Surabaya (Antara Jatim) - Kepala Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Haryono, mengungkap aliran dana proyek wisata alam di daerahnya yang berujung pada kasus tewasnya pegiat antitambang Salim Kancil, termasuk aliran dana ke Kapolsek, Kanit Reskrim, dan Babinkamtibmas.

"Kami merasa sebagai mitra dan kalau ada kejadian sering minta tolong malam-malam, karena itu wajar kalau saya memberi insentif. Itu saya berikan dengan ikhlas tanpa paksaan," kata Har saat menjadi saksi dalam Sidang Disiplin Anggota Polri untuk tiga anggota Polri di Ruang Rapat Bidkeu SDM Mapolda Jatim, di Surabaya,Senin.

Sidang disiplin yang dipimpin Wakapolres Lumajang Kompol Iswahab itu menghadirkan tiga oknum Polri terkait tewasnya pegiat antitambang Salim Kancil yakni AKP S (mantan Kapolsek Pasirian/Kasubagopsdal Polres Lumajang), Ipda SH (Kanit Reskrim Polsek), dan Aipda SP (Babinkamtibmas Pasirian).

Selain ketiga terperiksa dari anggota Polri itu, sidang disiplin yang digelar secara terbuka dengan agenda pemeriksaan saksi itu mendengarkan keterangan dari tiga saksi yakni Eko Aji (Kaur Pembangunan Desa Selok Awar-Awar), Haryono (Kades Selok Awar-Awar), dan Harmoko (pengurus alat berat di Desa Selok Awar-Awar).

Dalam sidang yang berlangsung sejak pukul 09.50 WIB hingga 11.20 WIB itu, Kades Haryono dalam kesaksiannya juga menyebut dana proyek wisata alam itu juga mengalir ke Danramil, Babinsa, Camat, Asper Perhutani, tokoh masyarakat, LSM, dan wartawan.

"Seingat saya, kami sudah memberikan insentif ke Kapolsek sebanyak enam kali sebesar Rp1 juta per-bulan, tapi hanya satu kali yang saya serahkan sendiri secara langsung, sedangkan lainnya saya titipkan Babinkamtibmas," ungkapnya.

Untuk Kanit Reskrim Polsek setempat, pihaknya telah menyerahkan insentif sebanyak tiga kali sebesar Rp500.000 per-bulan. Untuk Babinkamtibmas juga sebesar itu (Rp500.000/bulan). Nilai yang tidak jauh berbeda juga diberikan kepada Danramil Rp1 juta/bulan, Camat Rp1 juta/bulan, dan Babinsa Rp500.000/bulan, namun nilai agak besar diberikan Asper Perhutani Rp2 juta/bulan dan pendamping LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Rp2,5 juta/bulan.

Dalam sidang yang dipantau langsung Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono itu, Kades Har mengaku pihaknya memang menambang pasir untuk proyek wisata alam yang sudah dikoordinasikan dengan LMDH dan jajaran terkait, seperti Camat, Kapolsek, dan Danramil.

"Tapi, saya akui kalau salah, karena pasir itu kami jual tanpa izin, dan kami juga menarik restribusi kepada truk yang keluar-masuk proyek pengembangan wisata alam itu yakni Rp270 ribu untuk setiap truk yang dalam sehari mencapai 80-100 truk yang keluar-masuk proyek," ucapnya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015