Surabaya (Antara Jatim) - Alumni Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Drh. Erni Suyanti Musabine, menyatakan ekoturisme bisa menjadi benteng pelestarian alam.

"Masyarakat adalah benteng terakhir dalam pelestarian alam, karena itu menjalankan konsep ekoturisme adalah salah satu strategi untuk menjaga kelestarian alam," katanya dalam siaran pers yang diterima Antara dari Humas Unair Surabaya, Senin.

Saat berbicara dalam "Seminar Ekoturisme: Conservation through Responsible Tourism" yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mahasiswa Pecinta Alam (Wanala) Unair (10/4), ia mencontohkan usahanya sejak tahun 2007 untuk menyelamatkan belasan harimau Sumatera yang terancam punah dengan konsep itu.

"Saya dan tim pernah membuat program Work Camp, yaitu program wisata yang melibatkan turis mancanegara untuk mengikuti aktivitas mahout atau pawang gajah," kata alumni FKH Unair tahun 1994 yang akrab disapa Yanti itu.

Pada program itu, kata Yanti bertugas pada Wildlife Conservation Veterinarian, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu itu, pihaknya mengajak turis asing bekerja sebagai sukarelawan untuk konservasi gajah Sumatera dengan mengikuti aktivitas mahout.

"Para turis ini kami ajak ikut memandikan gajah, memberikan susu kepada anak gajah, dan merawat gajah sebagaimana yang dilakukan oleh mahout. Untuk itu, kami melibatkan masyarakat sekitar sebagai pemandu dan memasak makanan untuk turis," katanya.

Perempuan kelahiran Nganjuk (Jawa Timur) itu menambahkan keterlibatan masyarakat itu akan memutar roda ekonomi masyarakat lokal sebagai nilai plus ekoturisme.

Senada dengan itu, pengajar pada prodi D-III Pariwisata, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair, Nurdin Razak, mengatakan konsep ekoturisme banyak dikenal oleh masyarakat, namun tak banyak yang bisa mengartikan atau memahami konsep ekoturisme sendiri.

"Wacana ekoturisme yang terlanjur beredar hanyalah mengacu pada wisata alam, padahal ada tiga ciri ekoturisme, yaitu konservasi alam, memberdayakan masyarakat lokal melalui ekonomi, dan edukasi, sehingga semuanya berkepentingan dengan alam," katanya.

Ia mencontohkan bagaimana melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan pariwisata di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.

"Saya ubah perspektif masyarakat. Contohnya ada tukang ojek. Saya bilang ke dia, kalau ada sarang elang, beritahu ke saya lalu saya kasih uang Rp150 ribu. Dengan begitu, dia akan menunda untuk memburu sarang elang itu. Begitu seterusnya, sampai saya berhasil mendatangkan pengunjung untuk melihat sarang burung tersebut," tuturnya.

Menurut Nurdin, warga juga perlu diberdayakan dengan kompetensi dan pengetahuan untuk memaksimalkan potensi kekayaan alam dan kekhasan lokal di tempat mereka tinggal. Bila warga sudah memiliki kompetensi yang dibutuhkan, warga akan memberikan pelayanan terbaik kepada para turis.

"Ketika warga sudah bisa berbahasa Inggris, misalnya, ia akan memandu turis mancanegara. Ia kenalkan lingkungan alam itu kepada turis. Ia bisa mengajak turis berkeliling untuk melihat aktivitas warga. Nantinya disitu turis akan mendapatkan pengalaman baru alias transfer knowledge. Apabila turis merasa senang, kemungkinan mereka akan berkunjung lagi ke tempat yang sama," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa konsep ekoturisme tidak sekadar tentang wisata menikmati alam bebas, tetapi bagaimana melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi melestarikan lingkungan dan menjaga kearifan lokal.

"Wisata bahari juga bisa dikelola dengan mengedepankan konsep ekoturisme. Misalnya, kapal kebanggaan suku Bugis, Phinisi. Kalau para turis bisa diajak untuk berpartisipasi atau sekadar melihat cara pembuatan kapal, itu bagus," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016