Salah satu kekhasan produk kuliner di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, adalah rasa sambalnya yang super pedas. Warga di sekitar Kabupaten Banyuwangi, khususnya Bondowoso dan sekitarnya memiliki penggambaran yang khusus tentang pedasnya masakan di wilayah budaya Using itu. "Kalau di warung minta pedas, nanti disuguhi sambal yang pedas sekali. Kalau minta 'puuedes' (sangat pedas), nanti yang disuguhkan pedasnya betul-betul 'beracun'," demikian Evy, warga Bondowoso, menggambarkan sambal di warung-warung di Banyuwangi. Karena itu bagi mereka yang tidak suka dengan masakan pedas, harus berhati memiliki diksi, meskipun hanya sekadar berbicara soal sambal. Di antara kuliner pedas itu, agaknya "posisi" tertinggi dan menjadi ikonnya adalah "sego tempong". Sego adalah nasi dan tempong adalah ditampar. Kedua kata itu berasal dari bahasa Jawa. Dinamai sego tempong karena setelah makan serasa ditampar akibat pedasnya sambal. Kata tempong jika merujuk ke Kamus Bahasa Indonesia berarti "melemparkan sesuatu menuju sasarannya". Karena itu bisa juga menikmati pedasnya nasi tempong itu serasa dilempar sesuatu. Meskipun tergolong masakan tradisional, hampir seluruh sudut kota di kabupaten paling timur Pulau Jawa itu tersedia warung yang menyajikan sego tempong. Sego tempong itu adalah perpaduan antara nasi dengan sayur kuluban (direbus atau dikulub), seperti bayam, selada air, terung rebus, atau sawi. Lauknya bisa tahu, tempe, ikan asin, dan gimbal (dadar) jagung. Sambal yang super pedas itu ditaruh atas nasi dan ayur. Bahan utama sambal sego tempong adalah cabai dan terasi yang ditambah dengan sedikit gula. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang terus mengangkat banyak potensi daerahnya menjadi dikenal ke berbagai wilayah, bahkan mancanegara, sehingga meningkatkan ekonomi warga, berusaha mengangkat "muruah" sego tempong. Pemkab Banyuwangi dalam kegiatan tahunan festival kuliner, tahun 2015 ini mengangkat sego tempong dari tahun sebelumnya rujak soto. Festival sego tempong digelar di Taman Blambangan, Kota Banyuwangi, Sabtu (27/3). Festival yang diikuti ratusan peserta itu menghadirkan chef terkemuka Marinka. Selain terlibat dalam pembuatan sambel, koki itu juga memberikan sejumlah tips agar sego tempong menjadi sajian menarik dan berkelas. Sekitar 600 peserta, baik koki profesional maupun amatir ikut meramaikan kegiatan itu dan hasilnya dinilai dan dipilih yang terbaik oleh dewan juri. Nasi-nasi pedas itu setelah dinilai kemudian dinikmati bersama beramai-ramai. Selain bisa menikmati nasi tempong, pengunjung juga dihibur dengan tari kreasi baru hasil kreativitas para seniman lokal. Tari tersebut menceritakan tentang pembuatan nasi tempong dengan gerakan yang rancak dan dinamis. Bupati Abdullah Azwar Anas menjelaskan alasan mengapa tahun ini pilihan festival kuliner jatuh pada sego tempong. Menurut dia, salah satu tujuan utama wisatawan datang ke suatu tempat adalah menikmati kekhasan kuliner daerah itu. Dengan festival itu, ia berharap pamor nasi tempong bukan lagi sebagai masakan kampung, tapi berkelas. "Kami sengaja menggelar kegiatan ini agar wisatawan bisa menikmati kuliner khas Banyuwangi. Karena selain memiliki sejumlah destinasi wisata, Banyuwangi kaya akan kuliner yang mempunyai cita rasa tersendiri," kata Anas. Festival kuliner lokal ini merupakan yang kedua digelar oleh Pemkab Banyuwangi. Tahun lalu, di ajang Banyuwangi Festival 2014 diramaikan Festival Rujak Soto yang menghadirkan ratusan orang koki rujak soto, makanan khas lokal yang meramu bumbu soto dan rujak menjadi paduan yang unik. Festival Sego Tempong, kata Anas, merupakan bagian dari pengembangan wisata kuliner untuk memberdayakan masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Dengan festival ini, cita rasa dan penampilan sego tempong akan meningkat. Penjual juga akan semakin mengerti bagaimana cara penyajian yang menarik bagi wisatawan. "Tindak lanjutnya nanti kami ingin setiap wisatawan yang datang ke Banyuwangi akan mencari sego tempong," ujar Anas. Sementara Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Banyuwangi Alief Kartiono menambahkan festival ini dibagi menjadi sejumlah kategori. Di antaranya kategori pedagang warung/depot dan umum, hotel dan restoran. Saat berlomba mereka sengaja diharuskan mengenakan celemek bertuliskan 'I Love Banyuwangi' dan penutup kepala ala chef. Mereka berlomba menyajikan cita rasa, kebersihan, dan cara penyajiannya. "Ini kami maksudkan untuk ikut mem-branding warung sego tempong, sehingga publik langsung bisa tahu warung sego tempong mana yang paling enak dan bersih," kata Alief. Selain untuk mem-branding warung sego tempong, tujuan festival ini untuk mem-branding makanan khas Banyuwangi, dengan harapan setiap hotel dan restoran bisa selalu menyediakannya. "Sehingga setiap ada tamu yang ingin mencicipi kuliner khas Banyuwangi bisa langsung tersedia," katanya. Melengkapi kuliner di festival juga digelar semacam "food court" yang menyuguhkan berbagai hidangan khas Banyuwangi, di antaranya, sego cawuk, rujak soto, soto using, pecel rawon, pecel pithik, dan ayam pedas. Selain itu juga disediakan jajanan khas Banyuwangi, seperti cenil, klepon, lopis, precet, lanun dan ketan gula merah, gethuk pisang. "Selama menikmati festival masyarakat bisa langsung menikmati berbagai kuliner dan sekalian menikmati gelaran Banyuwangi Art Week yang memajang berbagai oleh-oleh dan kerajinan khas Banyuwangi," kata Alief. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015