Bagi Liza Anindya, bekerja di bidang pelayanan seperti di Bandara Internasional Juanda Surabaya merupakan salah satu tugas dan kewajiban yang harus dilakukan dengan sepenuh hati, sekalipun tidak bisa pulang dan bertemu dengan keluarga saat Lebaran.

"Memang kalau bekerja di bidang pelayanan ini sudah menjadi tugas dan kewajiban kami. Karena tugas, saya harus 'standby' di bandara karena itu sudah menjadi tanggungjawab saya menyangkut pelayanan kepada pengguna jasa bandar udara," ucapnya.

Perempuan yang menjabat sebagai Legal Communication & Legal Section Head PT Angkasa Pura I Juanda ini mengatakan ada perasaan sedih tatkala harus meninggalkan keluarga yang berbeda kota.

"Sedih itu sudah pasti karena kebetulan ada keluarga yang beda kota. Tetapi, karena sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban harus saya laksanakan dengan senyuman," tuturnya.

Menurutnya, ada beberapa cara untuk menyiasati kondisi seperti ini, salah satunya adalah jangan berharap lebih dan siap untuk kemungkinan terburuk dahulu.

"Misalkan, untuk lebaran tahun ini saya tidak bisa pulang. Jadi harus siap dengan pikiran terburuk yaitu tidak bisa pulang. Harus mempersiapkan diri tidak pulang dan disampaikan kepada keluarga, anak-anak dan suami pada jauh-jauh hari supaya tidak berharap pulang pada saat hari H Lebaran. Dan itu bisa diganti di lain hari," imbuh ibu dua anak ini.

Perempuan berkacamata ini menyebut, pada awal-awal bertugas saat lebaran memang sempat membuat keluarga heran dengan pekerjaan itu.

"Kebetulan saya yang masih memiliki ibu sempat berkata kepada saya, masa iya sih seperti itu. Dan akhirnya setelah diberikan penjelasan akhirnya beliau paham, kalau pekerjaan di bidang pelayanan ini harus 'standby' dan kesempatan  kebersamaan keluarga bisa digantikan di lain hari," tukasnya.

Begitu pula saat harus menghadapi anak-anak, kata dia, harus diberikan lebih mendalam dalam bentuk visualisasi kalau ibunya harus bekerja di Bandara Internasional Juanda.

"Pada saat sebelum lebaran, anaak-anak pernah saya ajak ke tempat kerja saya untuk beritahukan pekerjaan ibunya seperti apa. Dan mereka mengerti tentang pekerjaan ibunya, tanggungjawabnya seperti apa hingga akhirnya anak-anak familiar dengan kondisi seperti itu," katanya.

Untuk menjaga itu semua, lanjut perempuan berkerudung ini adalah menjaga komunikasi supaya tetap terhubung baik itu melalui telepon ada video "call".

"Dengan semakin canggihnya "gadget" atau gawai semakin memudahkan saya untuk berkomunikasi dengan keluarga. Apalagi anak saya yang nomor dua masih berusia lima tahun belum bisa menulis. Sehingga, salah satu alternatifnya bisa saling berkirim pesan suara untuk mengusir rasa rindu," katanya.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016