Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menyatakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) harus memahami kode etik penyelenggaraan Pemilihan kepala Daerah (Pilkada) Surabaya 2015.
    Ketua KPU Surabaya Robiyan Arifin, di Surabaya, Minggu, mengatakan, PPK harus memahami bahwa kode etik Penyelenggara Pemilu adalah satu kesatuan landasan norma moral, etis, dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang mengatur hal-hal yang diwajibkan, yang dilarang, serta yang patut atau tidak patut dilakukan, baik dalam tindakan maupun ucapan.
    "Kode etik ini menjadi pegangan kita yang sangat penting agar kita bisa lebih baik lagi," katanya.
    Adanya kode etik ini, kata dia, bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas para pengelenggara pemilihan umum, baik  KPU RI, tingkat provinsi, KPU tingkat kota/kabupaten, hingga badan ad hoc lainnya seperti PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN, serta anggota Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan Panwaslu di semua tingkatan.
    Robi melanjutkan, dasar hukum kode etik ini adalah Undang-Undang Nmor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014, Peraturan KPU No. 7 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu 2014, yang diubah terakhir dengan Peraturan KPU No. 6 Tahun 2013, serta Peraturan Bersama KPU, BAWASLU dan DKPP  No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012 dan No. 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
    "Kode etik ini bersifat mengikat, wajib dipatuhi, serta berlaku bagi seluruh jajaran sekretariat penyelenggara Pemilu. Sementara penegakannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait penegakan disiplin dan kode etik kepegawaian. Penyelenggara Pemilu yang melanggar Kode Etik bisa dikenai sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap," katanya.
    Robi juga menjelaskan mengenai prinsip dasar etika dan perilaku bagi para penyelenggara pemilu, di antaranya adalah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menunjukkan  penghargaan dan kerja sama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara untuk kepentingan bangsa dan negara, menjaga dan memelihara nama baik negara, serta memelihara dan menjaga kehormatan lembaga Penyelenggara Pemilu.
    Kepada seluruh anggota PPK, Robi juga memaparkan asas-asas penyelenggara pemilu. Asas-asas itu di antaranya adalah mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efiensi, dan efektivitas.
    Dia meminta agar penyelenggara pemilu menjaga dan memelihara netralitas, imparsialitas, dan asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis serta tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya.
    Selain itu, Robi meminta para anggota PPK menolak menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya yang apabila dikonversi melebihi standar biaya umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) jam, dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari calon peserta Pemilu, peserta Pemilu, calon anggota DPR dan DPRD, dan tim kampanye.
    "Ini untuk mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan, baik langsung maupun tidak langsung, serta untuk mewujudkan pilkada yang berintegritas," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015