Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya Jamhadi menyatakan pihaknya sempat diminta sejumlah pihak untuk maju sebagai calon wali kota pada Pilkada Surabaya 2015. Ketua Kadin Surabaya Jamhadi, di Surabaya, Jumat, mengaku rumahnya akhir-akhir ini sering didatangani tamu, salah satunya membahas persoalan Pilkada Surabaya. "Banyak tamu yang datang ke rumah. Mereka meminta saya maju. Tapi saya belum kepikiran hal itu," katanya. Saat ditanya apakah tamu yang datang ke rumahnya dari unsur partai politik atau pengusaha, Jamhadi tidak mau berkomentar. "Ini sukanya mancing-mancing ya," ujarnya. Namun demikian, Jamhadi menyatakan bahwa Surabaya membutuhkan pimpinan yang pro pebisnis dan bisa mengangkat kembali neraca perdagangan. Ia mengatakan wali kota periode saat ini belum bisa secara siginifikan mengenai hal itu, salah satunya dapat dilihat bahwa daya beli masyarakat terhadap hasil output hasil produksi dibandingkan dengan jumlah penduduk angkanya masih stagnan. "Memang angkanya tidak menurun. Tapi sosok pemimpin yang ideal mendatang adalah yang mampu mengingkatkan daya saing kota dan mewujudkan kesejahteraan dengan daya beli yang meningkat," katanya. Menurut dia, pemerintahan di Surabaya saat ini masih belum pro pengusaha dan pebisnis. Padahal, menurut pandangan Jamhadi, seorang pemimpin kota Surabaya yang kaya akan potensi harus mampu dan cakap dalam mengelola potensi diri. Salah satunya pandai dalam menentukan sikap, tentang mana proyek yang bisa terbuka oleh investor dan mana yang tertutup oleh investor. Namun, nyatanya, pemempin yang sekarang, dalam kurun waktu lima tahun ke belakangan, komunikasi dengan stake holder dan hinter land masih sangat kurang. "Jangankan untuk membuka diri untuk investor dari luar, komunikasi dengan calon investro saja sulit,” ungkapnya. Jamhadi menyatakan, selagai garda yang menghubungkan antara investor dengan pemerintah, pihaknya mereasakan bahwa pemerintahan yag saat ini sering membuat investor lari duluan sebelum menanamkan modalnya. Faktornya adalah karena pemerintah kota cenderung mempersulit para penanam modal. Tidak hanya itu, Surabaya pun terkenal dengan perizinan yang mahal. "Perizinan di Surabaya itu sudah jadi seperti momok bagi para investor. Ini sangat disayangkan dengan melihat potensi Surabaya yang besar dan sektor jasa dan priwisata," katanya. Adapun faktor yang menjadi alasan utama adalah karena Surabaya belum miliki perda penanaman modal. Jika sudah ada perdanya, maka perizinan bagi investor akan lebih mudah dan murah. Ia mengatakan hal itu lantaran selama empat tahun kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, neraca perdagangan ekpor impor non migas Surabaya terus menunjukkan penurunan. Sesuai data yang direkap Kadin Surabaya, penurunan neraca perdagangan Surabaya selalu mengalami defisit. "Kita butuh wali kota yang bisa menumbuhkan daya saing kota, singkatnya itu," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015