Surabaya, (Antara Jatim) - Donimasi penggunaan mata uang dolar dalam perdagangan internasional yang dilakukan sejumlah pengusaha Indonesia sulit dilepaskan, karena sebagian besar eksportir masih menganggap dolar lebih stabil ketimbang mata uang lainnya, seperti renmimbi (RMB) atau mata uang Tiongkok.

"Bank Indonesia saat ini marak melakukan sosialisasi agar RMB lebih banyak digunakan pengusaha Indonesia dalam perdagangan internasional, tujuannya agar bisa mengurangi dominasi dolar, namun itu tidak mudah," kata Deputi Pengelola Moneter BI Yuli Nur Jayanti, di Surabaya, Rabu.

Ia mengatakan, Indonesia masih menghadapi banyak kendala dalam penggunaan RMB, padahal harus segera bersiap karena RMB akan menjadi mata uang internasional pada 1 Oktober 2016.

Yuli mengatakan, kendala yang membuat pengusaha susah melepaskan dari dominasi penggunaan mata uang dolar antara lain ketidakmauan eksporter Tiongkok untuk menggunakan RMB. 

"Mereka justru lebih memilih menggunakan dolar ketimbang mata uang mereka sendiri, karena eksporter menganggap dolar lebih stabil ketimbang RMB," ucapnya.

Berdasarkan data BI periode 2015, penggunaan nilai tukar dolar untuk transaksi perdagangan di Indonesia masih tinggi, yakni sebesar 94,5 persen, sedangkan RMB hanya 4,9 persen.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BI Jatim Benny Siswanto mengatakan perdagangan internasional di Indonesia berpotensi menggunakan RMB untuk mengurangi dominasi dolar.

Alasannya, kata Benny, perdagangan internasional Indonesia lebih banyak didominasi Tiongkok yang mencapai 23 persen, disusul Singapura, Jepang, Korea dan Malaysia.

Alasan lain, penggunaan RMB dalam valuta asing masih kecil yakni mencapai Rp120 miliar per hari atau hanya 0,1 persen dari keseluruhan mata uang intenasional.

"Artinya, ini potensi cukup besar dan sebagai upaya untuk lepas dari dominasi mata uang dolar yang sering digunakan dalam perdagangan internasional," ucapnya.(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016