Belum banyak masyarakat yang mengenal dan tahu akan manfaat daun kelor yang begitu besar terhadap kehidupan manusia, terutama untuk ibu-ibu yang baru melahirkan karena mampu memproduksi dan melancarkan air susu ibu (ASI).

Kelihatannya memang sepele dan jauh dari kata populer, namun khasiat yang ada dalam kandungan daun kelor mampu mengubah asupan gizi seorang bayi, bahkan orang dewasa karena mampu menggantikan protein yang ada dalam kandungan susu.
    
Karena besarnya manfaat dan tingginya nilai gizi dalam kandungan daun kelor tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang gencar mensosialisasikan pengetahuan itu pada masyarakat luas. Dan, dalam waktu dekat ini aan mengolah daun kelor tersebut menjadi bahan pangan olahan.
    
Dr dr Asih Tri Rachmi Nuswantari yang juga Kepala Dinkes Kota Malang ini tidak pernah lelah menyampaikan dan mensosialisasikan daun tersebut sebagai bahan pangan yang kaya akan gizi. Ia pun rela "blusukan" dari Posyandu satu ke Posyandu lainnya untuk mengkampanyekan daun kelor sebagai bahan pangan alternatif untuk memenuhi gizi pada anak dan balita.

"Tahun depan, rencana pengolahan daun kelor menjadi bahan pangan alternatif untuk memenuhi gizi balita dan anak-anak ini diharapkan bisa terealisasai. Program tersebut sekaligus mengganti program pembagian susu dan biskuit bagi balita di Posyandu yang telah berlangsung bertahun-tahun," ujarnya.

Sebenarnya, tak hanya anak-anak, Asih juga mengimbau seluruh masyarakat untuk mengonsumsinya sebagai pengganti protein dalam susu. Susu dan daun kelor sama-sama mengandung gizi tinggi, namun daun kelor menang untuk urusan ekonomis. Sebab, daun itu bisa tumbuh subur dan di pasaran daun itu belum banyak dimanfaatkan sehingga harganya pun jauh lebih murah dibanding harga susu segar.

Kelebihan daun kelor lainnya juga lebih banyak ketimbang susu segar. Daun kelor memiliki kandungan zat besi yang cukup tinggi serta vitamin lainnya, selain protein. Meski memiliki banyak kandungan gizi, konsumsi daun kelor di kalangan masyarakat Kota Malang masih terbatas.

Pemahaman masyarakat soal manfaatnya juga masih minim dan itu bisa dimaklumi, sebab mengonsumsi daun kelor dalam jumlah besar setiap hari merupakan kebiasaan yang tak lumrah, berbeda dengan mengonsumsi segelas susu segar yang dilakukan setiap saat.

"Oleh karena itu, Dinkes terus berusaha mengubah persepsi itu. Kami akan gencar mengenalkan daun kelor. Ini sebenarnya hanya masalah kebiasaan saja. Kalau nanti sudah biasa, pasti akan ada peningkatan konsumsi daun itu dan jangan abaikan keberadaan daun kelor tersebut," tuturnya.

Daun kelor yang kini mulai ditanam di sejumlah lokasi di Kota Malang sebagai pangan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan gizi balita dan anak-anak itu diharapkan juga bisa menjadi alternatif pencegahan gizi buruk di kota pendidikan tersebut. Meski rasio penderita gizi buruk di Kota Malang 67.000:59 atau tidak sampai satu persen, pencegahan terhadap terjadinya gizi buruk dengan mengkonsumsi daun kelor akan lebih baik ketimbang mengobati atau memulihkannya.

Bagi Asih, anak perlu asupan gizi yang layak. Kebanyakan anak dengan gizi buruk berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah sehingga orang tua tidak sanggup memenuhi kebutuhan gizi tersebut. Dan, produk olahan daun kelor ini bisa menjadi solusi, meski tidak menjadi makanan utama, tapi mampu melengkapi kebutuhan protein atau gizi bagi tubuh.

"Jangan gengsi, jangan malu mengonsumsi daun kelor, sebab selain mudah didapat, lebih ekonomis, kandungan gizinya pun tidak kalah dengan bahan pangan yang harganya lebih mahal, seperti susu. Manfaatkan daun kelor ini dengan optimal karena daun ini daun ajaib yang kaya akan gizi," ujar Asih.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016