Sidoarjo (Antara Jatim) - Sejumlah asosiasi pengusaha di Jawa Timur menolak kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2016, menyusul semakin lesunya kondisi ekonomi yang ada saat ini.

Wakil Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, Peter S. Tjioe mengatakan kenaikan UMK 2016 sebesar 22 persen hingga 25 persen sesuai tuntutan buruh saat demo pada Senin (1/9) adalah tidak realistis, karena akan memberatkan pengusaha.

"Oleh karena itu, kami tetap memberlakukan besaran upah bagi pekerja sebesar Rp2,7 juta/bulan di ring I yakni Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Mojokerto yang mengacu ketentuan tahun 2015," katanya dalam siaran pers yang diterima Antara di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, keberlangsungan dunia usaha, khususnya industri manufaktur yang mengandalkan bahan baku impor, saat sekarang sangat mengkuatirkan, seiring meningkatnya nilai kurs mata uang dolar AS.

"Kondisi dunia usaha saat ini cukup berat. Pengusaha dan pekerja harus satu visi guna menjaga keberlangsungan kegiatan industri, agar pabrik tetap bisa beroperasi guna menyediakan lapangan kerja dan pendapatan pasti kepada pekerja," uacapnya.

Ia mengemukakan, industri berorientasi ekspor mengalami kelesuan permintaan order, dan "buyers" di sejumlah negara minta penurunan harga produk asal Indonesia seiring meningkatnya nilai kurs mata uang dolar AS terhadap rupiah.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur, Sherlina Kawilarang, menyatakan penolakan terhadap kenaikan UMK 2016.

"Kami tidak mau ada kenaikan UMK 2016. Kenaikan UMK 2015 saja sudah tak wajar dengan besaran Rp2,7 juta/bulan di ring I," ujarnya.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015