Oleh Sri Muryono Jakarta (Antara) - Setelah ditemukan posisinya kemudian diangkat dari dasar perairan Selat Karimata oleh Tim SAR gabungan pada Senin (12/1), "fight data recorder" (FDR) pada kotak hitam atau "black box" pesawat AirAsia QZ8501 kini menjadi benda sangat berharga, terkait jatuhnya pesawat buatan Airbus itu. Hingga kini operasi Tim SAR gabungan terus dilakukan untuk menemukan bagian kotak hitam lainnya, yaitu "cockpit voice recorder" (CVR). Tayangan beberapa televisi pada Selasa pagi menyebutkan bahwa CVR telah ditemukan dan diangkat ke permukaan dan berada di KN Jadayat untuk selanjutnya dibawa ke KRI Banda Aceh. Selain memburu komponen kotak hitam, pencarian korban dan evakuasi tampaknya masih terus dilakukan. Hal itu untuk memenuhi harapan publik, terutama keluarga korban agar keluarga mereka yang ikut dalam penerbangan naas itu dapat ditemukan. Dengan penemuan dan pengangkatan dua bagian kotak hitam itu, kecelakaan pesawat rute Surabaya-Singapura pada 28 Deember 2014 memiliki harapan untuk terungkap. Kini kotak hitam sudah berada di Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk dibuka dan dengar hasil rekamannya. Melalui kotak hitam itu, analisis yang paling mendekati kemungkinan ("the most probability analysis") mengenai kecelakaan dapat diperoleh. Tanpa ada rekaman penerbangan dan percakapan yang tersimpan di dalam kotak ini, maka analisis, prediksi dan hipotesis serta asumsi mengenai kecelakaan pesawat hanya berdasarkan teori dan kemungkinan-kemungkinan. Itulah sebabnya, kotak hitam yang sesungguhnya berwana jingga bisa dikatakan sebagai saksi utama atau kunci untuk mengetahui seluk-beluk kecelakaan sebuah pesawat terbang. Tanpa ada saksi kunci, setiap kecelakaan pesawat akan berlalu begitu saja dengan segudang rasa penasaran yang tak akan pernah terjawabkan. Kini publik menantikan apa isi "nyanyian" kotak hitam yang sedang diputar di Laboratorium KNKT. Semua pihak terkait tampaknya menanti-nanti rekaman, analisis dan kesimpulan mengenai penyebab kecelakaan segera disampaikan secara terbuka. Publik tak ingin ada yang disembunyikan dan ditutupi-tutupi terkait penerbangan yang semestinya sampai di Singapura, namun berakhir di Selat Karimata itu. Meski kebenaran itu kadang pahit dan getir, namun akan terasa manis dan indah pada waktunya apabila menjadi pondasi untuk melakukan koreksi, introspeksi dan pembenahan atas kesalahan atau kerusakan agar tidak terulang di masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya terkait penyebab kecelakaan yang akan terungkap dari nyanyian kotak hitam adalah kesiapan mental pihak-pihak terkait. Bagi produsen, rekaman pada kotak hitam ini akan memberi pelajaran bahwa produknya masih ada kelemahan. Bagi operator (perusahaan), rekaman kotak hitam akan memberi data dan informasi mengenai perawatan mesin dan perangkat lainnya, kesiapan dan pemahaman pilot dalam mengoperasikan pesawat dalam situasi saat kejadian serta hal-hal lainnya. Bagi regulator, dapat memetik pelajaran juga agar dilakukan pembenahan dan penegakan aturan sebaik-baiknya. Karena itu, sambil menunggu kotak hitam bicara, semua pihak terkait penerbangan pesawat itu tampaknya perlu menyiapkan mental masing-masing untuk menghadapi "nyanyian" kotak itu. Fakta Berikut beberapa fakta tentang "black box" (kotak hitam) pesawat seperti disampaikan beberapa kantor berita asing, seperti Reuter, AFP dan DPA. Pertama, yang sering disebut "black box" sebenarnya terdiri dari dua alat perekam, yaitu perekam data penerbangan (flight data recorder) dan perekam suara di cockpit (cockpit voice recorder). Karena ada dua alat perekam, sering juga disebut "black boxes". Kedua, "black box" sebenarnya berupa tabung berwarna jingga, agar mudah kelihatan dari jauh dan bisa ditemukan dengan cepat. "black box" modern hanya sebesar kotak sepatu. Ketiga, tabung "black box" mampu menahan bantingan dari ketinggian, kedap air sampai kedalaman 6.000 meter dan tahan panas sampai suhu di atas 1.000 derajat Celcius selama sedikitnya 30 menit. Karena itu, tabung "black box" pesawat tidak mudah rusak. Keempat, biasanya "black box" ditempatkan di badan pesawat pada bagian yang tidak mudah rusak dan terlindung dengan baik. Ini tergantung dari konstruksi pesawat. Biasanya di bagian tengah atau bagian belakang dekat roda pesawat. Kelima, alat perekam memiliki sistem sinyal darurat berupa sinyal "ping" yang bisa digunakan untuk mendeteksi lokasinya. Jika tenggelam di air, sinyal segera dikirim secara otomatis sampai 30 hari, tergantung pada kapasitas baterai. Keenam, untuk mendeteksi posisi "black box" di bawah air, tim pencari bisa menggunakan mikrofon bawah air atau detektor sonar. Dalam beberapa kasus kecelakaan pesawat, "black box" baru ditemukan beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kemudian. Namun, Tim SAR gabungan Indonesia bisa menemukannya dalam kecelakaan Sukhoi Super Jet di Gunung Salak (Bogor) beberapa waktu lalu dan AirAsia QZ8501 di Selat Karimata hanya dalam hitungan hari. Piranti Bagian pertama "black box" ialah "flight data recorder" yang mencatat seluruh data saat terbang, termasuk kecepatan pesawat, tinggi dari permukaan bumi, kekuatan dan sebagainya. Adapun bagian kedua ialah "cockpit voice recorder" yang merekam seluruh pembicaraan yang ada dalam kokpit. Tidak hanya suara percakapan pilot dan kopilot yang direkam, namun juga beragam petunjuk penting, seperti suara mesin, suara alarm, bahkan suara kursi yang digeser jika kru bergerak. Perusahaan pembuat kotak hitam asal Amerika Serikat, Honeywell, mengatakan rekaman hanya berdurasi dua jam dari posisi terakhir pesawat. Berikut beberapa fakta lainnya mengenai "black box" seperti disampaikan BBC. Jingga Saat diciptakan pertama kali oleh ilmuwan Australia, Dr David Warren pada pertengahan 1950-an, kotak berisi data rekaman dicat hitam. Namun, untuk memudahkan penyelidik menemukannya, kotak itu belakangan dicat jingga atau oranye. Biasanya perangkat itu berada di dekat ekor sehingga peluang untuk selamat dari benturan cukup tinggi. Baterai Steve Brecken, direktur media perusahaan pembuat kotak hitam asal Amerika Serikat, Honeywell, mengatakan baterai kotak hitam sebagian besar berusia 30 hari. Hal ini ditegaskan pula oleh penyelidik senior Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Prof Dr Mardjono Siswosuwarno, yang menangani penyelidikan jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, Sulawesi Barat pada 1 Januari 2007. Karena fakta itu, Tim SAR harus berpacu dengan waktu agar kotak hitam bisa ditemukan. Menurut Steve Brecken, baik "flight data recorder" maupun "cockpit voice recorder" memiliki "Emergency Local Transmitter" (ELT) atau pemancar sinyal darurat. Kalau terendam di dalam laut, fungsi ELT digantikan dengan "Underwater Locator Beacon" atau "pinger" yang mancarkan sinyal "ping". Tidak mengapung Kotak hitam terbuat dari baja, berbobot 10 kilogram dan memiliki panjang 49,7 centimeter. Lantaran bobotnya, kotak hitam tidak bisa mengapung dan akan langsung tenggelam ke dasar lautan. Oleh sebab itu, ketika pesawat Air France AF 447 jatuh ke Samudera Atlantik pada 2009 lalu, tim pencari baru menemukan kotak hitam di daerah pegunungan bawah air di Samudera Atlantik, dua tahun setelah pesawat jatuh. Panjang Setelah ditemukan, kotak hitam akan dianalisis oleh tim penyelidik transportasi Indonesia dan Prancis serta tim pembuat kotak hitam dari perusahaan Honeywell. Menurut Greg Waldron, direktur pelaksana kawasan Asia dari perusahaan konsultan penerbangan Flight Global, proses analisis bakal memakan waktu berbulan-bulan, bahkan mungkin setahun. Analisis harus dilakukan seksama dan direkam menggunakan kamera video mengingat data dari kotak hitam itu sangat banyak, meliputi kondisi mesin pesawat, apa yang dikerjakan pilot, pertukaran informasi dari menara kontrol di darat ke pesawat dan sebagainya. "Hasil analisis itu akan dituangkan dalam laporan setebal beratus-ratus halaman. Namun, laporan awal dari hal-hal kunci mungkin bisa didapatkan dalam beberapa pekan ke depan," ujar Waldron.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015