Trenggalek (Antara Jatim) - Pecinta satwa dilindungi di kawasan konservasi Pantai Taman Kili-kili, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengkhawatirkan perburuan penyu oleh nelayan maupun pemancing di kawasan pesisir pantai yang berada di luar pengawasan mereka.
"Secara teritori kami tidak mampu mengawasi belahan pesisir lain di luar Pantai Kili-kili yang menjadi 'green zone' kawasan konservasi penyu dan sudah dirintis sejak 2011," kata Sekretaris Pokmaswas (kelompok masyarakat pengawas) Pantai Kili-kili, Eko Margono di Panggul, Trenggalek, Kamis.
Eko mengatakan rendahnya kesadaran konservasi penyu laut sebagai satwa dilindungi oleh masyarakat nelayan di sekitar pesisir selatan Trenggalek, sebagian Pacitan, Tulungagung, maupun Blitar menjadi alasan kegundahan mereka selama ini.
Sebab menurut dia wilayah jelajah satwa penyu yang selama ini bertelur ataupun berkembang biak di kawasan pesisir Pantai Kili-kili atau Taman Kili-kili bisa mencapai ratusan kilometer.
"Saat masih di sekitar pesisir Pantai Kili-kili kami bisa pastikan penyu-penyu itu aman dari aktivitas perburuan, tapi jika sudah di kawasan pesisir lain tentu butuh sinergitas pokmaswas dan elemen lain untuk ikut menjaga," ujarnya.
Eko mencontohkan kasus kecelakaan penyu dewasa yang tersedot mesin pendingin PLTU Sudimoro, Pacitan pada 2015 yang menyebabkan cangkang atau tempurung satwa dilindungi itu pecah terhantam baling-baling.
"Untungnya saat itu pihak kepolisian setempat segera menghubungi kami sehingga bisa dilakukan penanganan kedaruratan medis terhadap satwa penyu itu secepatnya. Jika tidak mungkin tidak akan selamat," ujarnya.
Risiko keselamatan penyu juga terancam oleh aktivitas nelayan, baik oleh aktivitas perburuan ataupun karena tersangkut jaring nelayan di lepas pantai.
"Penangkapan penyu oleh nelayan di Pantai Sine, Popoh atau beberapa kawasan pesisir lain yang jauh dari otoritas kepelabuhanan dan penggiat konservasi menjadi bukti masih tingginya risiko keselamatan satwa dilindungi yang hidup di dua alam tersebut," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Secara teritori kami tidak mampu mengawasi belahan pesisir lain di luar Pantai Kili-kili yang menjadi 'green zone' kawasan konservasi penyu dan sudah dirintis sejak 2011," kata Sekretaris Pokmaswas (kelompok masyarakat pengawas) Pantai Kili-kili, Eko Margono di Panggul, Trenggalek, Kamis.
Eko mengatakan rendahnya kesadaran konservasi penyu laut sebagai satwa dilindungi oleh masyarakat nelayan di sekitar pesisir selatan Trenggalek, sebagian Pacitan, Tulungagung, maupun Blitar menjadi alasan kegundahan mereka selama ini.
Sebab menurut dia wilayah jelajah satwa penyu yang selama ini bertelur ataupun berkembang biak di kawasan pesisir Pantai Kili-kili atau Taman Kili-kili bisa mencapai ratusan kilometer.
"Saat masih di sekitar pesisir Pantai Kili-kili kami bisa pastikan penyu-penyu itu aman dari aktivitas perburuan, tapi jika sudah di kawasan pesisir lain tentu butuh sinergitas pokmaswas dan elemen lain untuk ikut menjaga," ujarnya.
Eko mencontohkan kasus kecelakaan penyu dewasa yang tersedot mesin pendingin PLTU Sudimoro, Pacitan pada 2015 yang menyebabkan cangkang atau tempurung satwa dilindungi itu pecah terhantam baling-baling.
"Untungnya saat itu pihak kepolisian setempat segera menghubungi kami sehingga bisa dilakukan penanganan kedaruratan medis terhadap satwa penyu itu secepatnya. Jika tidak mungkin tidak akan selamat," ujarnya.
Risiko keselamatan penyu juga terancam oleh aktivitas nelayan, baik oleh aktivitas perburuan ataupun karena tersangkut jaring nelayan di lepas pantai.
"Penangkapan penyu oleh nelayan di Pantai Sine, Popoh atau beberapa kawasan pesisir lain yang jauh dari otoritas kepelabuhanan dan penggiat konservasi menjadi bukti masih tingginya risiko keselamatan satwa dilindungi yang hidup di dua alam tersebut," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016