Surabaya (Antara Jatim) - Panitia Khusus (Pansus) Raperda Minuman Beralkohol DPRD Kota Surabaya akhirnya melakukan diskresi total dengan memutuskan tidak boleh lagi ada penjualan minuman keras di semua lokasi termasuk tempat hiburan malam di Kota Pahlawan.
    
"Dengan hasil ini, maka pansus memutuskan bahwa tidak boleh ada lagi peredaran minuman beralkohol di Surabaya. Semuanya dilarang. Termasuk di diskotek, bar, hotel maupun tempat hiburan," kata Ketua Pansus Minuman Beralkohol DPRD Kota Surabaya Edi Rachmat seusai rapat terbatas di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Kamis.
    
Keputusan pansus tersebut dilakukan dengan cara voting. Voting dilakukan karena pembahasan pansus berjalan alot. Sebagian meminta agar larangan peredaran minuman beralkohol hanya berlaku di hypermat dan minimarket, sementara sebagian lagi bersikukuh agar larangan peredaran mihol berlaku untuk semuanya (diskresi total).
     
Hasilnya, enam anggota pansus sepakat agar larangan berlaku menyeluruh. Mereka adalah Edi Rachmat (Fraksi Gabungan Handap/Hanura, Nasdem dan PPP), Mazlan Mansur (PKB), Rio Pattisilano (Gerindra), Ahmad Zakaria (PKS), Saiful Aidi (PAN) dan Binti Rohmah (Golkar).
    
Sedangkan empat anggota lainnya membolehkan penjualan minuman beralkohol secara terbatas seperti di hotel, bar dan restoran. Mereka adalah Baktiono (PDIP), Didik Adiono (PDIP), Erwin Tjahyuadi (PDIP), serta Dini Riyanti (Demokrat).
    
Edi mengatakan pihaknya sepakat melakukan diskresi dengan melarang seluruh peredaran mihol karena semua pihak, terutama organisasi masyarakat (ormas) juga melarang.
    
"Hasil 'public hearing' menyepakati agar di Surabaya tidak lagi ada minuman beralkohol beredar. Sehingga ini harus diikuti," ujarnya.
    
Keputusan tersebut juga sekaligus mementahkan tudingan miring selama ini, bahwa anggota pansus masuk angin. "Kalau memang kami menerima uang, tentu tidak demikian keputusannya. Kami tegaskan lagi bahwa kami, termasuk clear and clean atas masalah ini," ujarnya.
    
Hal sama juga dikatakan Rio Pattisilano. Ia mengatakan bahwa keputusan final tetap ada di Gubernur. Gubernur, kata dia punya hak untuk menolak atau menyetujui usulan raperda tersebut.
    
"Setelah melakukan public hearing, sikap saya menolak minuman beralkohol di Surabaya," ujarnya.
    
Sementara itu, Anggota Pansus Baktiono mengatakan, sikap yang diambil bersama dua anggota PDIP lainnya adalah bentuk konsistensi. Bahwa selama ini pihaknya memang tidak menghendaki miras beredar di minimarket dan hypermarket.
    
"Sikap kami tetap sama. Mereka (enam anggota) justru berubah-ubah, dulu mereka menolak, lalu dicabut dan sekarang menolak lagi. Ini yang justru harus dipertanyakan," katanya.
    
Alasan lain, lanjut dia, larangan total terhadap peredaran minuman beralkohol di Surabaya juga dianggap sebagai sesuatu yang mustahil. Sebab, Surabaya adalah kota metropolis yang dihuni banyak hotel dan tempat hiburan.
    
"Tidak masalah minimarket di larang. Tetapi kalau bar dan diskotek apa ya mungkin. Ini karena di sana juga banyak oang asing yang berkunjung. Terpenting, miras itu tidak dibawa pulang," katanya.
    
Menurut Baktiono, penataan dengan menyediakan tempat khusus justru lebih tepat. Sebab dengan begitu, konsumsi miras bisa tetap terkontrol. "Kalau dilarang seperti ini, tentu mereka (pengelola hotel dan tempat hiburan malam) akan protes. Apalagi, aturan di atasnya juga membolehkan," ujarnya.
    
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Surabaya Widodo Suryanto mengakui bahwa keputusan diskresi akan menimbulkan dampak besar terutama bagi kunjungan hotel maupun tempat hiburan malam. Sebab selama ini, tempat-tempat tersebut memang dijadikan jujugan bagi orang-orang untuk minum.
    
"Apapun itu, ini sudah menjadi keputusan pansus. Semua juga bergantung pada paripurna dan gubernur nanti. Prinsip ini memang sulit. Sebab aturan di atas memang membolehkan. Lain halnya kalau dilakukan judicial review sekalian. Sehingga tidak ada celah lagi," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016