Trenggalek (Antara Jatim) - Lima dalang cilik asal Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, tampil bergantian dalam parade dalang cilik yang digelar dinas pendidikan dan kebudayaan setempat di Pendopo Trenggalek, Selasa.
"Parade dalang cilik ini masih satu rangkaian kegiatan dengan lomba karawitan yang kami selenggarakan kemarin (Senin, 30/5)," kata Kabid Kebudayaan Dindik Trenggalek, Agus Pramono di sela pementasan.
Selain dihadiri puluhan wali murid dan masyarakat umum, ratusan pelajar SD dan SMP di seputar Kota Trenggalek turut hadir menyaksikan pementasan parade dalang cilik yang baru pertama digelar di era kepemimpinan Bupati Emil Elestianto Dardak itu.
Laiknya pementasan wayang kulit oleh dalang senior atau profesional, kelima dalang cilik yang masih duduk di bangku SD, SMP dan SMK itu juga tampil baik sehingga beberapa kali mendapat apresiasi penonton.
"Parade dalang cilik ini memang bertujuan mewadahi para seniman dalang cilik untuk bisa lebih berapresiasi di bidang seni budaya pewayangan," ujarnya.
Menurut Agus, potensi seniman budaya daerah khususnya di dunia pedalangan dan karawitan di Trenggalek cukup besar, terutama di wilayah-wilayah pedalaman maupun pegunungan.
"Banyak sekali anak-anak usia sekolah terutama di daerah pegunungan yang menyukai seni budaya daerah seperti pedalangan dan karawitan. Cuma selama ini mereka kurang terwadahi," ujarnya.
Salah satu dalang cilik bernama Anung Isnaini Sugiharto (15) mengaku sudah menekuni dunia pedalangan sejak masih duduk di bangku kelas III SD.
Selain ketersediaan perangkat gamelan dan satu set anak wayang di rumah, Anung merasa jiwa atau bakat seni pedalangan menurun dari sang kakek yang juga seorang dalang profesional.
"Mungkin bakat seni kakek menurun di saya. Sejak kecil saya diperkenalkan kesenian daerah ini hingga akhirnya termotivasi belajar serius sejak kelas III SD," tutur Anung.
Kendati sudah beberapa kali dikontrak pentas di sejumlah daerah di Trenggalek, Anung maupun beberapa dalang cilik lain mengaku masih mengelami kesulitan di beberapa tahapan seni pedalangan, yakni saat "suluk", "odho-odho" serta sabetan.
"Kesulitan karena karakter suara yang muncul dari mulut dalang harus sesuai dengan irama musik gamelan yang mengiringinya," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Parade dalang cilik ini masih satu rangkaian kegiatan dengan lomba karawitan yang kami selenggarakan kemarin (Senin, 30/5)," kata Kabid Kebudayaan Dindik Trenggalek, Agus Pramono di sela pementasan.
Pentas budaya dimulai sekitar pukul 09.00 WIB dengan diawali penampilan juara satu lomba seni karawitan yang digelar sehari sebelumnya. Pementasan dayang kulit oleh lima dalang cilik sejak pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB itu berlangsung meriah.
Selain dihadiri puluhan wali murid dan masyarakat umum, ratusan pelajar SD dan SMP di seputar Kota Trenggalek turut hadir menyaksikan pementasan parade dalang cilik yang baru pertama digelar di era kepemimpinan Bupati Emil Elestianto Dardak itu.
Laiknya pementasan wayang kulit oleh dalang senior atau profesional, kelima dalang cilik yang masih duduk di bangku SD, SMP dan SMK itu juga tampil baik sehingga beberapa kali mendapat apresiasi penonton.
"Parade dalang cilik ini memang bertujuan mewadahi para seniman dalang cilik untuk bisa lebih berapresiasi di bidang seni budaya pewayangan," ujarnya.
Menurut Agus, potensi seniman budaya daerah khususnya di dunia pedalangan dan karawitan di Trenggalek cukup besar, terutama di wilayah-wilayah pedalaman maupun pegunungan.
"Banyak sekali anak-anak usia sekolah terutama di daerah pegunungan yang menyukai seni budaya daerah seperti pedalangan dan karawitan. Cuma selama ini mereka kurang terwadahi," ujarnya.
Salah satu dalang cilik bernama Anung Isnaini Sugiharto (15) mengaku sudah menekuni dunia pedalangan sejak masih duduk di bangku kelas III SD.
Selain ketersediaan perangkat gamelan dan satu set anak wayang di rumah, Anung merasa jiwa atau bakat seni pedalangan menurun dari sang kakek yang juga seorang dalang profesional.
"Mungkin bakat seni kakek menurun di saya. Sejak kecil saya diperkenalkan kesenian daerah ini hingga akhirnya termotivasi belajar serius sejak kelas III SD," tutur Anung.
Kendati sudah beberapa kali dikontrak pentas di sejumlah daerah di Trenggalek, Anung maupun beberapa dalang cilik lain mengaku masih mengelami kesulitan di beberapa tahapan seni pedalangan, yakni saat "suluk", "odho-odho" serta sabetan.
"Kesulitan karena karakter suara yang muncul dari mulut dalang harus sesuai dengan irama musik gamelan yang mengiringinya," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016