Tulungagung (Antara Jatim) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur mengimbau jajaran pemerintah daerah agar membuat peraturan daerah menyangkut peredaran dan perburuan satwa dilindungi di wilayah masing-masing, demi menjaga kelestarian satwa endemik dari ancaman kepunahan.

"Keberadaan perda ini penting, terutama untuk mengendalikan aktivitas perburuan satwa liar di alam bebas, khususnya di hutan-hutan," kata Kepala Seksi konservasi I Bidang wilayah I Balai Besar KSDA Jatim di Kediri, Hadi Suyitno saat dikonfirmasi Antara di Tulungagung, Selasa.

Di wilayah kerjanya, Hadi menyebut masih ada beberapa daerah yang belum memiliki perda tentang perlindungan satwa, di antaranya adalah Pemkab Trenggalek, Kabupaten Blitar serta Nganjuk.

Sementara untuk Kabupaten Tulungagung dan Kediri, lanjut dia, perda sudah dibuat sehingga cukup membantu BKSDA dalam menekan pergerakan para pemburu satwa liar maupun untuk mengontrol aktivitas perdagangan satwa.

"Kami proaktif dalam melakukan persuasi ke daerah-daerah agar segera membentuk perda perlindungan satwa. Jika sudah ada perda, koordinasi dan sinergi dalam upaya konservasi satwa endemik dilindungi bisa lebih efektif," ujarnya.

Ia lalu mencontohkan kasus di Tulungagung. Menurut Hadi, perda terkait perlindungan satwa di daerah penghasil tambang marmer ini sudah membagi area atau kawasan yang boleh dilakukan perburuan maupun tidak.

Selain itu, lanjut dia, perda juga menyebut secara spesifik jenis binatang atau satwa yang boleh diburu serta spesies endemik yang tidak boleh.

"Kalau sudah ada perda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengawalan regulasi oleh BKSDA bekerja sama dengan aparat kepolisian daerah masing-masing," ujarnya.

Hadi mengungkapkan, untuk wilayah Trenggalek BKSDA telah melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran polsek yang tersebar di 14 kecamatan di daerah itu.

Namun untuk Tulungagung, lanjut dia, masih tersisa empat kecamatan yang belum terjangkau BKSDA dalam menyosialisasikan regulasi perlindungan satwa serta spesies-spesies endemik yang diidentifikasi sebagai satwa langka dan dilindungi.

"Sebagian Tulungagung, Nganjuk dan Blitar saat ini sedang menjadi prioritas kami untuk menyosialisasikan PP nomor 7 tahun 1999 tentang fauna langka dan dilindungi yang secara keseluruhan ada 236 jenis," terangnya.

Aktivitas perburuan satwa liar di kawasan hutan dan pesisir selatan Pulau Jawa, khususnya di sepanjang kawasan Trenggalek, Tulungagung dan Blitar bagian selatan menjadi sorotan sejumlah kalangan maupun masyarakat.

Sebab, tingginya aktivitas perburuan telah memicu menghilangnya sejumlah spesies endemik di daerah masing-masing.

Di kawasan pesisir selatan Kabupaten Tulungagung, misalnya, para pemburu bersenjatakan senapan angin ternyata tidak hanya memburu jenis babi hutan yang diidentifikasi sebagai hama, tetapi juga menyerang rusa liar yang masih ada di kawasan tersebut.

"Jenis rusa ini kan dilindungi dari segala bentuk aktivitas perburuan, tapi mereka tembak juga jika ketemu saat berburu. Demikian juga dengan beberapa jenis satwa dilindungi seperti `macan rembah` (kucing hutan), elang, monyet atau spesies langka lainnya," ungkap pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Mitra Usaha di pesisir Pantai Sine, Kecamatan Kalidawir, Jupriyanto.

Ia menggambarkan, populasi binatang liar di dalam kawasan hutan di pesisir selatan Tulungagung saat ini sudah turun drastis.

Ia mencontohkan tupai hutan yang dulu banyak ditemukan di rerimbunan pohon, kini sudah semakin sulit ditemukan.

"Kalaupun ada, jarang sekali. Apalagi yang jenis langka seperti macan tutul, kumbang, dan elang. Dua dari tiga jenis spesies langka ini bahkan sudah tidak pernah ditemukan lagi, padahal dulu banyak," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, aktivis lingkungan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangku Bumi, Mohammad Ichwan mendesak pemerintah daerah untuk menegakkan perda perlindungan satwa yang sudah dibentuk.

Menurutnya, satu-satunya upaya untuk mengembalikan populasi dan keanekaragaman satwa liar di Tulungagung adalah dengan menjaga kelestarian hutan serta memperketat pengawasan demi menegakkan regulasi mengenai perburuan satwa di daerah tersebut.

"Dalam regulasi itu harus diatur mana binatang yang boleh diburu dan mana yang tidak. Dan aturan itu harus dibarengi dengan mekanisme sanksi dan pengawasan di lapangan yang baik," ujarnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015