Warga Yogyakarta boleh bangga karena di daerah istimewa ini memiliki museum yang cukup unik, bahkan dikategorikan sebagai museum terbaik di Indonesia berdasarkan pilihan situs terkemuka "Trip Advisor".

Museum yang terletak di Lereng Gunung Merapi itu bernama Museum Ullen Sentalu yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan Kerajaan Mataram yang tertata rapi.

Di museum tersebut, kita bisa melihat puluhan bingkai lukisan, kumpulan foto keluarga keraton,  alat musik tradisional,  arsip surat, kain-kain batik asli peninggalan leluhur Jawa, dan sebagainya.

Di dalam museum itu pula dapat diketahui bagaimana para leluhur Jawa membuat batik yang memiliki makna mendalam di dalam setiap coraknya.

Selain itu, ada juga berbagai aturan dan tata cara dalam kehidupan keraton yang ditampilkan dalam lukisan tiga dimensi.

Digambarkan pula  masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang cukup demokratis yang memberi kesempatan warganya untuk mengenal lebih dekat kehidupan keraton, serta aktivitas Sultan Hamengku Bowono X.

Tertulis dalam laman Museum Ullen Sentalu "Urip Iku Urup" yang artinya "Hidup itu Nyala" ("Jadikanlah Hidupmu sebagai Terang bagi Sesamamu").  Falsafah inilah yang menjadi dasar didirikannya museum itu atas inisitif  keluarga Haryono, yang juga kerabat dari keluarga Keraton Surakarta dan Yogyakarta.

"Bersama tujuh orang saudaranya, Bapak Haryono merintis pendirian museum tersebut untuk melestarikan kebudayaan Jawa dan memberikan penerangan kepada masyarakat umum tentang kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia," jelas Ida,  pemandu yang setia menemani para pengunjung museum selama sekitar 45 menit.

Museum yang dibangun di atas lahan seluas 1,2 hektare di Taman Kaswaragan, Kaliurang, Sleman, itu dibagi dalam beberapa bagian yang menjadi ruang pamer yang mampu menampilkan budaya dan kehidupan para bangsawan Dinasti Mataram (Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman).

"Pembangunan museum ini dirintis sejak 1994 dan diresmikan oleh KGPAA Paku Alam VIII, selaku Gubernur DIY pada 1 Maret 1997," ucap Ida , alumnus Universitas Gajah Mada yang telah mengabdi menjadi pemandu museum sejak empat tahun lalu.

Dengan lincah dan lancar, Ida yang asli warga Yogyakarta itu menjelaskan makna setiap benda maupun lukisan dan foto-foto koleksi yang berukuran besar yang terpampang rapi di bagian kanan dan kiri dinding di sepanjang lorong berbatu itu.

Ia mengatakan manajemen museum sengaja membatasi jumlah pengunjung yang hendak memasuki ruang pamer itu maksimal 25 orang, dengan alasan dalam ruang yang sempit itu pengunjung dapat secara seksama mendengarkan pemandu dalam menerangkan setiap  sudut ruangan dan setiap benda yang ada dalam museum itu.

Museum yang menampilkan foto silsilah tokoh raja-raja beserta permaisurinya dengan berbagai macam pakaian yang dikenakan sehari-harinya itu selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun internasional. Setiap pengunjung dikenai biaya Rp30 ribu.

"Selama kunjungan para wisatawan dilarang mengambil foto, kecuali setelah berada di ruang bagian luar yang telah kami sediakan," ujar Ida yang juga fasih berbahasa Inggris itu.

Puteri Tineke
Dalam setiap ruangan dalam museum itu mempunyai kisah. Pertama kali kita akan diajak memasuki Ruang Seni dan Gamelan, karena dalam ruangan itu kita jumpai seperangkat alat gemelan hadiah dari Kesultanan Yogyakarta yang masih terawat  dan berfungsi dengan baik.

"Gamelan itu merupakan alat kesenian tradisional yang ada sebelum peradaban Islam masuk ke Pulau Jawa. Melalui kesenian dan hasil karya yang berkembang saat itu, Walisongo memiliki peranan yang cukup besar dalam proses adaptasi dengan Budaya Jawa dalam penyebaran Agama Islam di Jawa," tutur Ida.

Selanjutnya, pengunjung diajak memasuki ruang lainnya yang bernama Goa Selo Giri, yakni lorong yang berdinding batu yang berfungsi sebagai ruang pamer foto, lukisan dan silsilah keluarga keraton yang mengenakan pakaian kebesaran dan macam seni tari yang wajib diciptakan oleh putri raja sebagai karya seni abadi.
      
"Hmm....sangat indah. Kini kita tahu bahwa kehidupan kerajaan dan kecantikan putri serta permaisuri raja tidak hanya ada dalam dongeng, karena kita bisa mendengar kisah mereka dan melihat langsung melalui foto-foto  yang ada," ujar Ambarwati, salah seorang pengunjung dari Kota Surabaya.

Dalam museum itu juga terdapat Ruang Batik Vorstendlanden dan Ruang Batik Pesisiran. Koleksi batik yang usianya sudah ratusan tahun itu dipajang dalam ruang kaca ber-AC dan dilengkapi dengan kamera pengintai (CCTV). Batik yang dipajang itu merupakan koleksi di Era Sultan Hamengkubuwono VII hingga Sultan Hamengkubuwono VIII.  

Saat pengunjung dibawa ke Ruang Syair untuk Tineke, pengunjung dapat melihat kumpulan syair dan puisi yang diambil dari buku kecil GRAj Koes Sapariyam (putri Sunan PB XI, Surakarta) yang akrab dipanggil Tineke. Syair-syair itu ditulis dari tahun 1939-1947.

Salah satu puisi, seperti dikutip dari Blog Purubaya oleh Edi Santana Sembiring, yang menggambarkan kepiluan Tineke karena pria pujaannya tak direstui sang ibunda adalah:.

.....
Kupu tanpa sayap
Tak ada di dunia ini
Mawar tanpa duri
Jarang ada atau boleh dikata tidak ada

Persahabatan tanpa cacat
Juga jarang terjadi
Tetapi cinta tanpa kepercayaan
Adalah suatu bualan terbesar di dunia ini
......

"Wow.....," komentar bareng yang keluar dari para pengunjung saat Ida membacakan petikan puisi itu.

Selama dalam kunjungan itu, decak kagum juga terlontar dari para wisatawan saat melihat ruang khusus yang menampilkan foto-foto putri tunggal Mangkunegara VII dan Gusti Ratu Timur-putri Sultan Hamengku Buwono VII, yaitu GRAy Siti Nurul Kusumawardhani.

Putri keraton yang lahir pada tahun 1921 dan akrab disapa Gusti Nurul itu memiliki kecantikan yang sangat tersohor di kalangan "Lelananging jagad".

Dituturkan bahwa Gusti Nurul tak hanya mahir menari, tapi juga seorang penunggang kuda yang hebat, sekalipun saat itu masih dianggap tabu bagi perempuan. Namun, perempuan ayu itu sangat menentang poligami.

Usai mengunjungi beberapa ruangan, tibalah pengunjung di sebuah ruang "Bale Nitih Rengganis" yang telah tersedia puluhan gelas kecil berisi minuman.

Konon, minuman ini dibuat dengan resep khusus putri raja yang dipercaya akan membuat kita awet muda. "Rasanya sih seperti wedang jahe dan pandan," kata Rina yang dibenarkan oleh pengunjung lainnya yang satu rombongan berasal dari Surabaya itu.

Setelah melihat semua koleksi museum yang terdapat di beberapa ruangan itu, kita dipersilakan melewati koridor sebagai jalan keluar dan kita temukan areal yang sangat indah penuh dengan pohon rindang dan sebuah ruangan terbuka, tempat sejumlah remaja putri berlatih menari di bawah asuhan seorang guru tari.

Ya, museum itu memang mempunyai Art Galery, fasilitas untuk melatih remaja putri mengenal kesenian tradisi yang tetap hidup di negeri ini, Keraton Yogyakarta khususnya.

Selain itu, di ruang terbuka itu terdapat sebuah replika relief Borobudur yang dibuat miring, sebagai bentuk keprihatinan atas berkurangnya rasa peduli terhadap situs budaya dan sejarah Indonesia.

Untuk melengkapi kunjungan wisatawan usai menikmati koleksi yang ada, pemilik museum juga menyediakan Cafe Beukenhof  yang menyediakan sajian makanan ala Eropa.  

Ullen Sentalu perlu dijadikan tempat tujuan wisata "wajib" bila Anda mengunjugi Yogyakarta, seperti yang tertulis dalam laman www.ullen sentalu.com : "A VERY MUST VISIT MUSEUM. Come & admire the Javanese hidden treasure & explore the beauty of stones architecture surroundings." (*)

Pewarta: FAROCHA

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015