Teringat musim arus mudik tahun lalu, tahun 2014, baru pertama kali merasakan bagaimana pulang ke kampung halaman.

Ya, setahun lalu, kebetulan sedang menjalani masa tugas, yang saat bulan suci Ramadhan hingga Hari Raya Idul Fitri berada di Ibu Kota.

Tentu saja, manakala waktu libur kerja tiba, ada kesempatan untuk mudik. Pertama kali mudik memang karena selama ini tak pernah ke mana-mana saat Lebaran tiba, sebab Surabaya adalah tanah kelahiran.

Tentu senang bukan kepalang, pergi ke stasiun, bawa tas punggung besar, membawa sekardus berisi sedikit oleh-oleh yang dibeli dari Pasar Baru untuk sanak saudara, bersama-sama ratusan pemudik lainnya mangantre tiket di loket.

"Teng..teng..teng..teng.. Diinformasikan bagi penumpang kereta api Argo Bromo Anggrek malam jurusan Stasiun Pasar Turi Surabaya, diharapkan segera naik," terdengar pengumuman dari pengeras suara di Stasiun Gambir, Jakarta.

Tak menunggu lama, saat kereta api sudah di jalurnya, diselingi sedikit desakan masuk ke pintu kereta menunggu satu per satu penumpang naik.

Pramugari berparas menawan berseragam biru muda dengan topi di kepalanya, seolah menghilangkan rasa jenuh menunggu antrean di depan pintu. Terlebih saat senyumnya menyungging dari bibirnya. Menentramkan. Subhanallah..!!

Masuk gerbong kereta, masih merasakan antrean karena para penumpang sibuk mencari nomor kursi. Syukurlah tidak sedikit petugas dengan cekatan membantu, khususnya kepada penumpang yang usianya lanjut. Ada juga petugas yang rela mengangkatkan koper ke atas tempat penyimpanan tas di dinding-dinding kereta.

Nomor kursi sudah ketemu. Tas sudah tersimpan. Duduk dengan kaki selonjoran, nyaman sekali. Dinginnya hawa yang keluar dari air conditioner (AC) menuntun tangan untuk menarik selimut yang sudah disiapkan. Mata pun terbawa kantuk, ingin rasanya terpejam.

Tak berselang lama... "Juk jak juk..juk jak juk..kereta berangkat.. Juk jak juk..juk jak juk..hatiku gembira.."

Perjalanan mudik untuk kali pertama ke Kota Pahlawan dimulai.

Kereta api memang menjadi satu moda transportasi yang paling nyaman. Selain berangkat dan datang tepat waktu (terlambat pun tak lebih dari sejam), kebersihan, kenyamanan dan pelayanan ramah menjadi hal yang tidak sulit ditemukan sekarang.

Berbeda dengan beberapa tahun lalu, banyak pedagang lalu lalang, asap rokok berterbangan di mana-mana, penumpang duduk bukan di kursi sesuai nomor, kadang berdiri, kadang duduk sembarangan, berdesakan jadi satu.

Belum lagi penumpang yang membawa tas bertumpuk, baju penuh keringat akibat perjuangan masuk ke kereta, membuat "si ular besi" menjadi moda transportasi paling menjengkelkan, paling mengecewakan dan paling ditinggalkan. Kecuali mereka yang terpaksa menggunakannya karena harga murah dan terbebas dari kemacetan di jalan.

Dari tahun ke tahun, perubahan pelayanan dan fasilitas kereta api sukses mencuri perhatian rakyat. Tiket yang dijual sejak H-90 atau tiga bulan sebelum keberangkatan, kadang tak cukup memenuhi pelanggan. Tiket kereta api cadangan yang disediakan khusus untuk menyambut Lebaran pun ludes hanya dalam hitungan jam, bahkan menit.

Kenyamanan itulah yang menjadi kartu as. Sebagus apapun moda transportasi, tanpa kenyamanan di jalan, dijamin tak ada yang tertarik menggunakannya. Ada pun itu karena terpaksa demi bertemu keluarga di desa.

Kereta api kelas ekonomi pun tak jauh beda dengan kelas bisnis maupun eksekutif. Fasilitas-fasilitasnya tak jauh berbeda, kenyamanannya nyaris sama. Hanya harga tiket yang membedakannya.

Selain kereta api, moda transportasi darat lainnya, yakni bus, juga perlahan berubah menjadi lebih baik. Terminal-terminal di berbagai kota kini direnovasi dan membuat pemudik kerasan meski harus menunggu berjam-jam.

Bus-bus pun banyak yang diremajakan. Fasilitas di dalam pun tak kalah mentereng, mulai normalnya AC, bebas asap rokok, penumpang tak berdesakan, pedagang asongan tak sembarangan, dan yang terpenting keramahan pelayanan mulai ditumbuhkan.

Kemudian, moda transportasi udara, tidak perlu dipertanyakan lagi. Kenyamanan dan keramahan, serta waktu yang cepat dan tepat sudah bukan hal istimewa bagi pemudik menggunakan pesawat terbang.

Maklum, harga tiket yang lebih mahal berkali-kali lipat dari bus dan kereta api kelas ekonomi menjadi fasilitas utama karena sudah diatur dalam standar operasional prosedur keselamatan.

Namun, kondisi berbeda dirasakan penumpang pengguna moda transportasi laut, terutama bagi mereka yang memiliki saudara dan kerabat di wilayah kepulauan, seperti Pulau Kangean, Pulau Masalembo, Pulau Sapeken dan pulau-pulau lainnya.

Kurang tersedianya armada kapal penumpang, menjadi salah satu faktor bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyulap kapal barang ditumpangi pemudik.

Kesannya seolah dipaksakan memang. Ganasnya ombak di laut lepas di perairan sekitar Madura bisa menghempaskan kapal yang di dalamnya dimodifikasi sekian rupa untuk pemudik.

"Meski kapal barang, tapi standar prosedurnya aman dan sudah dimodifikasi, serta sudah diberi izin oleh kesyahbandaran," ujar Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur, Wahid Wahyudi.

Sama seperti tahun lalu, angkutan mudik gratis menggunakan angkutan laut disediakan untuk tiga trayek, yaitu Surabaya - Pulau Masalembo, Tanjung Wangi (Banyuwangi) - Pulau Sapeken, dan Kalianget (Sumenep) - Pulau Kangean.

Setiap rute disediakan satu kapal yang akan melayani 12 perjalanan dengan masing-masing perjalanan bisa mengangkut 200 orang.

Jadi, total satu jurusan mengangkut 2.400 penumpang, kalau tiga rute berarti untuk angkutan mudik dan balik gratis ini akan menampung 7.200 penumpang.

Kendati demikian, animo pemudik untuk bisa bertemu dan silaturahim dengan keluarganya sangat tinggi. Bahkan, terjadi kendala rutin saat warga tak terdaftar dan tak bertiket memaksa masuk kapal.

Kelebihan penumpang, berdesakan, tak bisa menyelonjorkan kaki dan merebahkan punggung di lantai dek kapal membuat mereka tak nyaman. Tapi, tingginya hasrat bertemu sanak famili seolah menomorduakan kenyamanan, bahkan keselamatan.

Dari tiga moda transportasi tersebut, para calon-calon pemudik harus mempersiapkan segalanya sebelum berangkat. Tas berisi perlengkapan, pakaian secukupnya, obat-obatan harus tersedia. Dan yang paling terpenting, tiket jangan sampai tertinggal. Kalau tidak, bisa-bisa ketinggalan kereta.

Dua pekan menjelang Lebaran 2015, stasiun, terminal, pelabuhan dan bandara mulai didatangi. Semoga angkutan-angkutan mudik yang tersedia, baik umum maupun gratis, bisa membantu memperlancar arus mudik hingga balik.

Fasilitas dan kenyamanan memang utama, tapi keselamatan tak ada duanya. Nyawa itu tidak ada harganya, rek!

Hati-hati di jalan...!!(*).

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015