Surabaya (Antara Jatim) - Direktur "Aswaja Center" PWNU Jawa Timur KH Abdurrahman Navis Lc mengkritisi PBNU dengan harapan untuk mengembangkan kepemimpinan yang tidak menjadi "banom" (badan otonom) atau "sayap" dari partai politik.

"NU seharusnya menciptakan sistem yang bisa menghubungkan NU dengan semua politisi, eksekutif, profesional, dan kelompok lainnya, jangan menjadi 'banom' parpol," katanya dalam diskusi di Gedung PWNU Jatim, Surabaya, Selasa.

Dalam diskusi bertajuk "Kepemimpinan Umat, Kepemimpinan Masyarakat" untuk memperingati Hari Lahir (Harlah) Ke-38 Majalah AULA dan Harlah Ke-93 NU, ia menjelaskan PWNU Jatim pernah membentuk "Komisi Maslahah Ammah" (KMA) sebagai "sistem" untuk berhubungan dengan parpol.

"Namun, Komisi Maslahah Ammah itu masih dibentuk hanya dalam kaitan dengan Pilkada semata, lalu berhenti setelah pilkada usai," kata ulama yang juga Wakil Ketua PWNU Jatim itu tanpa mau merinci istilah 'banom parpol' yang dimaksud.

Pandangan itu didukung Pemimpin Umum Majalah AULA H Arif Affandi. "Saya setuju, komisi itu (KMA) dikembangkan untuk menjaga hubungan NU dengan politisi NU di DPR, NU dengan eksekutif, NU dengan profesional, dan sebagainya," katanya.

Mantan Wakil Wali Kota Surabaya itu menilai KMA dapat menjadi sistem yang baik untuk NU guna bisa "menyapa" politisi, eksekutif, profesional, dan pihak luar tanpa harus memosisikan NU untuk "bersentuhan" langsung dengan politik praktis.

"Sistem itu yang harus diciptakan NU dan saya yakin akan bermanfaat untuk NU, karena NU selama ini memang mudah diterima oleh pihak luar, namun sistem untuk mendekatkan NU dengan semua pihak luar itu belum ada," katanya.

Menurut penulis buku "Kepemimpinan Umat, Arus Atas, Arus Bawah" itu, KMA akan memosisikan NU sebagai ormas keagamaan yang tidak perlu sibuk berhubungan dengan persoalan politik praktis.

"NU sendiri sebagai ormas keagamaan dapat berperan untuk mengembangan nilai-nilai politik yang beradab, seperti etika relasional antar-pemimpin pada masa lalu yang saling memahami dalam perbedaan dan tidak menjadikan perbedaan untuk menyalahkan, sehingga tumbuh keteladanan," katanya.

Selain itu, NU juga dapat mengembangkan basis ekonomi kemasyarakatan yang lebih baik, sehingga demokrasi akan semakin ideal seiring dengan membaiknya kesejahteraan yang nanti akan mengikis "politik uang" dengan sendirinya.

Dalam diskusi yang dipandu Pimred Majalah AULA Riadi Ngasiran itu, Direktur "Aswaja Center" PWNU Jawa Timur KH Abdurrahman Navis Lc yang juga pakar hukum Islam itu mengupas tentang kepemimpinan pada masa kepemimpinan nabi.

"Islam itu tidak pernah mengharuskan Negara Islam, karena Nabi Muhammad SAW juga tidak membentuk Negara Islam Madinah, tapi justru merumuskan Piagam Madinah. Jadi, Nabi Muhammad mengutamakan isi daripada sistem. Piagam Madinah itu mirip Pancasila," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016