Oleh Zubi Mahrofi

    Jakarta,  (Antara)  - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat tipis sebesar tiga poin ke posisi Rp13.323 dibandingkan posisi sebelumnya berada di Rp13.326 per dolar AS.

"Mata uang rupiah menguat terhadap dolar AS menyusul neraca perdagangan Indonesia periode Mei yang tercatat surplus, kondisi itu menaikkan optimisme terhadap likuiditas dolar AS di dalam negeri," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Selasa.

Akan tetapi, menurut dia, masih ada kekhawatiran di dalam negeri menyusul menurunnya kinerja impor dibandingkan perbaikan ekspor, situasi itu dapat membangkitkan sentimen negatif terhadap perlambatan ekonomi.

Di sisi lain, lanjut dia, pasar keuangan dunia juga masih akan mengalami volatilitas tinggi menjelang pengumuman hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada pekan ini.

"FOMC akan disimpulkan pada Kamis (18/6) dini hari nanti. Beberapa ekonom percaya bahwa kenaikan suku bunga the Fed tidak akan terjadi di bulan Juni," katanya.

Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa menurunnya kinerja impor menunjukan adanya perlambatan permintaan barang produksi di dalam negeri akibat melambatnya perekonomian selama tahun 2015 ini.

Dalam data Badan Pusat Statistik menyebutkan nilai impor golongan bahan baku selama Januari-Mei 2015 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 18,91 persen.

Ia mengharapkan bahwa penyerapan anggaran infrastruktur pemerintah pada semester II mendatang lebih optimal sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.


IHSG

    Sementara itu,  Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa dibuka menguat tipis sebesar 9,59 poin atau 0,20 persen menjadi 4.847,38.

         Sementara kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 bergerak turun 2,08 poin (0,35 persen) menjadi 827,96.

         "Faktor teknikal menjadi salah satu pendorong bagi IHSG BEI untuk bergerak ke area positif setelah mengalami tekanan cukup dalam pada perdagangan kemarin (Senin, 15/6)," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Selasa.

         Reza menambahkan bahwa adanya aksi beli dari pelaku pasar asing meski masih cenderung minim, cukup memberikan sentimen positif bagi pergerakan indeks BEI, situasi itu diharapkan dapat mengimbangi sentimen negatif bursa eksternal yang mayoritas tertekan.

         Kendati demikian, menurut dia, penguatan indeks BEI diperkirakan masih terbatas karena pola pergerakan IHSG pada Juni 2015 menyamai posisi bulan Juni tahun lalu yang cenderung melemah.

         "Juni merupakan periode dimana banyak perusahaan akan membagikan dividen ke pemegang saham, termasuk yang berada di luar negeri, situasi itu dapat mendorong alirang dana asing keluar dari dalam negeri," kata Reza.

         Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menambahkan bahwa laju IHSG BEI juga masih dibayangi oleh sentimen dari Amerika Serikat menyusul akan dirilisnya hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) terkait suku bunga acuan AS (Fed fund rate).

         "Meski ekonomi AS belum sepenuhnya membaik, namun masih ada kekhawatiran dari pelaku pasar the Fed akan menaikan suku bunganya," ujar Kiswoyo.

         Menurut dia, selama belum adanya kepastian waktu dari the Fed untuk menaikkan suku bunganya maka kondisi pasar saham global, termasuk IHSG BEI akan terus mengalami gejolak dengan kecenderungan melemah.

         Bursa regional, di antaranya indeks Bursa Hang Seng melemah 183,25 poin (0,68 persen) ke level 26.678,56, indeks Nikkei turun 127,17 poin (0,62 persen) ke level 20.260,62, dan indeks Straits Times melemah 23,76 poin (0,72 persen) ke posisi 3.299,25. (*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015