Surabaya (Antara Jatim) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus dugaan penipuan batu bara harus menunggu perintah tertulis dari Hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk memindahkan terdakwa Eunike Lenny Silas dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim ke Rumah Sakit Onkologi Surabaya.

"Jadi kami tidak berani melaksanakan penetapan hakim tanpa penetapan tertulis," kata Muhammad Usman selaku jaksa yang menangani kasus ini, Rabu.

Ia mengemukakan, pihaknya tidak bisa memindahkan terdakwa ke Rumah Sakit Onkologi Surabaya karena perintah hakim hanya lisan dan tidak dalam bentuk tertulis

"Penetapan hakim secara lisan tidak memiliki kekuatan buat nya untuk mengeluarkan Lenny dari RS Bhayangkara. Ini menyangkut adminsitrasi, jadi kami butuhkan penetapan tertulis, apakah dia dibantarkan atau cuma digeser saja ke Onkologi," katanya.

Dirinya juga membantah jika saat ini terdakwa dalam pengawasan dan tanggung jawabnya sebagai pelaksana putusan hakim. 

"Yang pasti karena belum ada penetapan tertulis, ini belum domain saya,  tapi masih kewenangan Rutan Medaeng, karena mereka yang membawa terdakwa ke sini. Tapi kami tetap melakukan pemantauan keberadaan terdakwa," katanya.

Sementara, HK Kosasih selaku penasehat hukum terdakwa Lenny mengatakan, penetapan hakim tersebut tetap akan dilakukannya. Namun, baru bisa dijalankan setelah menunggu hasil medis dokter yang merawat kliennya di RS Bhayangkara Polda Jatim.

Tak hanya itu, kondisi fisik terdakwa yang semakin memburuk dianggapnya menjadi alasan belum berani nya dokter RS Bhayangkara melepas terdakwa ke RS Onkologi.

"Kami pasti bawa ke Onkologi, tapi menunggu persetujuan dokter sini," katanya.

Terpisah, Hakim Efran Basuning saat dikonfirmasi permasalahan ini terlihat kaget. Dia tak tau jika penetapan nya tersebut belum dilaksanakan jaksa.

"Sampai sore hari jaksa belum melapor, jadi saya belum tau apa perintah hakim sudah dilaksanakan jaksa atau belum," katanya.

Terdakwa Lenny dilaporkan Pauline Tan ke Polda Jatim 2013 lalu. Saat itu terdakwa Lenny dan terdakwa Usman Wibisono meminjam batubara sebanyak 11 ribu metrik ton dengan nilai Rp 3,2 miliar ke saksi korban.

Tapi, peminjaman tersebut tidak pernah dikembalikan dan Ketika dicek ke tempat penyimpanan batu bara tersebut juga sudah tidak ada dan ternyata sudah terjual. Batu bara itu dijual oleh pemilik izin pertambangan, H Abidin, atas perintah kedua terdakwa.

Setelah didesak korban, kedua terdakwa  bersedia membayar dengan uang sebesar Rp 3,2 miliar melalui giro, tapi ternyata giro tersebut kosong. Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 372 juncto  pasal 55 tentang Penggelapan.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016