Berangkat dari Palembang menuju ke Kota Pahlawan Surabaya, Achmad Saleh (77), menelusuri jejak kerabat dari sang ayah, Muhammad Saleh bin Mualim.

"Untuk menyambung tali persaudaraan yang sempat terputus hampir 50 tahun," ucap Saleh yang pernah menjadi reporter RRI di Sumatera itu.

Kepada keempat anaknya, termasuk Irjen M Tito Karnivian (Kapolda Metro Jaya), Saleh menunjukkan bahwa kakek mereka adalah arek Suroboyo yang pernah tinggal di Jalan Wonorejo.

"Saya sudah sepuh, saya ingin menunjukkan ke anak-anak saya bahwa kakeknya adalah arek Suroboyo," tuturnya setelah menemui kerabat dari ayahnya di Petemon Kali, Surabaya, pekan lalu.

Meski sudah sepuh, daya ingat Saleh masih tajam. Ia menceritakan tentang asal usul keluarganya.

"Tahun 1930-an, ayah saya (Muhammad Saleh bin Mualim) meninggalkan kampung halamannya di Wonorejo Gang II, Pasar Kembang, Surabaya, untuk merantau ke Palembang," ujarnya.

Di Palembang, sang ayah bekerja serabutan, diantaranya pernah bekerja ikut membangun kantor ledeng (sekarang Kantor Wali Kota Palembang).

Juga, sang ayah pernah ikut membangun Jembatan Pasar Indralaya (jembatan dengan sistem buka tutup).

Selain itu, ikut membangun terowongan kereta api Gunung Gajah (jalur kereta tujuan Palembang-Lahat).

Di Lahat itulah, sang ayah menikahi Amisah binti Husin dari Dusun Bandaragung, Lahat. Hasil  pernikahannya dikaruniai tiga anak, salah satunya Achmad Saleh.

Setelah itu, sang ayah ditugasi menjadi mandor kolonisasi Tugumulyo, salah satu lumbung beras di Musi Rawas Lubuk Langgau, yang akhirnya menjadi kawasan transmigrasi.

Sekitar tahun 1975, Muhammad Saleh meninggal di kampung transmigrasi Balitang (OKU). "Ayah saya punya peran membuka transmigrasi di Balitang," terangnya.

    
"Darah" Surabaya

Seiring perjalanan waktu, Achmad Saleh menikahi Kordiyah di Sumatera Selatan dan dikaruniai empat anak yakni Dian Natalisa, M Tito Karnivian, Iwan Dakota dan Viva Argentina.

Tito menempuh pendidikan di akademi kepolisian dan banyak rekan-rekannya yang bertanya, apakah M Tito Karnivian itu orang Palembang atau Jawa?.

"Nggak ada yang salah pertanyaannya. Memang Tito lahir di Palembang, tapi kakeknya dari Surabaya orang Jawa," tuturnya, sembari menoleh kepada Tito.

Selama 50 tahun hingga Tito menyandang Irjen, silsilah keluarga mereka tidak terungkap.

Bahkan, hingga sang kakek wafat di Balitang (OKU) pun tidak sempat menjenguk keluarganya di Jawa.

Nah, di usianya yang senja, Achmad Saleh ayah kandung Tito ini menyempatkan diri menemui keluarganya di Surabaya.

"Tidak hanya menyambung tali persaudaraan yang sempat 'terputus' di Surabaya, tapi kami juga menemui kerabat yang tinggal di Malang," paparnya.

Napak tilasnya menemui hasil, karena di Surabaya menemui saudara yang sekarang tinggal di Petemon Kali, Surabaya, lalu di Malang juga bertemu kerabat di sana.

"Setelah bertemu saudara di Surabaya, Malang, saya plong," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Achmad Saleh juga mengajak anak-anaknya mencari jejak keluarga ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.

"Ayah saya pernah menimba ilmu hingga tingkat 'Ongko Loro' di ponpes yang didirikan pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari itu," ucapnya.

Ia mengaku tidak mempunyai niat apapun, selain ingin menunjukkan kepada Tito dan saudara-saudaranya bahwa mereka ada "darah" Surabaya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015