Tulungagung (Antara Jatim) - Mantan Wakil Ketua Komnas HAM, KH Sholahudin Wahid (Gus Sholah), mengecam serangkaian aksi pembubaran paksa acara nonton bareng (nobar) pemutaran film Senyap atau "The Look of Silence" karya Joshua Oppenheimer di beberapa daerah di Indonesia.
"Aksi pembubaran ini tidak harus terjadi karena kebebasan berkumpul dan berserikat sudah dijamin dalam undang-undang. Pembubaran ini berlawanan dengan undang-undang," katanya setelah mengisi Seminar Antikorupsi di Gedung PCNU Tulungagung, Jawa Timur, Selasa.
Pengasuh pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang ini mengaku memang belum melihat film tersebut, namun ia mengatakan tidak ada hal yang perlu ditakutkan dalam film tersebut.
"Untuk itu sebelum membubarkan lebih baik kita menontonnya terlebih dahulu sehingga memahami isi dari film tersebut," kata ulama yang belum menonton film itu.
Film yang berkisah tentang kejadian tahun 1965 ini diputar di beberapa daerah, di antaranya di Yogyakarta, Jember, Malang, Blitar dan Kediri.
Namun, di sebagian daerah seperti Jember dan Malang, pemutaran film terpaksa dibatalkan dengan alasan keamanan, karena mendapat teror dan bahkan pembubaran paksa oleh ormas tertentu.
Adik dari Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid ini juga mengimbau agar masing-masing ormas patuh pada undang-undang.
"Pemutaran film merupakan bagian dari kebebasan berkumpul dan berserikat yang sudah dilindungi hak nya oleh undang-undang. Jika ada yang membubarkan paksa berarti tidak patuh undang-undang," pungkasnya.
Secara terpisah, tokoh Lesbumi Dr Zastrouw Al-Ngatawi menyatakan rekonsiliasi kultural di tingkat masyarakat yang mengalami peristiwa 1965 itu sesungguhnya sudah terjadi secara alami.
"Karena itu, kalau ada yang mendorong rekonsiliasi yang sudah terjadi itu berarti ada kepentingan lain, bisa ideologis, bisa politis, tapi memanfaatkan cara-cara konflik," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014