Surabaya (Antara Jatim) - Pemilik sekitar 1.200 unit angkutan kota (angkot) dari 22 rute di Kota Surabaya memutuskan keluar dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan membentuk kelompok baru yaitu Komunitas Angkutan Kota Surabaya (KKAS).
    
"Kami merasa tidak terwadahi dan tidak terakomodir pendapat dan keluhan kami. Serta kesejahteraan kami juga tidak pernah diperhatikan apalagi dibantu oleh Organda," kata Ketua KKAS Suyanto saat deklarasi KKAS di Gedung Nasional Indonesia Surabaya, Rabu.
    
Ia mencontohkan terkait subsidi tarif untuk anak sekolah dan juga untuk TNI/Polri. Selama ini bertarif 50 persen juga tidak pernah diberi bantuan oleh Organda. Subsidi tersebut justru ditanggung sendiri oleh sopir dan tidak ada bantuan dari Organda.

"Begitu juga saat kondisi penumpang angkot semakin sepi namun juga tidak ada dukungan dari Organda," ujarnya.
    
Di sisi lain, lanjut dia, mereka juga masih belum sepaham dan belum mendapatkan kejelasan soal penerapan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang mewajibkan setiap angkutan harus berbadan hukum.
    
"Kami merasa belum jelas, dari kami yang ada di KKAS ini belum ada satu pun bergabung dengan koperasi maupun badan hukum yang dibentuk oleh Organda," ujarnya.
    
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa koperasi yang dibentuk organda juga belum jalan, salah satunya belum ada kejelasan masalah aset angkutan mereka. Sebab begitu bergabung dengan badan hukum aset angkutan mereka akan terdaftar sebagai aset koperasi. Bahkan akan ada proses balik nama di STNK kendaraan. Dimana tidak lagi menjadi milik pribadi melainkan menjadi atas nama koperasi.
    
Ia mengatakan meski sudah mengaku lepas dari organda mereka mengaku tidak takut kehilangan trayek angkutan. Sebab yang menentukan trayek angkutan itu langsung dari Dishub Kota, bukan lagi lewat organda.
    
Ketua Organda Surabaya Sunhaji menyatakan tidak masalah jika banyak sopir dan pengusaha angkutan yang melepaskan diri dari Organda. Akan tetapi, pihaknya memastikan, jika keluar dari Organda maka yang merugi justru dari pihak pengemudi dan juga pengusaha angkot.
    
"Ya mereka sendiri yang rugi, karena koordinasi baik dari kota maupun pusat terkait angkutan umum ya tentu lewat Organda. Dan Organda adalah satu satunya organisasi resmi yang mengaungi angkutan," kata Sunhaji.
    
Ia menyatakan terkait aturan undang-undang tersebut, harus sudah diberlakukan Maret tahun ini. Sehingga mau tidak mau mereka harus bergabung dalam koperasi yang berbadan hukum.
    
Organda sendiri sudah memfasilitasi dengan membentuk lima koperasi. Namun dari 2.500 angkot yang ada di Surabaya masih belum ada yang bergabung.
    
"Masih banyak yang salah persepsi, yang mengira bahwa aset menjadi milik koperasi. Padahal tidak, memang ada balik nama, akan tetapi masih kami konsultasikan apakah bisa diberi ketergangan di belakang milik kendaraan aslinya. Yang jelas, aset tidak menjadi milik koperasi," katanya.
    
Selain itu, lanjut dia, organda menegaskan, bahwa nantinya jika undang-undang sudah diberlakukan, maka akan ada trayek baru. Trayek baru tersebut diatur langsung oleh organda. "Semua pengaturan trayek baru ada melalui Organda," ujarnya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016