Bojonegoro (Antara Jatim)- Pakar komunikasi massa Universitas dr Soetomo Surabaya, Jawa Timur, Prof Dr H. Sam Abede Pareno, menyatakan ikatan "sapu lidi" Bangsa Indonesia harus diperkuat, sebagai usaha untuk menyapu bentuk rasialisme, diskriminasi, superioritas agama dan terorisme.
    
"Sapulidi yang terikat kuat itu telah berusia 70 tahun. Dalam riwayatnya telah digunakan untuk menyapu berbagai bentuk rongrongan dan pemberontakan agar rakyat dan negara ini tenang, makmur, sentosa," katanya, dalam seminar Kebangsaan, yang digelar Kodim 0813 Bojonegoro, Sabtu.
    
Tapi, kata dia, di sana-sini masih saja ada pihak-pihak yang berusaha merusak ikatan "sapu lidi" Bangsa Indonesia, dengan cara memaksakan kehendak, seperti kasus tragedi Tolakara, di Papua.
    
"Tidak ada jalan lain bagi kita kecuali memperkuat ikatan "sapu lidi" Bangsa Indonesia," katanya, menegaskan.
    
Lebih lanjut ia menjelaskan ikatan "sapu lidi" Bangsa Indonesia, hanyalah merupakan simbol banyaknya pulau dan suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, dan golongan di Indonesia.
    
Dari sensus Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia terdapat 1.340 suku bangsa, 746 bahasa daerah, enam agama dan sejumlah aliran kepercayaan, dan beragam ideologi politik dari 237,6 juta penduduk yang mendiami 17.500 pulau (tapi versi PBB 13.466 pulau).
    
Bupati Bojonegoro Suyoto, yang juga tampil sebagai pembicara, mengajak warga di daerahnya meningkatkan kemampuan, agar bisa membuat sesuatu yang bisa dijual, agar bisa bertahan.
    
Apalagi, menurut dia, Bangsa Indonesia, saat ini juga menghadapi perang proksi ((proxy war).
    
"Kunci kemenangan dalam menghadapi "proxy war", yaitu kita harus mampu menjual sesuatu yang bisa dibeli bangsa lain," ucapnya.(*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015