Surabaya (Antara Jatim) - United Nations Environment Programme (UNEP) mencatat Indonesia merupakan negara yang paling rentan di Asia terhadap perubahan iklim, bahkan kerentanan Kota Surabaya berada pada urutan ketiga di Tanah Air.

Hasil kajian UNEP itu dipaparkan Rektor ITS, Prof Ir Joni Hermana MScEs PhD, saat menjadi pembicara perdana dalam "Seminar on Climate Change" yang digelar Institut Francais Indonesia (IFI) bekerja sama dengan ITS di Auditorium Pascasarjana ITS Surabaya, Selasa.

"Kerentanan itu meliputi kemungkinan terjadinya bencana, sensitivitas penduduk terhadap climate change, dan sejauh mana kesiapan kita menghadapi itu," kata guru besar di bidang pencemaran udara dan perubahan iklim itu.

Bahkan, ia menemukan hal menarik, karena berdasarkan penelitian yang ia lakukan bersama tim selama 13 tahun, menunjukkan ternyata tidak ada korelasi langsung antara aktivitas manusia dengan peningkatan suhu bumi.

Aktivitas manusia yang dimaksud Joni meliputi penggunaan energi, kendaraan, dan aktivitas pertanian. "Jadi, peningkatan suhu di permukaan bumi memang disebabkan perubahan iklim yang bersifat global," katanya.

Oleh karena itu dibutuhkan daya adaptabilitas yang tinggi terhadap fenomena perubahan iklim yang serius, terlepas dari apakah itu disebabkan oleh aktivitas antropogenik maupun perubahan iklim global, nyatanya suhu permukaan bumi kian memanas.

Senada dengan itu, Direktur Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Prof Dr Edvin Aldrian BEng MSc, menyatakan meningkatnya suhu permukaan bumi tersebut membutuhkan proses adaptasi dan mitigasi yang harus dilakukan manusia agar dapat bertahan hidup.

"Di antara adaptasi yang dapat dilakukan adalah menekan laju emisi gas rumah kaca dan penghematan terhadap penggunaan energi listrik. Hari Raya Nyepi di Bali yang tidak ada aktivitas menggunakan energi listrik, mampu mengurangi emisi karbondioksida sebesar 30 persen. Ini sangat luar biasa," ungkapnya.

Selain itu, penelitian untuk meminimalkan dampak perubahan iklim juga harus terus dilakukan sebagai manifestasi dari "climate change mitigation".

Pembicara lain dari keilmuan Teknik Elektro, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Teknik Sipil, Arsitektur, Teknologi Kelautan, dan Pertanian, adalah Refi Kunaefi ST MSc (Aquo Energy Prancis), Dr Ir Ria Asih Aryani Soemitro MEng (ITS), Dr Ir Wirawan DEA (ITS), Dr Ir Murni Rachmawati (ITS), serta Dr Ir Gunawan Nugroho ST MT (ITS). (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015