Surabaya (Antara Jatim) - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya mengonsultasikan fenomena keberadaan calon tunggal dalam pilkada serentak, khususnya di Surabaya ke Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat.

Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono mengatakan sampai saat ini, pasangan petahana Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana yang diusung PDIP masih sebagi pasangan tunggal yang didaftarkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya.

"Upaya untuk mengajukan gugatan dan uji materi terkait aturan Pilkada telah kami lakukan. Namun, hal ini memerlukan pendapat dari akademisi," katanya.

Beberapa delegasi perwakilan DPC PDIP Surabaya yang mendatangi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya di antaranya, Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono, Bendahara DPC PDIP Surabaya Budi Leksono dan Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Anas Karno.

Kedatangan rombongan berjumlah sekitar tujuh orang ini diterima oleh akademisi Fakultas Hukum Unair yang juga ahli Hukum dan Tata Negara yakni, Radian Salman, SH, LL.M. dan M. Syaiful Aris, S.H., M.H.

Menurut Didik, langkah hukum yang telah diajukan oleh DPC PDIP Surabaya, menggugat Undang-Undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 yang menjadi dasar terbitnya PKPU 12 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah.

Pertemuan yang berlangsung selama satu jam dan bersifat internal tersebut, kata dia, mencari langkah konkret, jika penerapan aturan atau UU Pilkada didapati adanya celah cukup besar.

"Hal ini harus dipecahkan. Agar tidak menjadi kebuntuan politik," katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik Unair Radian Salman mengemukakan, pengajuan uji materi maupun gugatan terhadap PKPU Nomor 12 Tahun 2015, dan UU Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada sah-sah saja dilakukan.

"Itu sebagai langkah dalam mencari norma-norma yang dinilai menjadi celah dan tidak diatur dalam pasal-pasalnya," ujarnya.

Pengamat Politik sekaligus Dosen Tata Negara Unair Surabaya ini menambahkan, munculnya boikot Pilkada justru tidak mengedepankan sisi demokrasi sebab akan menimbulkan dampak yang luar biasa. "Khususnya dalam pembangunan kota akan terhambat," ujarnya.

Solusinya, lanjut dia, pengaturan tata cara dan teknis Pilkada harus dibuat lebih detail, sehingga tidak ada tafsiran yang berbeda. "Ke depan memang harus demikian dalam rumusan pembahasan di dalam Undang-undang yang mengatur," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015