Surabaya (Antara Jatim) - Ratusan mahasiswa Surabaya mendeklarasikan "MEA 2015: Siapa Takut!!" dalam bentuk formasi mahasiswa membentuk tulisan tersebut pada 18 Desember 2015.

Aksi lapangan basket politeknik itu dilakukan mahasiswa Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya) untuk menandai kesiapannya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Kami menghadapi MEA dengan membuka Pusat Pendidikan Terapan dan Sertifikasi (PETSI)," kata Direktur Politeknik Ubaya, Ir. Benny Lianto Effendy Sabema, M.M.B.A.T di sela deklarasi itu.

Apalagi, Kopertis VII menilai Politeknik Ubaya sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi terbaik di Jawa Timur, sehingga pihaknya melihat MEA sebagai peluang pada era pasar tunggal itu.

"Bentuk konkret partisipasi Politeknik Ubaya untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi MEA dengan membuka PETSI yang akan berupa one stop training atau berbentuk Super Market Sertifikasi," ujarnya.

"One stop training" atau "super market sertifikasi" yang dimaksud adalah Ubaya melayani semua kebutuhan sertifikasi di bidang apapun, seperti layaknya "super market" yang memenuhi semua kebutuhan pelanggan.

"Untuk itu, kami membentuk PETSI yang bertujuan memperbaiki kualitas sumber daya manusia dengan meningkatkan daya saing dan ketrampilan kerja berstandar internasional," tuturnya.

Program sertifikasi standar internasional di PETSI antara lain Bahasa Inggris (TOEIC), pemasaran, hotel dan pariwisata, Akuntansi, Perpajakan, Administrasi bisnis, sekretaris, dan komputer.

Pada bulan November lalu, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) telah menyertifikasi 100 orang di bidang akuntansi yang diikuti oleh pihak profesional maupun umum.

"Untuk ke depannya, kami juga akan membuka sertifikasi di bidang multimedia dan desain grafis, karena tren saat ini mengarah ke sana, terlihat pasar online yang mulai menjamur," katanya.

Langkah serupa dilakukan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). "Kami sudah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP, namun akan kami optimalkan fungsinya," kata Rektor Unesa Prof Warsono.

Selama ini, LSP Unesa hanya diperuntukkan SMK. "Kedepan, kami akan berdayakan untuk mahasiswa kami sendiri dan masyarakat umum," katanya kepada Antara di sela peringatan puncak Dies Natalis Ke-51 Unesa di Gedung Gema Unesa, Surabaya.

Menurut dia, MEA merupakan tantangan dan sekaligus peluang, namun bangsa Indonesia harus melihatnya sebagai peluang, meski Indonesia juga akan menjadi "pasar" karena penduduknya merupakan 50-60 persen penduduk ASEAN.

"Peluang kita ada pada budaya, seni, kerajinan, dan pertanian atau agrobisnis. Mungkin negara lain juga unggul dalam pertanian, tapi pertanian kita unggul dalam jenis tanaman yang lebih bervariasi," katanya.

Untuk itu, Guru Besar PPKN (Pancasila) itu mengatakan universitas harus berperan dalam mendukung peluang atau potensi yang ada melalui jaminan sertifikasi.

"Ijazah itu hanya keunggulan dalam akademik, tapi keunggulan profesi atau vokasi itu perlu sertifikasi," katanya.

Terkait pengembangan profesi melalui sertifikasi itu, Prof Warsono menyatakan Unesa akan mendorong keterlibatan alumni atau ikatan alumni yang sudah unggul dalam pengalaman dan keahlian, seperti teknik listrik.

Sertifikasi Mahasiswa

Lain halnya dengan Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya dan Universitas Narotama (Unnar) Surabaya yang fokus untuk menyiapkan mahasiswa sendiri menghadapi MEA.

Bahkan, Unitomo sudah menyiapkan 2.000 mahasiswa dan Unnar sudah menyiapkan 1.500 mahasiswa yang menempuh sertifikasi profesi di kampus setempat.

Rektor Unitomo Dr Bachrul Amiq menargetkan angkatan pertama sertifikasi keahlian dalam universitas yang dipimpinnya adalah 2.000 mahasiswa dengan berbagai bidang sertifikasi.

"Kami mendapatkan lisensi untuk 12 skema kompetensi dari 19 yang kami ajukan. Nantinya, 2.000 mahasiswa yang akan disertifikasi untuk skema kompetensi eksekutif administratif asisten," katanya.

Skema kompetensi lainnya untuk fasilitator penyuluhan pertanian, kebidanan, pengawasan mutu minuman ringan, budidaya perikanan tambak, dan sebagainya.

"Ribuan mahasiswa itu akan menjalani sertifikasi keahlian yang dilakukan 43 asesor. Kami harapkan proses untuk 2.000 mahasiswa semester terakhir itu akan selesai dalam seminggu," katanya.

Menurut Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)-1 Unitomo, Dr Ir Suyanto MM, pihaknya baru saja mendapatkan lisensi LSP-1.

"Artinya, Unitomo sudah berhak memberikan sertifikasi kepada mahasiswa, termasuk kepada mahasiswa Unitomo sendiri, namun jika perguruan tinggi lain yang belum memiliki lisensi LSP-1 ingin melakukan sertifikasi pada mahasiswanya, maka harus ada kerja sama (MoU) dengan kami," katanya.

Senada dengan itu, Kepala Humas Unnar Surabaya, Evy Retno Wulan, menambahkan mahasiswa yang sudah mengantongi sertifikasi itu akan memiliki nilai plus karena sertifikasi keahlian itu akan membuatnya bisa diterima untuk bekerja dimanapun dalam kawasan MEA.

"Nantinya, lulusan kami tidak hanya mengantongi ijazah dan transkrip nilai, tapi mereka akan mengantongi surat keterangan pendamping yakni sertifikasi sesuai keahlian. Itu nilai plus," katanya.

Ia menjelaskan ke-1.500 mahasiswa yang merupakan angkatan pertama itu telah menjalani uji sertifikasi keahlian pada Jumat-Sabtu (27-28/11) lalu dengan tim penguji oleh 17 dosen dari Unnar sendiri yang sudah terlatih menjadi asesor oleh BNSP.

"Tapi, skema keahlian yang kami terima masih untuk tiga kompetensi yakni juru buku, kasir, dan customer service, karena mayoritas masih dari Fakultas Ekonomi, tapi fakultas lain juga mengambil skema kompetensi customer service," katanya.

Sertifikasi dan Bahasa
Namun, kunci MEA bukan hanya sertifikasi, melainkan juga bahasa.

"Untuk itu, Unesa akan mendorong Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN, karena pengguna Bahasa Melayu mencakup 60-70 persen penduduk ASEAN di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam," kata Prof Warsono.

Pentingnya bahasa pada era MEA itu juga direspons Unitomo yang berencana membuka Kelas Internasional untuk menghadapi MEA dengan program studi unggulan Bahasa Indonesia.

"Untuk mewujudkan kelas internasional, kami telah bekerja sama dengan lima kampus di Thailand, yang terdiri dari dua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan tiga PTS," kata Rektor Unitomo, Dr. Bachrul Amiq, SH, MH, di Surabaya, 4 Desember 2015.

Kelima perguruan tinggi itu antara lain, Rajamangala University of Technology Thanyaburi (RMUTT), Bhurapa University, Bangkok University, Dhurakij Pundit University serta Shinawatra University.

"Pemilihan kampus untuk kerja sama didasarkan pada pertimbangan dengan memiliki reputasi baik dalam kerja sama internasional, apalagi kampus tersebut juga memiliki visi misi yang sama dalam menghadapi MEA," ujarnya.

Sebanyak lebih dari 50 persen penduduk di ASEAN, lanjutnya, adalah warga Indonesia, sehingga untuk menguasai pasar global harus menguasai Indonesia terlebih dahulu, salah satunya dengan cara memperkuat Bahasa Indonesia.

"Untuk menunjang kelas internasional, kami mendorong dosen-dosen untuk studi lanjut S3, jika perlu ke luar negeri, karena Unitomo telah bekerja sama dengan universitas terbaik di Thailand, bahkan bisa menjadi Fakultas Komunikasi terbaik," tuturnya.

Dosen yang mengajar di kelas internasional harus memenuhi syarat seperti mampu dengan baik memahami Bahasa Indonesia serta bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris.

"Sarana dan prasarana seperti ruang kelas dengan standar internasional juga akan kami upayakan, sedangkan asrama untuk mahasiswa luar negeri juga akan disediakan secepatnya," terangnya.

Kelas internasional mulai menerima mahasiswa baru pada bulan Agustus 2016 dengan kuota sekitar 50 mahasiswa yang merupakan program "Darma Siswa Schoolarship" dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Program Darma Siswa Schoolarship dari Kemendikbud ini merupakan mahasiswa asing yang belajar Bahasa Indonesia sebanyak 1.200 orang, mereka akan disebar ke berbagai universitas di Indonesia, salah satunya di Unitomo," tandasnya.
     
Langkah berbeda dilakukan Universitas Narotama Surabaya yang tidak mempersiapkan pembelajaran bahasa, namun menyiapkan pembelajaran kewirausahaan pemuda untuk menangkap peluang kemitraan ekonomi pada era MEA.

Bahkan, Konselor Kerja sama Prancis untuk Indonesia Bertrand de Hartingh datang langsung ke Universitas Narotama Surabaya guna menunjuk universitas itu sebagai mitra dalam membina perekonomian khusus di wilayah kepemudaan.

"Penunjukan itu dilakukan melalui berbagai tahapan seleksi bersama puluhan kampus di wilayah Asia Pasifik. Ini sebuah prestasi bagi pemerintah Indonesia, khususnya juga bagi Universitas Narotama," kata Rektor Universitas Narotama Rr Iswachyu Dhaniarti.

Apalagi, penunjukan ini dilakukan langsung oleh negara, bukan lembaga di Prancis, meski demikian pihaknya tetap melakukan dengan koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

"Semoga, penunjukan ini mampu meningkatkan kerja sama dalam membentuk pemuda, khususnya mahasiswa berwawasan wirausaha yang mampu menghadapi pasar bebas dalam bingkai MEA," ujarnya.

Agaknya, universitas memiliki peran strategis dalam mengirim pesan kepada masyarakat, agar tidak melihat MEA sebagai suatu ancaman, namun justru meningkatkan kemampuan menghadapinya dengan sertifikasi dan kemahiran berbahasa asing serta cinta potensi lokal. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015