Surabaya (Antara Jatim) - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menyatakan terbitnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah dalam Pilkada Surabaya 2015 yang berpotensi ditunda hingga 2017 akan rawan gugatan.

"Terhadap fakta hukum yang baru ini (PKPU 12/2015), saya melihat akan terjadi rawan gugatan JR (Judicial Review) atau PK (Peninjauan Kembali) di Mahkamah Agung karena berpotensi terjadi bukan hanya di Pilkada Surabaya, tetapi di banyak daerah yang kutub pemilihnya sudah sangat jelas menginginkan petahana terpilih kembali," kata Wakil Ketua PDIP Surabaya Didik Prasetiyono kepada Antara di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, bunyi pasal 89 PKPU 12/2015 jelas dan tidak intepretatif bahwa bila pada penutupan pendaftaran calon hanya ada satu pasangan, maka penundaan dilakukan selama tiga hari dan bila tetap satu pasang akan ditunda di pilkada serentak berikutnya atau 2017.

"PDIP Surabaya akan segera melakukan rapat terhadap aturan baru ini dan respon resmi akan diberikan setelah rapat tersebut," kata mahasiswa di MHP Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga tersebut.

Ia mengatakan PKPU adalah aturan hukum yang harus dipatuhi oleh semua pihak sebagai sebuah aturan hukum dalam pemilu. Ia menilai pengaturan ini masalah prinsip dan harusnya diatur oleh sebuah aturan setingkat Undang-Undang, misalnya revisi UU 8/2015 tentang Pilkada atau sebuah Perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang).

Kalau PKPU itu, kata dia, seharusnya bersifat teknis dan administratif, seperti jadwal, tahapan, bentuk formulir syarat pencalonan maupun teknis verifikasi dukungan calon perseorangan.

Tentunya, lanjut dia, PKPU ini akan timbul ketidakstabilan politik dimana kehendak dan hak konstitusional rakyat untuk melaksanakan pemilu dipatahkan oleh kehendak segelintir partai yang menyandera proses pemilu.

Judicial review, kata dia, pada prinsipnya merupakan upaya pengujian oleh lembaga yudisial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Pemberian kewenangan kepada hakim sebagai penerapan prinsip "check and balances" berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara dan cita-cita negara hukum (rechtsstaat) atau "rule of law".

"Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim tetapi lembaga parlemen, maka disebut dengan istilah legislatif review," katanya.

Terhadap munculnya PKPU 22/2015 dan potensi yang terjadi untuk pilkada Surabaya telah disampaikan kepada DPP PDIP.

DPP akan mengeluarkan sikap terhadap hal ini, opsinya ada tiga menerima (dengan konsekwensi penundaan 2017), mengajukan judicial review ke MA, mengajukan legislatif review (revisi undang-undang) di DPR ataupun Perpu ke Presiden. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015