Surabaya (Antara) - Mantan Mendikbud Mohammad Nuh menyarankan Kemendikbud untuk memperkuat peran guru Bimbingan Konseling (BK) guna mengantisipasi kejahatan seksual di kalangan anak-anak yang akhir-akhir ini cukup marak.

"Kurikulum 2013 memang akan menjadi sarana pendidikan karakter, namun hasil dari pendidikan karakter itu masih akan kelihatan dalam 15-20 tahun," katanya di sela seminar 'Peran Guru BK Menangani Penyalahgunaan IT' oleh Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) di Surabaya, Sabtu.

Dalam seminar yang menampilkan Direktur Pemberdayaan Informatika, Ditjen Aplikasi Informatika, Kemenkominfo Septriana Tangkary sebagai pembicara itu, Nuh menjelaskan selama menunggu 15-20 tahun itu akan selalu ada penyimpangan oleh siswa.

"Karena itu, kita jangan menunggu (15-20 tahun), namun menciptakan 'penjaga karakter' yakni Guru BK di sekolah dan pendidik komunitas di desa/kelurahan. Guru BK perlu ditingkatkan terus wawasannya, lalu pendidik komunitas harus ada, seperti guru ngaji RT/RW," katanya.

Ketua Umum Yayasan RSI Surabaya yang membawahi RSI dan Unusa itu mengaku pihaknya menggagas Kurikulum 2013 (K-13) sebenarnya untuk mencetak anak-anak Indonesia yang berkarakter, baik karakter moralitas, karakter nasionalisme maupun karakter pribadi (kreatif, jujur, toleran).

"Dibalik kemajuan yang terjadi di Indonesia, kita prihatin dengan rendahnya karakter, karena itu tidak ada cara yang efektif untuk mengatasi hal itu selain pendidikan karakter," kata guru besar ITS yang baru saja menerima penghargaan dari Kaisar Jepang itu.

Menurut dia, pendidikan karakter yang mencetak moralitas, nasionalisme (karakter kebangsaan) dan karakter pribadi itu tidak hanya dapat dibentuk oleh satu bidang keilmuan, seperti ilmu agama atau budi pekerti, apalagi ia menyebut Indonesia sudah masuk "darurat karakter".

"Karena itu, K-13 memasukkan pendidikan karakter itu dalam semua mata pelajaran, seperti matematika itu bisa saja diberi nilai 8, tapi kalau caranya mencontek, maka nilai matematika itu 8, tapi nilai sikap dalam matematika bisa nol. Jadi, karakter itu dinilai oleh semua guru," katanya.

Namun, ia menyadari bahwa penilaian seperti itu merupakan hal yang sulit bagi guru, karena pendidikan di Indonesia selama ini hanya menilai pengetahuan. "Jadi, kalau dibilang sulit memang iya, tapi saya kira hal itu hanya kebiasaan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Direktur Pemberdayaan Informatika, Dirjen Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, Septriana Tangkary, menyatakan Indonesia memang sudah tergolong "darurat penyalahgunaan IT" yang berdampak negatif.

"Untuk itu, Kemenkominfo melakukan tiga pendekatan yakni mengajak provider (ISP) memberlakukan Trust Positif untuk menyaring konten negatif dan DNS Whitelist Nusantara untuk menyebarkan daftar konten putih atau positif. Whitelist sudah diujicoba untuk 400 sekolah dan pesantren," katanya.

Dua pendekatan lainnya yakni pendekatan hukum dan sosiokultural. Pendekatan hukum melalui kerja sama dengan Kominfo untuk memblokir konten negatif dan konten kekerasan, serta penerapan "cyber etik".

"Untuk pendekatan sosiokultural itu melalui kerja sama dengan Kemendikbud dan masyarakat, seperti pelatihan pemanfaatan internet dengan cerdas serta pembuatan animasi khas Indonesia. Kami juga memberi peluang masyarakat untuk mengadu lewat aduankonten@mail.kominfo.go.id," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016