepatan yang berangsur mendekati kinerja semula dan valid!
Direktur pertandingan dari SEM Eropa yang melarang Sapuangin ITS, Norman Koch, adalah orang yang sama yang mempermasalahkan Sapuangin ITS saat mengikuti lomba sehingga nyaris tidak jadi Juara Asia Pasific di Manila beberapa bulan yang lalu. Saat itu, Tim dituduh menggunakan ban illegal sehingga capaian Sapuangin yang mendekati 300 km/l dinyatakan tidak sah.
Terus terang Tim Sapuangin hampir saja jatuh mental karena 'provokasi' ini (sebab tidak ada aturan tertulis tentang masalah ban ini sebelumnya). Karena itulah mereka lalu melakukan banding sehingga diperbolehkan mengulang lomba, dengan syarat harus mengganti keempat bannya dengan ban baru yang mereka anggap legal. Dengan dongkol Tim berusaha kesana-sini mencari ban pengganti, karena mereka hanya mempunyai 2 ban cadangan, itupun ban bekas ex Solar Car ITS yang diikutkan dalam lomba di Australia bulan sebelumnya.
Beruntung Tim ITB yang sudah gugur saat itu bersedia meminjamkan dua ban-nya sehingga genaplah keempat ban diganti.... Indahnya kebersamaan ya (mungkin inilah solidarity forever-nya anak-anak Mesin yang selalu digembar-gemborkan selama ini...(*smile*). Akhirnya seperti yang sudah diketahui, jadilah Sapuangin ITS meraih Juara Asia Pasific untuk Kelas Urban Diesel.
Yang patut dicatat juga adalah bahwa capaian rata-rata para juara benua yang tampil di DWC 2016 ini, ternyata semua masih dibawah Sapuangin. Misalnya dari Juara SEM Eropa yaitu 249.2 km/l, sedangkan juara Amerika rata-rata hanya 225 km/l, sementara Tim ITS sendiri rata-ratanya mampu mencapai 249.8 km/l.
Sehingga apakah potensi besar ini yang membuat Tim Eropa rese sehingga mereka terus mencari hal yang bisa menyisihkan Sapuangin? Wallahualam.
Bukan berprasangka, namun logika untuk menghentikan kiprah Sapuangin sangat aneh dalam lomba SEM DWC 2016 ini. Awalnya Tim diperbolehkan ikut inspeksi teknikal dan dinyatakan lolos, serta kemudian diperbolehkan mengikuti kualifikasi untuk menentukan apakah bisa mengikuti lomba apakah tidak, yang syaratnya adalah harus mampu menempuh 90% dari record capaian rata-ratanya saat dulu menjadi juara Asia-Pasific, yaitu 90% × 249.8 km/l = 225 km/l.
Saat dicoba sehari sebelumnya, tim Sapuangin sudah berhasil mencapai 183 km/l. Namun belum lagi dicoba untuk tahap akhir, langsung dikeluar vonis melarang ITS untuk ikutserta. Mungkin mereka khawatir juga ya membiarkan Tim 'Bonek' ini terus mencoba, jangan-jangan bisa benar-benar lolos ikut lomba..he...hee..
Yang tidak mereka perhitungkan kemudian adalah adanya kenyataan bahwa dari 5 Tim yang mewakili Asia (3 dari indonesia, yaitu ITS, UI dan UPI), serta masing-masing 1 Tim dari Philiphine dan Singapura untuk kelas yang berbeda), hanya Singapura saja satu-satunya tim yang dinyatakan lolos lomba.
Tim UI dan Philipine tidak punya valid race, jadi otomatis tidak dapat ijin lomba, sementara ITS dilarang. Karena itu, UPI yang sebenarnya tidak masuk kriteria 90 persen, akhirnya malah diijinkan ikut lomba, karena selain kepatutan Asia masa hanya diwakili satu tim saja, boleh jadi juga, mereka tidak menganggap UPI sebagai ancaman.
Perhitungan mereka ternyata kembali meleset, UPI ternyata mampu menjungkirbalikkan perkiraan banyak orang dengan menjadi Juara Dunia di Kelas Urban Listrik! Luar biasa, marwah bangsa Indonesia akhirnya tetap terjaga berkat prestasi ini, dan merah-putih pun berkibar di udara Inggris Raya. Bravo!
Sebagai catatan akhir, bagi kami, mengikutkan mahasiswa ITS dalam berbagai ajang lomba di berbagai belahan dunia, bukan sekedar mencari gelar juara belaka, tetapi yang lebih penting sebenarnya adalah proses pembelajaran diri mahasiswa, bagian dari proses pendidikan.
Kami ingin mereka terbentuk menjadi pribadi matang yang salah satunya adalah dengan mengukur kemampuannya terhadap koleganya di negeri manapun melalui berbagai perlombaan. Tahun ini saja disamping level nasiona, ITS telah mengirim tim ke berbagai negara untuk berkompetisi, selain di Inggris, juga di Belanda, Australia, Jepang dan USA. Semua adalah bagian dari investasi ITS untuk proses pendidikan mereka.
Karena itu, ketika terjadi sesuatu yang di luar logika pada mereka, maka wajib sifatnya bagi kami untuk menyelidikinya agar jelas duduk perkara masalahnya. Dengan begitu, para mahasiswa, termasuk para dosennya sendiri, bisa mengambil pelajaran dan menggunakan pengalaman ini untuk perbaikan ke depan.
Karena itu, saya selaku Rektor telah melayangkan surat kepada Panitya Shell Eco Marathon meminta penjelasan tentang alasan mengapa mereka memberhentikan Tim Sapuangin di tengah jalan, dengan mengabaikan hasil lolos uji dari Tim Inspeksi mereka sendiri. Ini semata-mata demi akuntabilitas ITS kepada publik, sebab walaupun biaya ke Inggris saat ini sepenuhnya ditanggung Shell sebagai bentuk dari reward atas keberhasilan Tim menjadi Juara Asia-Pasific, namun tetaplah ada sumbangan dan dukungan material lain yang juga diberikan oleh perorangan maupun lembaga. Mudah-mudahan panitia mau secara formal menjelaskan alasan yang diminta. Semoga.
Bagi Tim Sapuangin ITS sendiri, perjuangan belum selesai. Ada hal yang jauh lebih penting, yaitu berjuang menegakkan yang benar adalah benar, dan demikian pula sebaliknya. Tentang apapun hasil lombanya, itu tidak masalah, karena proses pencapaian sesuatulah yang akan menjadi kredit bagi pembentukan generasi unggul di masa yang akan datang. Kita semua perlu yakin bahwa kita mempunyai ahli waris yang benar-benar mampu untuk tegak mandiri, membawa dan mengawal Indonesia tercinta ke depan. VIVAT! (*).
---------------
*) Rektor ITS Surabaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016