Surabaya (Antara Jatim) - Warga yang melakukan transaksi jual-beli di pinggir jalan di Kota Surabaya mulai 2016 akan dikenai sanksi sebagaimana penerapan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Ketertiban dan Ketenteraman Umum.
    
Kabid Peningkatan Kapasitas SDM Satpol PP Surabaya Denny Christopel, di Surabaya, Senin, mengatakan, sejak akhir tahun 2015 lalu, pihak Satpol PP sudah melakukan sosialisasi pada warga Surabaya di kelurahan dan kecamatan terkait penerapan perda tersebut.
    
"Ada banyak poin yang tercantum dalam perda tersebut yang menyangkut perwujudan kertertiban dan ketentraman umum di Kota Surabaya. Di sana, termaktubkan, bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi," katanya.
    
Sejumlah ketentuan yang disosialisasikan di antaranya ada beberapa hal, yakni yang pertama adalah larangan warga Surabaya untuk melakukan transaksi jual beli di pinggir jalan, tepatnya bagi di pedagangan kali lima.
    
Jadi, lanjut dia, jika ada yang melanggar bagi pembeli maupun penjual akan dikenakan sanksi. Sebab pemkot sendiri sudah menyediakan sentra PKL yang dibangun dengan dana APBD. Ini juga cara yang dilakukan untuk meramaikan sentra PKL yang cenderung masih sepi.
    
Begitu juga dengan warga yang menyeberang tidak di jembatan penyeberangan orang (JPO) atau di traffic light khusus penyeberangan jalan. Secara bergiliran dan periodik, tim dari satpol PP akan melakukan razia keliling di sejumlah titik di Surabaya dan begitu melihat ada pelanggaran akan melakukan penindakan di tempat.
    
"Tidak hanya itu, kami juga akan melakukan pemantauan dan juga penindakan pada warga yang memberikan santunan ke gepeng, anak jalanan dan juga pengemis yang di perempatan jalan. Gepeng, anjal, dan juga pengemis akan kita bawa ke Liponsos, sedangkan warga yang member santunan akan dikenai sanksi," ujarnya.
    
Sanksi yang dimaksud Denny adalah sanksi admistratif yang diberikan kepada warga yang ditindak, yakni pmberian sanksi teguran berupa lisan dan administratif dan juga penahanan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
    
Jadi misalkan ada warga yang melanggar, maka petugas di lapangan akan melakukan berita acara pemeriksaan (BAP) dan diminta KTPnya. "Nah KTP tersebut dibawa ke kantor, dan kami memanggil warga tersebut untuk diberi sanksi administratif dan diberi surat teguran. Kami memilih untuk memberikan sanksi administratif dibandingkan dengan sanksi pidana," kata Denny.
    
Menurut dia, dengan adanya penindakan bersifat administratif ini bisa menghasilkan efek jera pada yang melanggar aturan perda tersebut. Sebab selama ini, jika ada pelanggaran seperti itu, Satpol hanya berwenang untuk melakukan penindakan dan penyuluhan bukan penindakan.
    
Namun dengan adanya perda ini maka akan satpol berwenang untuk melakukan penindakan. Bukan hanya jajan di PKL, member santunan pada gepeng dan anjal dan juga menyeberang tidak di JPO. Melainkan juga pelanggaran lain, seperti membuang sampah sembarangan dan juga parkir liar di pedestrian.
    
"Mulai tahun ini akan kita berlakukan di tahun ini. Sebab perda itu kan dibuat di tahun 2014, pemberlakuannya dua tahun setelah perda itu dibuat. Karena kita sudah sosialisasi sejak akhir tahun lalu, maka tahun ini siap untuk diterapkan. Ya biar malu, masak membuang sampah saja dipanggil ke Satpol PP," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016