Oleh Erafzon SAS
Jakarta, (Antara) - Kesatuan Pelaut Indonesia mendesak Kepala BNP2TKI agar segera mencabut Surat Edaran No.1/2015 tentang penundaan pelayanan TKI pelaut perikanan ke luar negeri karena melanggar HAM.
"Jika dalam satu minggu SE itu tidak dibatalkan maka para pelaut akan melakukan aksi demo besar-besaran di kantor BNP2TKI," kata Presiden KPI Hasudungan Tambunan dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dalam SE bertanggal 16 Maret 2015 menyebutkan seluruh perusahaan pengawakan kapal (manning agency) untuk sementara waktu dilarang merekrut dan menempatkan pelaut perikanan ke luar negeri.
Moratorium penempatan pelaut perikanan ke luar negeri yang diberlakukan sejak 16 Maret 2015 itu dikeluarkan tanpa terlebih dahulu meminta pendapat dari pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja dan "manning agency".
Menurut informasi dari dalam BNP2TKI, kata Hasudungan, SE Kepala BNP2TKI itu dibuat tanpa melibatkan deputi-deputi terkait dan hanya mendengar masukan dari seorang staf ahlinya. SE tersebut tidak menyebutkan sampai kapan penundaan pelayanan itu diberlakukan.
Sebagai bentuk protes keras terhadap SE tersebut, KPI telah melayangkan surat kepada Kepala BNP2TKI, dengan tembusan Presiden RI, sejumlah Menteri Kabinet Kerja, dan para pejabat instansi terkait.
KPI juga mendesak Menteri Tenaga Kerja, Menteri Perhubungan, Menteri Luar Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta kementerian terkait lainnya, untuk segera mengambil langkah konkret guna menyelesaikan permasalahan pelaut di kapal perikanan asing maupun domestik.
Menurut dia, penundaan atau moratorium pelayanan pelaut akan menutup kesempatan bagi pelaut untuk bekerja di luar negeri dan menambah jumlah pengangguran.
Selain itu, juga akan mengakibatkan dampak negatif lainnya. Perekrutan dan penempatan pelaut secara ilegal atau tidak sesuai prosedur pengawakan kapal, akan semakin marak.
"Ini akan membahayakan, karena pemerintah jelas tidak akan mampu melakukan pendataan, pengawasan dan perlindungan terhadap pelaut," ucapnya.
Langgar HAM
Hasudungan juga menilai surat edaran itu melanggar hak asasi manusia (HAM) dan terlebih bertentangan dengan UUD 1945 .
"Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ujar Hasudungan mengutip pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
Kebijakan itu, dikatakannya, bukan solusi yang tepat di saat negara belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan warga negara yang berprofesi sebagai pelaut.
"SE dikeluarkan tanpa mempertimbangkan kerugian devisa bagi negara yang dihasilkan oleh ratusan ribu pelaut Indonesia yang bekerja di kapal perikanan asing," ujarnya.
BNP2TKI sebagai lembaga pemerintah non kementerian, dinilai tidak memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan regulasi yang seharusnya menjadi kewenangan kementerian teknis. Termasuk kebijakan moratorium yang sangat merugikan pelaut.
Selanjutnya, dikatakan, ketentuan perekrutan dan penempatan awak kapal telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.84/2013. Termasuk sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut.
Sanksi dalam Permenhub tidak digenalisir, tapi hanya dijatuhkan kepada perusahaan agensi yang melakukan kesalahan.
"Seharusnya BNP2TKI melakukan hal yang sama, yaitu tidak menggenalisir kesalahan beberapa agensi menjadi kesalahan umum, karena masih banyak yang memenuhi prosedur serta persyaratan yang diwajibkan," demikian Hasudungan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015