Jakarta (Antara) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta pada 10 hingga 12 November 2015 dengan mengambil tema "Memperkuat konsolidasi organisasi untuk meningkatkan peran MUI dalam melayani dan melindungi umat".

Rakernas yang diikuti pengurus MUI pusat dan provinsi serta perwakilan ormas-ormas Islam tersebut  membahas berbagai masukan dan informasi aktual dalam rangka ikhtiar kolektif meningkatkan peran MUI di tengah kehidupan bangsa, demikian pantauan Antara, Kamis.

Forum ini merupakan tindak lanjut hasil Munas IX MUI pada 24-27 Agustus 2015 di Surabaya. Munas tersebut menghasilkan berbagai keputusan, antara lain terbentuknya pimpinan harian MUI masa khidmat 2015-2020 dan Garis Besar Program Kerja MUI 2015-2020.

Ketua Umum MUI Dr KH Ma'ruf Amin dalam sambutan Pembukaan Rakernas pada 10 November 2015 mengemukakan, saat ini MUI semakin mendapat kepercayaan dari umat Islam di Indonesia seperti  terlihat dari semakin tingginya harapan umat terhadap MUI.

"Tentu saja hal ini semakin melecut semangat MUI untuk berkhidmah lebih keras, lebih baik, lebih efektif dan efisien, serta lebih terorganisasi," kata Ma'ruf Amin sambil menambahkan bahwa ke depan MUI semakin mantap memperjuangkan "Izzul Islam wal muslimin" (keluhuran Islam dan muslimin) di negeri ini.

Menurut dia, dengan keterbatasan yang ada, MUI selama ini telah berusaha berperan aktif mengupayakan agar cita-cita tersebut bisa terwujud. Misalnya dalam hal ekonomi, MUI telah memelopori lahir dan berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia.

Pelan namun pasti, upaya yang dilakukan MUI membuahkan hasil. Ekonomi syariah terbukti mampu menjadi bantalan ekonomi nasional di tengah badai krisis ekonomi global. Ekonomi syariah dapat menjadi pintu masuk dalam upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam di Indonesia.

    
Sertifikasi Halal

Menurut KH Ma'ruf Amin, di sektor pangan halal, MUI juga telah memelopori dilakukannya sertifikasi halal sebagai upaya untuk melindungi umat agar mereka terhindar dari makanan yang tidak halal atau diragukan kehalalannya.

Semenjak akhir 1980-an MUI konsisten menggulirkan gerakan sadar konsumsi halal. Gerakan itu kini telah merambah ke hampir semua sektor, baik pangan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika dan barang gunaan. Saat ini sistem dan standar yang dipakai MUI bahkan dijadikan acuan oleh lembaga serupa di luar negeri.

Gerakan halal semakin mantap setelah pemerintah mengesahkan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal yang salah satu pasalnya menyebutkan wajibnya sertifikasi halal produk yang beredar di Indonesia.

Ketua Umum MUI juga menjelaskan, dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, MUI telah melakukan upaya untuk memberikan sumbangsih sesuai dengan kewenangannya, terutama dalam memberikan masukan dan saran dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah lainnya.

MUI berperan aktif dalam melakukan upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan ajaran agama. Misalnya undang-undang tentang pornografi, undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, undang-undang tentang Perbankan Syariah, dan undang-undang tentang Jaminan Produk Halal.

Masalah serius lain yang perlu mendapat perhatian para pengurus MUI adalah semakin mudahnya masyarakat mengakses konten pornografi dan pornoaksi. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat telah menggeser begitu jauh norma kepantasan yang selama ini dipegang erat masyarakat.

Akibatnya, ukuran kesopanan serta kepantasan menjadi "abu-abu" atau tidak jelas. Lambat-laun sikap ini membentuk mentalitas baru, yakni permisif dalam hal moralitas. Maka, saat ini mulai nampak dampak buruk dari krisis moralitas tersebut

"Sebut saja sebagai contoh, semakin banyaknya ditemukan kasus pedofil, penyalahgunaan narkoba, serta kecanduan konten pornografi dan pornoaksi. Kita saat ini sudah dalam kondisi darurat akhlak. Karena itu, gerakan perbaikan akhlak bangsa sangat penting serta harus menjadi program prioritas MUI," kata KH Ma'ruf Amin.

Melalui program tersebut MUI di semua jajaran harus bermitra dengan instansi terkait serta harus melakukan dakwah yang lebih efektif, efisien, dan mengikuti perkembangan teknologi, sehingga MUI dapat membentengi anak-anak serta para remaja dan pemuda dari serangan krisis akhlak tersebut.

    
Islam Wasathiyah

KH Ma'ruf Amin juga mengingatkan pentingnya "Islam Wasathiyah" (Islam moderat), di mana paradigma ini harus bisa menjadi ruh dari setiap gerakan MUI di semua tingkatan seiring makin kuatnya indikasi bergesernya gerakan keislaman ke kutub ekstrem, baik yang ke kiri ataupun ke kanan.

Pergeseran ke kutub kiri memunculkan gerakan liberalisme, pluralisme, dan sekularisme dalam beragama, sedangkan pergeseran ke kutub kanan menumbuhkan radikalisme dan fanatisme sempit dalam beragama.

Pergerakan kedua kutub itu, disadari atau tidak, diakui atau tidak, merupakan gambaran pertarungan ideologi global yang menerjang di Indonesia. Dampaknya, pertarungan tersebut telah memorakporandakan bangunan keislaman yang selama ini telah dibangun oleh para ulama terdahulu.

Ia juga menjelaskan, Islam Wasathiyah adalah keislaman yang mengambil jalan tengah (tawassuth),  berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (i'tidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), dan berkeadaban (tadhabbur).

Pengurus MUI di semua tingkatan dituntut untuk memahami dan menghayati paradigma Islam Wasathiyah itu, sehingga mereka dapat menjadi corong dalam menyampaikannya kepada umat. Setiap pengurus MUI harus mendakwahkan Islam Wasathiyah kepada sebanyak mungkin umat Islam.

Dalam hubungan itu, MUI akan menyiapkan kader da'i di seluruh Indonesia untuk menjadi ujung tombak menyebarkan paradigma Islam Wasathiyah, sehingga pemahaman keislaman sebagaimana yang telah diletakkan oleh para ulama terdahulu bisa hadir kembali dan menjadi jati diri muslimin di Indonesia.


Sumbangsih

Senada dengan Ketua Umum MUI, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada pembukaan Rakernas MUI 2015 mengemukakan, MUI yang kini berusia lebih dari 35 tahun telah mengembangkan diri sebagai pengusung setia wawasan wasathiyah.

"Ini adalah capaian luar biasa yang perlu terus dipertahankan dan dikembangkan. Dinamika ini sejalan dengan apa yang sering dikemukakan oleh Kiai Ma¿ruf Amin mengenai pentingnya mempertimbangkan waktu dan tempat dalam berijtihad pengambilan kebijakan," kata Menag.

Menurut dia, MUI juga perlu masuk ke ranah masyarakat sipil dengan menjadi wadah komunikasi bagi para ulama dalam membicarakan kondisi masyarakat, sehingga MUI bisa menjadi wadah untuk mengadvokasi dan mengagregasikan kepentingan masyarakat kepada pemerintah.

"Sejalan dengan tema Rakernas kali ini, yakni konsolidasi untuk meningkatkan kualitas layanan, MUI harus berdiri tegak sebagai tenda besar yang menaungi bukan saja umat Islam, tetapi juga warga negara Indonesia lainnya," kata Lukman Hakim.

MUI sebagai penyambung lidah ulama dituntut untuk selalu konsisten pada nilai nilai wasathiyah dan menolak sikap intoleran. Kemajemukan umat Islam yang juga kemajemukan bangsa harus disikapi secara arif bijaksana, sebagaimana tuntunan Islam agar bangsa Indonesia mampu mengejar kemajuan, demikian Menag. (*)

Pewarta: Aat Surya Safaat

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015