Surabaya (Antara Jatim) - Sudah 17 hari sejak hari pertama hilangnya kontak pesawat rute AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura, ratusan orang menantikan kabar serta kondisi keluarga 166 penumpang beserta kru dari Tim Badan "Search and Rescue" Nasional (Basarnas). Semula, sejak peristiwa pada 28 Desember 2014, pihak maskapai mendirikan posko yang dinamai "Crisis Center AirAsia QZ8501" di salah satu ruangan di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun, saat Basarnas berhasil menemukan titik lokasi area jatuhnya pesawat dan mengevakuasi beberapa korban pada 31 Desember 2014, posko tersebut dipindahkan ke Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Kebetulan, semua korban yang ditemukan akan diidentifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara, yang terletak persis di sisi selatan Mapolda Jatim. Per tanggal itu pula, semua keluarga korban beralih. Gedung Mahameru yang setiap harinya berfungsi sebagai ruang serba guna, "disulap" menjadi posko untuk keluarga. Tenda-tenda juga disiapkan untuk semua pihak yang berkepentingan, seperti ruang istirahat kerabat korban, relawan, termasuk ruang konferensi pers wartawan mendapat keterangan dan informasi terbaru seputar pencarian korban. Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, secara bergantian menyambangi sekaligus berdialog dengan keluarga korban. Begitu juga dengan pemerintahah daerah setempat, Gubernur Jawa Timur Soekarwo bersama Wakil Gubernur Saifullah Yusuf sejak hari pertama sudah mendampingi keluarga. Bahkan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tidak pernah absen menemui keluarga atau sekadar mengetahui informasi terbaru. Hingga masuk hari ke-17, suasana di "Crisis Center" sudah tidak seperti awal-awal. Selain karena 34 jenazah korban sudah diserahkan ke keluarganya masing-masing, informasi kepada keluarga korban juga tidak berhenti dari beberapa arah. Kendati demikian, keluarga korban juga memanfaatkan teknologi informasi untuk mengetahui info terkini, yakni melalui "BlackBerry" dan "smarthpone" pribadi. "Kami tidak berhenti berkomunikasi antarkeluarga, salah satunya melalui grup di blackberry dan 'whatsapp'," ujar perwakilan keluarga korban, Lukas Joko. Melalui grup ini, kata dia, informasi yang ditampilkan terbaru dan berasal dari satu pintu sehingga keluarga korban bisa meninjau langsung dan tidak mendapat kabar dari banyak pihak. "Informasi tentang AirAsia sangat sensitif maka tidak boleh sembarangan. Komunikasi melalui blackberry sangat membantu," ungkapnya. Pihaknya mengakui saat ini keluarga korban mengaku mulai lelah dan putus asa menjalani masa penantian dari evakuasi. Namun, ia berharap pencarian terus dilakukan tanpa batas waktu hingga 114 penumpang lainnya ditemukan. "Kami sudah lelah dan pasrah menunggu hasil akhir dari pencarian ini, tapi bukan berarti kita tidak berharap keluarga kami ditemukan, kami percaya Tim SAR yang melakukan pencarian," ucapnya, lirih. Pihaknya juga menyadari kondisi saat ini dan sempat marah ingin Basarnas cepat menemukan penumpang, bagaimanapun kondisinya. "Kenapa begitu lama? Tapi ternyata melihat kondisi dan cuaca yang seperti itu, kami sadar betapa sulitnya pencarian, sehingga pasrah menunggu proses evakuasi selesai," ujarnya. Kendati demikian pihaknya mengapresiasi atas upaya yang dilakukan Tim SAR, TNI, Polri dan seluruh pihak yang ikut membantu mencari keberadaan pesawat beserta seluruh penumpang selama ini. "Termasuk Tim Identifikasi Polda Jatim selama ini, serta bantuan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Terima kasih semuanya," tutur dia. Hal senada disampaikan Endang Wirasmi, seorang ibu yang kehilangan anak, menantu dan dua cucunya asal Probolinggo, Jawa Timur. Meski mengaku sudah tampak lebih tegar, namun belum ditemukannya keempat anggota keluarga membuatnya kerap terdiam dan mengurung diri. "Saya sudah siap dengan semuanya, tapi masih berharap keajaiban itu ada. Di sini kami setiap hari menunggu dan berharap-harap cemas. Melihat televisi apa ada korban yang ditemukan, juga menunggu Tim DVI mengungkap identitas jenazah yang diidentifikasi," ujarnya. Ia juga berterima kasih kepada seluruh keluarga korban yang tidak berhenti memberikan informasi, terutama Lukas Joko yang selalu memberi "update" tentang pencarian. "Informasi dari grup blackberry dan whatsapp yang digagas Pak Lukas sangat membantu. Itu membuat kami tahu dan kabar yang kami terima tidak simpang siur," tukasnya. Endang pun bercerita sejenak tentang anak, menantu dan dua cucunya yang menjadi korban AirAsia QZ8501. Beberapa jam sebelum berangkat, ia mendapat pesan singkat/sms dari sang anak berpamitan perihal keberangkatan liburan ke Singapura. "Mereka baru pertama kali ke Singapura, tapi belum sampai ke sana sudah ada musibah. Mereka tinggal di Malang dan pamit jalan-jalan, serta minta doa supaya selamat sampai tujuan," kenangnya. Saat menerima sms, ia dan suaminya tidak mendapat firasat apapun. Beberapa jam setelah kejadian, ia mendapat kabar bahwa anaknya menjadi korban hilangnya pesawat tujuan Singapura. Keempat anggota keluarganya yang menjadi korban yakni Boby Sidarta dan istrinya Dona Indah, kemudian dua anaknya Permata Sari (16) dan Kaesha Putri (10) Tim DVI Memastikan identitas jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501, bukan sebuah perkara mudah bagi Tim "Disaster Victim Identification" (DVI) Kepolisian Daerah Jawa Timur. Kondisi fisik yang tidak utuh dan mulai membusuk, membuat petugas tidak bisa "memvonis" cepat, siapa dan dari mana identitas jenazah tersebut. "Ini yang membuat Tim DVI tidak boleh gegabah dan cepat-cepat menentukan," ucap Ketua Tim DVI Polda Jatim, Kombes Pol dr Budiyono. Setiap hari, setiap malam, pihaknya mengaku tidak akan bisa tidur nyenyak jika jenazah-jenazah yang sedang diidentifikasi belum diketahui identitasnya. Setiap pukul 18.00 WIB, Tim DVI yang terbagi dalam beberapa kelompok, menggelar pra-rekonsiliasi terhadap jenazah yang sudah ada di RS Bhayangkara. Selain mengumpulkan bahan dan data, rapat tersebut juga sebagai persiapan rapat rekonsiliasi keesokan harinya dalam menentukan kepastian identitas jenazah. "Rapat rekonsiliasi digelar setiap pagi pukul 09.00 WIB. Pada rapat tersebut diketahui hasil identifikasi sehingga bisa segera diserahkan ke keluarganya masing-masing," tukasnya. Sebuah pekerjaan rumah yang sangat hebat jika selama proses identifikasi tidak berjalan sesuai rencana dan ditemukan kendala-kendala. Karena itulah, ia sangat berharap keluarga dan kerabat korban dapat memberikan informasi akurat tentang data diri korban. "Properti yang digunakan korban terakhir kali sangat membantu, seperti pakaian atau peralatan yang menempel pada tubuh korban," tuturnya. Perwira menengah dengan tiga melati di pundak tersebut juga mengandalkan barang pribadi yang kerap digunakan korban, seperti sisir, sikat gigi maupun peralatan lainnya. "Kalau sidik jari masih terbaca maka bukan sebuah pekerjaan sulit karena hanya dalam hitungan menit pasti sudah terbaca," kilah perwira yang juga Kabid Dokkes Polda Jatim tersebut. Dalam proses identifikasi korban AirAsia berpenumpang 162 orang itu, Tim DVI Polda Jatim tidak sendirian. Tim Polda didampingi tim dari Mabes Polri dan beberapa Polda-Polda lainnya, serta instansi seperti dokter rumah sakit maupun universitas yang memiliki fakultas kedokteran. Tidak itu saja, Tim DVI dari sejumlah negara sahabat seperti Australia, Korea Selatan, Singapura, Uni Emirat Arab dan Malaysia juga turut bergabung membantu mengidentifikasi jenazah. Isi Waktu Senggang Aiptu Puji, salah seorang Tim Inafis asal Polrestabes Surabaya yang tergabung di Tim DVI RS Bhayangkara Polda Jawa Timur mengaku meski terlihat kelelahan di wajah, namun timnya tidak akan menyerah hingga semua proses identifikasi selesai. "Wajah boleh saja lelah, tapi tugas dan amanah harus dikerjakan. Proses identifikasi harus tepat dan cermat," tegasnya. Saat tugasnya selesai, sembari menunggu penanganan jenazah berikutnya, pria berambut gondrong tersebut punya cara sendiri mengisi waktu jeda. Sedikit waktu senggang ia pergunakan untuk sekadar melepas lelah dengan menyalurkan hobi, yakni memancing ikan di kolam yang berada di belakang RS Bhayangkara Polda Jatim. "Hanya untuk mengisi waktu sembari menunggu kedatangan jenazah selanjutnya usai penanganan jenazah sebelumnya," ujar anggota tim yang bertugas di pengambilan sidik jari itu.(*) Ket Foto: Sejumlah petugas Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri melakukan proses ante mortem korban kecelakaan AirAsia QZ8501 pada posko crisis centre AirAsia di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (9/1). FOTO M Risyal Hidayat

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015